Bab 35

255 28 155
                                    

"Mas Bryan, kerahkan team IT untuk memantau akun media sosial anak-anak JIS, kalau ada yang memposting foto-foto Mikayla, langsung blokir akunnya." Sairish berjalan santai menuju gerbang sekolah dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. Menghiraukan pandangan ingin tau siswa-siswi yang berlari berlawanan arah darinya demi mengejar bel sekolah yang sebentar lagi akan berbunyi.

"Tanpa terkecuali, Miss?"

"Hm, lacak juga ke situs-situs gelap. Aku takut ada oknum yang memanfaatkan foto-foto itu untuk menjatuhkan nama baik perusahaan. Aku tau selicik apa Nina itu,"

"Apa perlu, saya pacari aja dia?" terdengar kekehan dari seberang telepon.

Sairish mendengus geli, "aku tau Mas Bri lagi jomblo, tapi bukan cewek itu juga. Nanti aku kenalin sama sahabatku, kalo Mas Bri mau."

"Ogah, dia sama ganasnya seperti Miss dan Nona Mikayla."

"Dari mana Mas tau?" Sairish terkekeh pelan mengingat perkelahian Adena dan Nina tadi.

"Saya baru mendapat beberapa akun yang mengupload aksinya yang melempar tabung gas. Kalo saya sama dia, takutnya pas selisih paham, dia langsung menggorok leher saya.

Sairish tertawa lebar mendengar gerutuan salah satu orang kepercayaannya itu. "Ya, udah, lanjut kerja lagi. Konfirmasi ke aku, kalau semuanya sudah beres."

Sairish mengantongi ponselnya setelah  pembicaraannya selesai. Dia melirik sinis ke arah Adena dan Rara yang masih setia mengekorinya dari belakang.

"Ngapain lo berdua ngikutin gue?"  tanpa menghentikan langkahnya, Sairish bertanya ketus pada kedua sahabatnya.

"Kita mau ketemu Mika, Rish."

"Buat apa? Biar lo bisa laporan sama sepupu lo lagi tentang keadaan Mikayla?"

Adena langsung menghentikan langkahnya, matanya membulat terkejut mendengar penuturan Sairish. Sedangkan Rara yang tidak tau menahu hanya bisa diam saja.

"Kenapa? Lo kaget karna gue tau? Kembali Sairish menuding Adena dengan sengit. Mereka sama-sama berdiri di depan gerbang sekolah.

"Gue ngga maksud buat nyembunyiin ini kok." Adena menjawab pelan, kepalanya seketika menunduk.

"Terus apa maksud lo dengan pura-pura ngga saling kenal? Lo tau apa yang udah sepupu lo lakuin ke Mika gue? Dia udah bohongin Mika, udah nipu saudara gue, bahkan dia udah bikin Mika nangis dan stres berhari-hari.

Adena menggaruk kepalanya dengan pelan, "ya, ngga ada apa-apa, Rish. Gue cuma ngga nyaman aja kalo ada yang tau gue saudaraan sama mas Aro. Lagian, bukan Mika doang kok yang stres, mas Aro juga." Adena memelankan suara terakhirnya membuat Sairish mendelik sinis.

"Termasuk sembunyiin dari kita, gitu? Terutama dari Mika?"

"Gue ngga maksud gitu, ini yang gue Takutin. Gue ngga pengen persahabatan kita rusak gara-gara mas Aro pacaran sama Mika, tapi gue juga ngga bisa ngelarang mereka buat dekat, kan? Gue ngga punya hak, Rish."

"Tapi lo punya hak sebagai sahabat untuk ngasih tau, gimana bejatnya sepupu lo mainin saudara gue di belakang dia."

"Mas Aro ngga kayak gitu," Adena berucap tegas. Dia ngga mau saudaranya di cap buruk, walaupun kelakuannya memang ada buruk-buruknya juga.

"Oh, ya?" Sairish menaikkan alisnya dengan angkuh. "Lalu bagaimana dengan lo yang beberapa kali mergokin sepupu lo  jalan sama ular berbisa itu selama masih berstatus pacarnya Mika? Bukannya lo juga ikut andil bikin Mikayla hancur. Lo bukan sahabat yang baik, Den. Lo malah tambah bikin Mika kecewa."

Hallo, MikaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang