bab 26

216 53 283
                                    

Beberapa hari yang Mikayla janjikan ternyata lebih dari itu. Dia benar benar menikmati waktu bersama sahabat sahabatnya, walaupun wajah murung dan sembab menjadi pemandangan biasa yang dilihat mereka pada Mikayla.

Dia memblokir nomor ponsel Jayden, berniat untuk menghindar sesaat. Mencoba mengobati hatinya sebentar saja, tapi ternyata tidak bisa. Ada seseorang yang menginginkan hatinya sakit, rusak, lalu mati. Setiap hari semenjak dia disini, teror dari nomor yang sama hilir mudik menyambangi ponselnya. Mengirimkan foto foto Jayden dengan perempuan itu entah apa maksudnya.

Kalau ingin membuat hati Mikayla sakit, ya ... sudah barang tentu peneror itu berhasil.  Tapi jika ingin mematikan perasaan Mikayla, sepertinya dia harus berusaha lebih keras lagi. Putus belum menjadi prioritas utama gadis itu sekarang.

Bunyi ponsel tiba tiba mengalihkan atensi Mikayla dari aktifitas melamunnya. Jam masih menunjukan pukul 4 pagi tapi gadis itu sudah duduk bersandar di sofa balkon kamarnya dengan selimut tebal yang melindungi dari hawa dingin, sudah beberapa hari ini dia tidak bisa tidur nyenyak. Pusing dan mual kerap dia rasakan kalau pagi sudah datang.

Nama Adena terlihat di layar ponselnya. Gadis itu tersenyum pelan, dia cukup merindukan sahabatnya ini.

"HALLO kesayangan," terdengar pekikkan keras diseberang sana membuat Mikayla menjauhkan ponselnya. Suara Adena sama besarnya dengan suara Chaca, jadi dia sebenarnya tidak perlu terlalu kaget mendengar teriakan Adena. Tapi please, ini masih subuh banget, bahkan telinganya baru istirahat beberapa jam setelah semalaman mendengarkan suara toa Chaca yang bernyanyi dan menangisi kegagalan cintanya ... lagi. Hah, sungguh menyebalkan, disini ternyata ada dua gadis yang sedang stres karna mahluk yang bernama laki laki.

"Ngga usah teriak Aden, ini masih subuh banget loh." Mikayla kembali merapatkan selimutnya, udara di luar sungguh sangat dingin. Tapi tidak membuat gadis itu ingin berpindah tempat ke dalam kamar. "Tumben telepon jam segini? Ada apa?"

"Gue lagi kesel aja Ka, dari kemarin mas gue ngerecokin gue mulu. Puncaknya semalam dia ampe nangis mohon mohon sama gue. Sampe gue ngga dibiarin tidur, tiap jam ditelepon mulu. Gila kan?"

"Lo kan anak tunggal, Den, gimana ceritanya bisa punya kakak. Nyokab lo istri kedua, ya?"

"Gila lo. Itu kakak sepupu gue kampret. Ngadi-ngadi bilang mak gue istri kedua. Astagfirullah, ampuni dosa Mikayla ya Allah." terdengar nada misuh-misuh diseberang sana membuat Mikayla terkekeh pelan.

"Btw, lo dimana sekarang?"

"Bandung."

"Udah tau. Maksud gue alamat lo. Siapa tau gue bisa kabur kesana ntar malam. Biar kita bisa tahun baruan bareng, gitu."

"Gue mau balik ke Jakarta nanti jam 7. Bukannya lo masih di Solo ya sekarang?"

Terdengar deheman kasar diseberang, "Hm, ya ... gue bisa balik sekarang lah, penerbangan pertama." tawa garing Adena memenuhi gendang telinga Mikayla membuat gadis itu mendengus kesal.

"Ngaco."

"Udahlah ngga usah bahas gue dulu. Pokoknya kalo lo udah mau jalan nanti, tolong infoin ke gue ya. Ini demi kesejahteraan hidup sahabat lo nih."

"Apa hubungannya sama gue."

"Pokoknya ada. Udah ya kesayangan, gue udah dipanggil eyang nih. Mau sholat subuh berjamaah. Baybay, cantik."

Tanpa menunggu respon Mikayla, Adena langsung mematikan sambungan telepon mereka. Mikayla yang menyadari itu hanya bisa menggelengkan kepala, sudah biasa pikirnya.

Hallo, MikaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang