bab 8

311 75 158
                                    

"Habis ini ngemall yuk." Adena membalikkan badannya menghadap kebelakang menatap Mikayla dan Sairish yang sedang membereskan buku dan alat tulisnya.

"Kuy lah, udah lama juga ngga belanja gue." Sairish menimpali ajakan Adena.

"Ckckck, udah lamanya lo itu baru kemarin Rish. Lo lupa sebelum balik ke Jakarta, kita belanja dulu di Bandung?"

"Ck, itu bukan belanja namanya Ka, tapi pemanasan, tau ngga."

"Ajegile nih anak, belanja puluhan juta dibilang pemanasan. Lo waras?"

"Kalo gue ngga waras, bukan disini tempat gue, cantik." Sairish mengerlingkan matanya genit.

Mikayla memutar bola mata malas melihat tingkah Sairish.

"Orang kaya mah bebas ya, buang uang segitu udah kayak buang upil di kolong meja, gampang banget. Ya ngga?" Adena menimpali.

"Gue buang uang bukan kayak buang upil dikolong meja Den, tapi kayak buang kentut di tengah ruangan kelas. Ngga berbunyi tapi semua dapat merasakannya. Baik kan gue?"

"Bener bener sinting nih anak." Mikayla menggelengkan kepalanya prihatin. "Mimpi apa gue dapat sodara macam gini. Boleh ditukar ngga sih?"

"Mau ditukar sama siapa ka?" Rara yang diam menyimak ikutan bertanya.

"Boleh sama Ariana Grande ngga? Atau Kim Soo Hyun juga ngga papa deh?"

"Ck, masalahnya mereka yang ngga mau temenan sama lo. Lo terlalu Astagfirullah untuk mereka yang Masyaallah."

Rara sudah tertawa cekikikan sedangkan Adena tertawa terbahak bahak melihat raut wajah Mikayla yang kecut.

"Lo mau bilang gue jelek gitu?"

"Ngga lah, lo cantik gini. Kalo jelek, mana mau gue dikintilin sama lo."

"Idih, gue ngga ngintilin lo ya. Tapi gue jagain. Lo masih terlalu muda buat dilepas dialam liar."

"Eeh, maksud lo gue hewan gitu?"

"Bukan gue yang ngomong ya, tapi lo."

"Anjirr, untung gue cantik. Jadi ngga papa dikatain sama lo."

"Udah, udah, sakit perut gue dengerin debatan lo berdua." Adena masih saja tertawa sampai air matanya keluar. Begitupun Rara yang terlihat memegang perutnya sambil menahan tertawa, suaranya sampai terdengar ngik ngik. Wajahnya sudah merah padam.

"Udah, ayok pergi. Tinggal kita doang dikelas nih." Sairish bangkit menunggu Mikayla keluar duluan.

Mereka berempat melewati koridor sekolah yang mulai sepi. Hanya tinggal sebagian saja, mungkin mereka yang melakukan kegiatan eskul hari ini.

"Ra, lo juga ikut ya!." Sairish berkata tegas. Itu bukan nada ajakan, tapi nada penegasan kalau rara tidak boleh menolak.

Rara tersenyum kaku, dia bingung harus menjawab apa. Dia tidak sekaya teman temannya ini.

"Hm, tapi gue belum ijin sama bunda Rish. Gue takut bunda khawatir kalo gue pulang telat."

"Telepon aja Ra. Jangan bilang lo ngga punya nomor bunda lo. Itu ngga masuk akal." Sekarang Adena yang bersuara.

"I-itu, g-gue...."

"Ya udah, kita mampir ke tempat lo aja." Mutlak, itu ucapan Mikayla.

Rara tersenyum pasrah."Ya udah, gue telepon bunda sekarang."

Ketiga gadis itu saling berpandangan dan menyeringai bersamaan.

🍀🍀🍀

Keempat gadis itu sudah sampai di mall yang mereka tuju dengan masih memakai seragam sekolahnya.

Hallo, MikaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang