39- BELUM BISA MERELAKANNYA

419 30 19
                                    

Sedang mencoba mengikhlaskan dan menerima kenyataan bahwa kau tak lagi bersamaku walaupun itu sangatlah sulit”

_Revanza Arfandy Bratadikara

39- Belum bisa merelakannya

Dibawah langit yang tampak gelap karena tertutup awan mendung, terdapat laki-laki yang masih duduk di pinggiran makam dengan tatapan mata kosong. Dapat terlihat jelas bahwa laki-laki itu sedang menatap batu nisan yang bertuliskan 'Salsa Shevilla Gautama' akan tetapi, entah pikirannya sedang tertuju kemana.

Perlahan kepala laki-laki itu menunduk. Tangannya terulur mengusap batu nisan yang ada disampingnya. Ia mengusap lembut batu nisan itu seraya tersenyum tipis.

"Gue datang lagi Sa" ucapnya.

Dia menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Banyak hal yang ingin ia katakan sekarang namun, dadanya tiba-tiba terasa sesak saat hendak mengatakannya. Tenggorokannya tercekat, matanya memanas, rasanya ingin sekali ia menangis saat ini juga.

"Sesakit ini ya rasanya ditinggalin Lo. Ditinggalin orang yang paling kita sayangi untuk selama-lamanya." Laki-laki itu tersenyum getir.

"Jujur, gue belum bisa lepasin Lo. Gue belum bisa ikhlasin Lo Sa. Kehadiran Lo terlalu berarti buat hidup gue dan sebaliknya, kepergian Lo terlalu menyakitkan bagi gue."

"Nggak kebayang gimana hidup gue selanjutnya tanpa ada Lo disisi gue. Yang pasti gue bakalan ngerasa stres lagi gara-gara masalah dan tekanan yang datang di hidup gue." Revan tertunduk lesu.

Benar sekali, laki-laki itu adalah Revan. Sepulang dari rumah papahnya dia memutuskan untuk pergi mengunjungi makam Salsa. Walaupun dia sudah mengetahui bahwa endingnya dia akan menangis lagi.

"Gimana kabar Lo Sa? Baik-baik aja 'kan? Nggak ada niatan buat balik ke dunia lagi apa? Gue kangen tau sama Lo" Revan terkekeh pilu. Sebisa mungkin dia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak keluar.

"Oh iya, Lo tau nggak? Masa bokap bikin acara pertunangan gue sama Nabilla tanpa sepengetahuan gue sendiri. Jelas dong gue marah dan gue juga tolak semua itu kan gue cuma suka sama Lo" Revan mengusap nisan itu seraya tersenyum manis.

"Balik dong Sa, nanti kita jalan-jalan, beli jajan sebanyak yang Lo mau, dan pergi ke sungai itu lagi, Lo suka 'kan?" Tanya Revan dengan suara parau.

"Kenapa sih Lo harus pergi? Gue nggak bisa kalau jauh dari Lo Sa. Gue butuh sosok Lo disamping gue."

"Gue kira Lo datang buat jadi teman hidup gue karena cuma Lo yang bisa ngertiin gue, cuma Lo yang baik banget mau jadi tempat curhatan gue. Nyatanya, Lo datang cuma sebagai pelajaran hidup yang buat gue sadar bahwa nggak baik menyia-nyiakan seseorang yang udah baik banget sama kita. Apalagi karena kebodohan gue yang nggak sadar punya rasa yang lebih sama Lo akhirnya Lo pergi sebelum gue mengungkapkan semuanya." Revan tersenyum pilu. Perlahan bulir bening menetes dari pelupuk matanya.

Revan menghembuskan nafas panjang. Ia menunduk lemah, dadanya begitu sesak setelah mengatakan itu. Mulutnya pun seakan tak bisa berkata-kata lagi.

"Gue nggak bisa ikhlasin Lo gitu aja. Lo terlalu berarti buat gue. Tapi, demi kebaikan Lo disana ..... Gue akan coba walaupun pasti susah banget" ucap Revan lirih.

REVANZA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang