Bab 39

333 29 136
                                    

Sairish memberikan beberapa kali tendangan ke arah perut dan juga punggung Jayden. Jangan tanyakan wajah laki-laki itu yang sudah bersimbah darah, seragam putihnya bahkan sudah berubah warna. Sairish benar-benar menikmati saat menyiksa Jayden seperti ini. Kalau tidak ingat permintaan Mikayla untuk tidak menyakiti kekasih bangsatnya, mungkin dia akan membuat Jayden menghuni Rumah Sakit berbulan-bulan.

Sejak kecil, Sairish dan Mikayla sudah di bekali dengan ilmu beladiri yang mumpuni. Segala jenis olahraga berat mereka kuasai. Tapi di banding Mikayla yang banyak bermain-main, Sairish sangat serius dalam berlatih. Sehingga bisa di katakan Sairish sangat sempurna dalam segala hal. Dari itu, Mikayla sangat takut kalau Sairish menyakiti Jayden. Karna jika Sairish sudah turun tangan, semua tidak akan berakhir bagus. Jayden benar-benar dibuat babak belur hanya dalam sekejap. Tanpa kata, tanpa penjelasan.

Sairish adalah gadis yang dingin dan tenang, dia terbiasa menampilkan raut wajar datar tanpa ekspresi di depan orang lain. Jadi, kalau dia sudah berani menunjukkan sisi sadisnya, berarti ada sesuatu hal yang mengusik hatinya. Dan itu hanya berpusat pada satu, 'Keluarga'. Sairish bisa berubah menjadi iblis jika ada yang mengusik keluarganya. Dan itu yang orang-orang saksikan sekarang, Sairish dengan sisi iblisnya.

Pekikan serta teriakan penghuni kelas bercampur membuat suasana semakin gaduh, tidak ada seorangpun yang berani melerai perkelahian itu. Sebenarnya itu bukan di sebut perkelahian, tapi lebih tepatnya penyiksaan. Karna Jayden benar-benar tidak melawan sedikitpun. Bahkan saat sekarang dia terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya, dia tetap diam meringkuk melindungi perut juga kepalanya.

Arvin yang tidak tega melihat sahabatnya yang hampir sekarat itu berusaha melerai. Dia langsung menarik gadis itu menjauh. Belum sempat bernapas lega, perutnya tiba-tiba di sikut dengan kencang oleh Sairish, membuat Arvin spontan melepas belitan eratnya disana dan beralih memegang perutnya sendiri yang terasa sangat melilit.

Tiba-tiba pintu di dobrak dari luar, Adena berlari masuk di susul oleh Rara. Mereka berdua menarik Sairish menjauh dari Jayden yang terlihat sudah tidak berdaya di atas lantai. Darah segar mengalir dari pelipis, pipi, hidung, juga bibir Jayden. Sudah tidak ada yang bisa di selamatkan dari wajah laki-laki itu, semua yang berada di dalam kelas hanya bisa menahan napas dan menatap iba. Bahkan tidak ada yang berani menolongnya. Untuk bernapas pun rasanya sudah sesak untuk mereka, apalagi untuk menolong, mereka lebih sayang nyawa sendiri dari pada Jayden.

"Rish, udah, cukup. Kasihan Mas Aro." Adena menangis di balik punggung Sairish sambil memeluknya erat gadis itu agar tidak kembali menghajar Jayden.

Sairish mengatur napasnya yang memburu sambil menatap datar ke arah Jayden. "Lepas, Den."

Adena menggeleng keras, masih menangis di balik punggung Sairish. "Kasihan Mas Aro, gue mohon." Tangisan gadis itu sedikit memantik rasa iba Sairish, tapi rasa kecewanya sudah terlalu besar pada Jayden hingga dia mengenyampingkan perasaan melankolisnya.

"Lo kasihan sama dia, apa kabar dengan saudara gue?" Sairish berbisik. Rahangnya mengetatkan kala mengingat kejadian tadi subuh saat melihat Mikayla pulang dengan mata bengkak dan air mata yang tidak berhenti keluar, Sairish bahkan sudah berniat untuk mendatangi apartemen Jayden kalau saja tidak mendengar permohonan sepupunya.

"Bukan gitu maksud gue."

"Ck, lepas!" Sairish menarik tangan Adena dengan kasar hingga membuat gadis itu meringis kecil.

"Gue ngga punya urusan sama lo. Jadi ngga usah ikut campur." Sairish menatap tajam ke arah Adena yang masih menangis sesenggukan.

Sairish berjongkok di depan Jayden, menatap wajah laki-laki itu dengan dingin.

"Apa sakit?" Tanyanya pelan.

Jayden hanya terdiam sambil terbatuk pelan, tidak terdengar ringisan ataupun keluhan dari laki-laki itu.

Hallo, MikaylaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt