Bab 8 : Ternyata Benar

4.4K 274 6
                                    

8

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

8. Ternyata Benar

Caca menghentikan taksi dan masuk dengan tujuan rumahnya. Beberapa panggilan dari Olla tak menggerakkan Caca untuk menghubungi kembali sahabatnya yang sedang kebingungan mencari Caca. Pasalnya usai menemukan Anin dengan Marel jalan bersama di pusat perbelanjaan yang sama dengan Caca.

Panggilan Caca tadi tidak sampai ke telinga dua orang itu, tanpa menanyakan maksud dari keberadaan dua orang itu, Caca memilih pergi dengan prasangkanya sendiri.

Kontak Olla kini muncul kembali, dan kali ini Caca menarik ikon hijau itu ke atas hingga muncul suara khawatir Olla.

"Lo dimana, Ca? Ini udah tiga puluh menit Lo pergi anjir, buruan ke bioskop, filmnya udah mau mulai!"

Caca masih membisu.

"Ca, Lo denger gue nggak sih?"

"La, gue lagi perjalanan pulang."

"Ca, ada apa? Kok tiba-tiba pulang?"

"Gue ketemu sama orang yang seharusnya nggak gue temui dalam waktu yang sama."

"Maksud Lo?"

"Gue tutup ya, La. Nanti kalau udah sampai rumah gue kabarin kok, dah."

Caca menutup panggilan itu, menatap jalanan kota dari jendela taksi.

"Logika gue bilang mereka ada sesuatu yang selama ini gue harapkan ada diantara gue dan Mas Marel, tapi hati gue kenapa sakit setiap mengiyakan logika gue?"

***

Sudah lima menit Caca berada di dalam taksi, walaupun saat ini di depannya sudah ada rumahnya. Caca masih enggan turun. Hingga datang mobil Fortuner yang sangat dia kenal, turun dari sana Anin dengan senyumnya.

"Hati-hati ke sananya, kalau sudah sampai kabarin aku ya?" samar-samar Caca dengar apa yang Anin katakan pada si pemilik mobil Fortuner itu. Tangan gadis itu melambai saat mobil Fortuner abu-abu itu melaju pergi.

Caca menghela napasnya, dia lalu turun dari taksi yang sebelumnya sudah dia bayar. Melangkah masuk setelah Anin masuk.

"Widih anak perawan dua-duanya dah pulang, barengan lagi," ujar Mas El.

Caca hanya melirik datar pada Anin, dia lantas pergi masuk ke kamarnya tanpa berucap apapun. Mas El menjadi bingung sendiri, tak terkecuali Anin yang mendapatkan tatapan aneh dari sang adik.

"Gimana, seru jalan sama Marel?" tanya Mas El.

Anin tersenyum malu, "Seru, anaknya baik dan menyenangkan."

"Kalau gitu fiks lah ya?"

"Apa sih, Mas. Baru hari pertama aku jalan sama dia, udah ah aku masuk ya?"

Three Little WordsWhere stories live. Discover now