54- KEJADIAN KELAM DIMASA LALU

442 27 0
                                    

Nyatanya keluarga adalah luka yang terus menyakiti kita. Kepercayaan yang telah saya berikan telah dihancurkan begitu saja oleh mereka tanpa memikirkan bagaimana perasaan saya yang sebenarnya”

Revanza

54- Kejadian kelam dimasa lalu

Revan terdiam dengan tangan yang dia satukan di atas meja. Kini dia sedang menunggu seseorang. Orang yang membuat hidupnya hancur, orang yang membuat hidupnya tertekan, orang yang membuat hidupnya tersiksa selama ini.

Revan mendongakkan kepalanya saat melihat Fero-papahnya datang dengan didampingi oleh petugas kepolisian. Tatapan mereka bertemu saat itu juga. Dari cara Fero menatapnya, Revan tau bahwa Papahnya itu memang tidak pernah suka kepadanya.

Revan tersenyum saat polisi yang membawa papahnya itu tersenyum kepadanya. "Silahkan," ucap sang polisi.

"Terimakasih, pak" sahutnya.

Fero mendudukkan tubuhnya di kursi panjang yang berhadapan langsung dengan Revan. Ia berdecak malas dan menatap Revan dengan tatapan yang menggambarkan ekspresi ketidaksukaannya.

"Mau apa kamu kesini? Oh saya tau, kamu pasti mau menghina saya 'kan?" tuduh Fero.

Revan terkekeh kecil mendengar itu. "Bisa nggak sih papah itu nggak berpikiran buruk tentang Revan?"

"Nggak bisa! Kamu itu anak yang nggak berguna, ngapain juga saya berpikiran positif tentang kamu?" Fero mengangkat sebelah alisnya. "To the point aja, kamu ngapain kesini? Kalau nggak ada yang penting lebih baik pulang aja, buang-buang waktu saya."

"Tadinya Revan mau bicara baik-baik, tapi papah malah kayak gini. Oke, to the point aja. Kenapa papah tega ngelakuin hal rendahan kayak gitu? Kenapa papah tega nyakitin seseorang demi ambisi dan keegoisan papah sendiri? Apa papah nggak mikirin gimana akibatnya buat Revan? Belum puas bikin hidup Revan menderita?" Tanya Revan dengan suara menginterogasi.

Fero tertawa seakan-akan ucapan Revan barusan adalah lawakan semata. "Revan, Revan, tadi kamu tanya apa saya memikirkan perasaan kamu? Ya jelas nggak lah! Nggak penting juga saya mikirin perasaan kamu," sahut Fero frontal.

"Papah bener-bener keterlaluan. Revan heran kenapa ada orang tua kayak papah sih? Orang tua yang sama sekali nggak memikirkan perasaan anaknya sendiri?" Revan menggelengkan kepalanya kecil karena tidak habis pikir dengan kelakuan pria paruh baya yang berada didepannya itu.

Fero menatap Revan dengan remeh. Ia menyunggingkan senyuman dengan wajah yang terlihat sangat angkuh. "Saya tidak pernah menganggap kamu sebagai anak Revanza. Bagi saya, kamu itu cuma alat buat dapetin apa yang saya mau. Itu saja, tidak lebih. Kamu telah menghancurkan hidup saya terlebih dahulu maka saya juga akan menghancurkan hidupmu."

Tangan Revan terkepal mendengar itu. Dadanya naik turun saat mengetahui arah pembicaraan antara dia dan papahnya saat ini. "Maksud papah gara-gara kejadian beberapa tahun yang lalu? Iya?!" Fero menganggukkan kepalanya.

"Pah, sadar! Itu semua kecelakaan bukan salah Revan! Kenapa papah nggak bisa terima itu?!" Nada suara Revan meninggi.

Brakk!

Fero menggebrak meja dengan keras. Urat-urat tangannya menonjol keluar. Wajahnya memerah dengan mata yang mendelik tajam ke arah Revan. Memang ini adalah topik pembicaraan yang paling sensitif untuk mereka berdua.

"INI SEMUA SALAH KAMU! KALAU KAMU TIDAK MENJATUHKAN MAINAN KAMU DI JALAN DAN KALAU KAMU TIDAK MENANGIS, ITU SEMUA TIDAK AKAN TERJADI REVAN!"

Tubuh Revan bergetar. Ia kembali teringat kejadian sebelas tahun yang lalu. Saat dimana peristiwa yang sangat buruk itu terjadi.

REVANZA (END)Where stories live. Discover now