bab 25

249 62 388
                                    

Sepanjang perjalanan menuju Bandung, Mikayla hanya duduk diam di bangku belakang. Ditemani Chaca dan Prisil yang tengah heboh bercerita, maklum mereka semua beda sekolah, kecuali Chaca dan Dina saja. Sedangkan Dina sudah tertidur pulas di bangku depan disamping pak Udin yang menyetir.

Setelah bersusah payah meminta izin kepada orangtua sahabat sahabatnya, untuk mengajak mereka liburan. Sekarang, disinilah mereka. Dalam perjalanan menuju vila keluarga Mikayla.

Sedari tadi Mikayla hanya melamun. Bahkan ajakan mengobrol oleh kedua sahabatnya dia abaikan. Pikirannya sedang sangat kusut sekarang, terlalu banyak pikiran pikiran negatif bersarang di otaknya.

Teringat kembali obrolannya dengan Arvin sebelum gadis itu menaiki mobil. "Bilang sama Jayden, kalo lo ngasih tau gue. 'Setelah ngantar gue, dia disuruh mas Keindra ke kantornya.' Biar dia ngga kelihatan banget udah bohongin gue."

"Ngapain lo masih belain dia sih?"

"Gue ngga belain dia. Gue percaya, dia ngga berniat bohongin gue kayak gini."

"Ck, jangan jadi cewek tolol, Ka. Udah jelas jelas dia lagi sama cewek lain sekarang, dan lo masih mau pura pura semuanya ngga terjadi apa apa?"

"Ngga gitu kak. Gue cuma ..."

"Cuma apa? Cuma ngga terima kalau Jayden mengkhianati lo?"

"Gue tau dia ngga ada hubungan apa apa sama Nina."

"Apa lo yakin? Apa lo udah tau semua tentang Jayden? Apa Jayden udah pernah cerita siapa Nina dihidupnya? Jangan naif Ka, buka mata lo."

"Ngga, gue percaya Jayden ngga bakal khianatin gue."

"Bebal!. Terserah lo, yang punya hati lo, yang ngerasain sakit juga lo. Gue cuma mau bilang, masih banyak cowok yang beneran tulus sayang lo tanpa tapi."

Mendengar perkataan tajam cowok itu, emosi Mikayla langsung tersulut. Dia menatap tajam pada dua bola mata Arvin.

"Kenapa lo marahnya sekarang, hm? Kenapa lo jadi nyalahin gue sekarang? Lo pikir gue mau berada di situasi kayak gini? Berusaha percaya walaupun perasaan gue udah hancur berantakan. Lo pikir sekarang gue baik baik aja? Salah gue kalau gue mau sedikit menaruh harapan sama hubungan gue? Salah gue yang mau mencoba percaya sama pacar gue? Dan salah gue juga karna udah jatuh cinta setengah gila sama sahabat bangsat lo itu? Menurut lo, ini semua salah gue?"

Mendengar nada frustasi gadis itu membuat Arvin diam mematung. Dia sadar, yang paling terluka disini adalah Mikayla. Dia berkata seperti itu hanya ingin menyadarkan Mikayla, tapi mungkin saatnya tidak tepat. Dan, ya, saatnya memang amat tidak tepat. Arvin menyadari itu.

"Sorry, gue ngga bermaksud bikin lo tambah tertekan.

Mikayla lagi lagi menatap tajam ke arah Arvin, "Sebanyak apa lo tau tentang hubungan Jayden dan Nina?"

"Gue ngga berhak buat jawab pertanyaan lo itu."

"Kalo gitu, lo juga ngga berhak bilang kalo Jayden mengkhianati gue. Bukannya sebagai sahabat yang baik, lo juga udah ikut andil mengkhianati gue selama ini? Membantu meloloskan kebohongan Jayden adalah tugas lo dan sahabat sahabat lo yang lain. Jadi sekarang, berhenti bersikap seolah olah lo peduli sama gue, sama perasaan gue. Karna semuanya IT'S FUCKING BULLSHIT!"

Setelah mengatakan itu, Mikayla menaiki mobil meninggalkan Arvin yang tak bergeming di tempat itu.

Dering ponsel yang berada di atas pangkuannya tidak membuat Mikayla sadar dari lamunan. Chaca yang duduk disebelahnya menyenggol pelan lengan Mikayla.

Hallo, MikaylaWhere stories live. Discover now