bab 20

215 41 171
                                    

Setelah pulang mengantar Sairish ke bandara, ketiga gadis itu memilih untuk mampir sarapan di restoran yang berada di Mall besar di kota itu.

Walaupun restorannya baru saja buka, sudah banyak pengunjung yang datang. Mungkin karna ini hari minggu, jadi semua orang ingin menikmati hari dengan bersantai sejenak bersama keluarga dan pasangannya.

Mereka bertiga memilih meja yang berada dekat dengan pintu keluar karna memang malas untuk mencari tempat lagi. Mereka makan dalam keheningan, entah karna malas untuk mengobrol atau karna efek kelaparan. Karna tadi mereka tidak sempat sarapan, efek dari lama bangun tidur. Salahkan saja drama korea yang bikin nagih itu sampai membuat mereka begadang semalaman.

"Alhamdulillah" mereka berujar serempak setelah menandaskan minumannya.

"Padahal gue udah bayangin sarapan enak tadi dirumah lo. Tapi malah zonk Gara gara telat bangun." Adena mencebik kesal sambil membersihkan sisa daging di giginya.

"Jorok, Den. Tutup nih mulut lo, biar ngga keliatan lo lagi korek tai gigi." Rara mengernyit jijik sambil memberikan beberapa lembar tissu pada Adena.

"Yee, ini namanya seni, cantik." Adena menjulurkan lidah untuk mengejek Rara.

"Mau nginap lagi, ngga?" Mikayla bertanya antusias, menyiratkan harapan besar, "nanti gue suruh mbok Narti masak yang enak-enak lagi buat kita."

"Ngga bisa sayang, besok gue udah harus berangkat. Mami bisa ngomel-ngomel kalo hari ini gue ngga pulang. Sorry, ya." Adena mengedipkan matanya berkali-kali seperti anak bayi yang minta dikasihani.

Mikayla yang melihatnya hanya bisa tersenyum paksa. Lalu pandangannya beralih ke arah Rara, antusiasnya masih sama. Berharap sahabanya yang ini bisa menginap lagi. Tapi senyum canggung yang diberikan Rara sudah menjelaskan semuanya. Mikayla hanya bisa menarik napas dan membuangnya banyak banyak, dia benar benar merasa kesepian. Apalagi ditambah Sairish tidak ada didekatnya saat ini.

"Ya udah ngga papa, lain kali kan bisa." Mikayla tersenyum menatap kedua sahabatnya yang terlihat tidak enak setelah menolak ajakannya.

"Okeh, pulang dari gue liburan, gue nginap dirumah lo. Pasti Irish juga udah balik, ya kan, Ra?" Adena meminta pendapat Rara yang dibalas anggukan dari gadis berkerudung hitam itu.

"Okelah, gue juga ntar sore udah ada janji  kencan bareng mas pacar sih sebenarnya." Mikayla menyengir lebar.

"Anjirrr, udah aja gue merasa bersalah karna ngga bisa nginap. Eh, dia malah ngerjain kita, asem emang lo." Adena mendengus sambil menjitak kening Mikayla.

"Ish, sakit bego." Mikayla mendelik kesal sambil mengusap keningnya.

Rara yang melihat perdebatan mereka hanya bisa mengelus dada, sudah biasa pikirnya.

"Pulang yuk, udah bosan gue disini." Adena berucap sambil memasukkan ponsel ke mini bagnya.

"Kalian mau ikut gue nyalon dulu ngga?" Mikayla juga terlihat merapikan barang barangnya. Sedangkan Rara sudah berdiri menenteng ranselnya.

"Ngga ah, gue mau lanjut tidur. Udah ngantuk banget nih, ajak Rara aja."

Adena mensejajarkan langkahnya dengan Mikayla dan Rara yang sudah duluan berjalan. "Gue juga ngga bisa Ka, kasian adik-adik udah kangen gue." Rara nyengir lebar saat mendapati pelototan dari Mikayla.

"Gue tau lo bohong Rara Maheswari. Jangan macam macam lo." Mikayla memiting pelan leher Rara  membuat gadis ikut memekik kaget lalu tertawa keras.

Sedangkan Adena langsung terdiam kaku melihat dua orang yang sangat dia kenal sedang berjalan sambil bergandengan mesra. Bukan bergandengan juga, tapi si wanita yang bergelayut manja di lengan si lelaki seperti anak monyet dan ibunya.

Cepat cepat dia mengalihkan perhatian Mikayla dan Rara, menarik kedua gadis itu menjauh dari sana, setidaknya agar kedua sahabatnya tidak melihat dua bajingan itu.

"Lo apa-apaan sih, Den, kita bukan sapi ya pake diseret seret segala." Mikayla mendengus, dia kesal karna lengannya sakit akibat tarikan kencang dari Adena.

"Kalian emang bukan sapi sih, tapi badak. Bisa bisanya becanda ditengah jalan, kalo ada yang lewat gimana?" Adena berusaha terlihat biasa saja padahal hatinya sudah penuh dengan amarah.

"heh, jalanannya sangat amat luas kimprit, satu fuso aja bisa langsung los kalo lewat jalan ini. Apalagi cuma badan manusia. Ngga usah ngelawak lo, bilang aja iri karna ngga diajak becanda."  Mikayla mendelik sinis.

Sedangkan Adena hanya bisa cengengesan kaku, dia bersyukur sahabatnya tidak menyadari tindakannya.

Setelah dirasa keadaan sudah aman, dua orang yang dilihatnya tadi sudah menghilang juga, akhirnya adena berinisiatif mengantar Mikayla ke salon. Dia takut Mikayla ataupun Rara akan  berpapasangan dengan dua orang itu lagi. Setidaknya sekarang hanya dia yang melihatnya.

Setelah mengantar Mikayla, Adena dan Rara memilih mampir ke toko cake and bakery dulu untuk membeli buah tangan buat anak anak panti. Setelah tadi dengan sangat terpaksa Rara menerima uang dari Mikayla. Alasannya titip untuk uang jajan adik adik di panti.

"Itu kak Ghazi ngga sih Den?" tiba tiba Rara berceletuk sambil mengedikkan dagu menunjuk dua pasangan yang sedang duduk di meja paling pojok cafe yang berada persis di depan toko yang mereka masuki.

Adena mengikuti arah pandang Rara dan menemukan Ghazi dengan seorang cewek yang mereka juga kenal. Adena mendengus sinis, menatap jijik pada pasangan itu.

"yang ceweknya mirip kak Mira yang itu ya." lagi Rara bermonolog sendiri karna ucapannya tidak ditanggapi oleh Adena.

"Hm..."

"Mereka berhubungan ya? Kok mau sih sama tukang bully gitu."

"Mana gue tau Ra, udah lah ngga usah kepoin mereka, malas gue." Adena terlihat kesal ketika mengucapkan itu.

"Lo ... Masih suka kak Ghazi, Den?" Rara menuding adena sambil memicingkan matanya.

Adena menatap Rara, sebelah alisnya naik sambil tersenyum sinis. "NGGA ...."

Tanpa memperdulikan Rara, adena memilih menuju kasir duluan. Nampan yang dia bawa sudah penuh dengan roti dan cake. Rara menyusul dibelakang, menyerahkan nampan yang juga penuh isinya kepada kasir.

Ketika berniat membayar, Adena langsung menahan tangan Rara dan menyerahkan kartu ATMnya sendiri pada kasir. "Gue yang bayar ini, lo beliin yang lain pake uang itu."

Rara hanya bisa mengangguk pasrah. Dia tidak tau, kenapa bisa seberuntung ini. Ketiga sahabatnya memperlakukan dia dengan baik, bahkan orangtua mereka pun sangat menyayangi Rara.

Setelah belanjaan mereka selesai, pak Udin langsung mengantarkan Rara dan Adena pulang. Mikayla tidak mengijinkan kedua sahabatnya pulang naik taksi.

Adena memasuki rumahnya dan menemuka mami dan tantenya sedang mengobrol diruang keluarga.

"Assalamualaikum mi, tante." adena mendekat dan mencium punggung tangan mami dan juga tantenya.

"Tante udah lama?" sambil bertanya, Adena menghempaskan bokong disebelah ibunya.

"Dari pagi, diantar mas mu kesini."

"Terus masnya kemana?"

"Tadi habis nganterin tante dia pergi. Katanya ada janji."

Adena menyembunyikan dengusan sinisnya. "Ya udah, aku naik dulu ya. Aku capek, tadi malam habis marathon drama korea." Adena nyengir di depan mami dan tantenya.

"Sairish sama Mikayla udah berangkat Den?" Maminya sempat bertanya sebelum Adena beranjak dari sofa.

"Udah, tapi Irish aja. Mika ngga ikut, ada acara lain katanya."

Sembari menaiki tangga menuju kamar, adena mengeluarkan ponsel dari mini bagnya. Mengetik pesan pada seseorang disana.

Mas Aro
Jgn mcm2. Hr ini aku nyelamatin mas, tp ga janji untuk lain waktu.

Sedangkan ditempat lain seseorang membaca pesan itu dengan hati gusar.

Jangan lupa vote and coment ya guys.. Tengkyuuu🍑

To be continue

Hallo, MikaylaWhere stories live. Discover now