PART 19. Ngerasa Jadi Limbat, Huh?

2.6K 367 6
                                    

Halloo!
Loly kembali setelah hiatus sekitar 3 hari ya🤔
Sesuai janji ya! Hari ini 3 part!!
Siap-siap spam komen dan juga vote kaliaan!

-Happy Reading-

Dean mengerjap-ngerjapkan mata saat netranya melihat sebuah cahaya yang sangat terang didepannya. Cowok itu melihat kiri kanannya hamparan bunga yang sangat indah dan berbau wangi. Didepannya ada sebuah pintu yang memancarkan cahaya terang.

"Gue dimana?" gumamnya.

Kakinya maju satu langkah kearah pintu itu. Namun sebuah suara yang familiar ditelinganya membuat langkahnya terhenti.

"Mas Dean! Ayo pulang!" teriak suara itu.

Dean membalikkan badan. Melihat Alana melambaikan tangan kearahnya dengan bocah perempuan digandengannya. Wajah bocah itu sangat mirip dengan Alana. Namun dia bisa melihat sedikit cerminan dirinya diwajah bocah itu.

"Alana?" lirih Dean.

Perlahan sosok Alana mulai menghilang, membuat Dean panik.

"Alana!?" cowok itu berusaha mendekati Alana.

"Alana! Jangan pergi!" pekik Dean.

Beriringan dengan matanya mengerjap terbuka. Alat pendeteksi detak jantung disampingnya berbunyi kuat. Cowok itu menoleh ke sekeliling, lalu meringis saat merasakan perih dibelakang kepalanya.

"Ashh..dimana lagi ini?" gumamnya lirih.

"Lo dirumah sakit." tutur Athala, entah dari mana cowok itu muncul.

Dean mengerutkan kening. "Alana mana?"

"Ada di ruangan sebelah. Mending lo nggak usah ketemu dia dulu deh." tutur Athala.

"Kenapa?"

"Nggak baik baru bangun dari koma langsung uwu-uwuan didepan mata orang." dumel Athala kesal.

Dia hafal dengan tingkah laku pasutri kampret itu!

"Alana nggak apa-apa, kan?" tanya Dean memastikan.

Athala mengangguk. "Dia baik, tapi nggak tau kalau sikapnya ke elo."

"Maksud lo?" heran Dean.

"Lo pikir pake otak manusia lo yang nggak seberapa. Alana jelas marah karena tau lo masuk ke dalem bangunan yang lagi kebakar buat ngambil barang yang lo bilang berharga!?" Athala tidak bisa menahan emosinya.

"Barang itu penting, Bang. Itu kado buat Alana!" balas Dean.

Athala tersenyum, menepuk pundak Dean beberapa kali. "Tapi bagi Alana, nyawa lo itu lebih penting."

•••

"KALIAN GOBLOK BANGET, SIH!?"

Meyelsa yang pada dasarnya punya mulut pedas langsung memberikan wejangan pada dua orang yang kini duduk bersebelahan di sofa ruangan rawat Alana. Keduanya sudah diperbolehkan jalan-jalan karena kondisinya membaik.

"Masuk ke bangunan yang kebakar? Ngerasa jadi Limbat, huh!?" bentak Meyelsa.

Alana dan Dean diam menunduk dalam-dalam.

"Nggak lucu kalau Adel tiba-tiba jadi yatim piatu karena tingkah orang tuanya yang kelewat sinting!" tambah Meyelsa, mengomel tanpa ampun.

Alana mendongak, hendak memberikan pembelaan. Namun Meyelsa buru-buru memotongnya.

"Lo juga, Alana! Punya trauma sama kebakaran, tapi nekat masuk ke bangunan yang kebakar??" Meyelsa geleng-geleng kepala tidak percaya.

"Kalian itu bukan ABG yang bisa bebas kaya dulu lagi. Kalian udah jadi orang tua, dan punya tanggung jawab yang besar!" mata Meyelsa menyorot tajam pada dua orang itu.

Manik mata Meyelsa beralih menatap Dean. Cowok itu diam dengan kepala tertunduk.

"Dean, lo bisa lihat seberapa sayangnya Alana sama lo. Bahkan dia melawan rasa takutnya masuk kedalam bangunan cuma buat selamatin lo." nada bicara Meyelsa tidak sarkas seperti tadi.

Wanita itu berdiri, lalu bersedekap galak.

"Ini rumah tangga kalian. Mulai sekarang gue nggak mau ya denger aduan Alana tentang tingkah brengsek lo, Dean."

Dean mendongakkan kepalanya. Tingkah brengsek? Memang Dean pernah berbuat apa sampai disebut brengsek?

"Pelukan!" perintah Meyelsa.

"Hah!?" pekik Alana dan Dean bebarengan.

Meyelsa mendengus. "Nggak usah sok budeg! Biasanya juga langsung sosor pipi di tempat umum!"

Dean menggaruk tengkuk salah tingkah. Kelakuannya sudah dulu, namun malunya baru datang sekarang. Tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan mungil melingkar di pinggangnya. Dua orang yang sama-sama memakai baju pasien itu saling berpandangan.

"Al." panggil Dean lirih.

Alana hanya diam.

"Nggak tau yang keberapa kalinya, tapi aku bener-bener minta maaf. Aku kalut waktu ngelihat kantor kebakar. Aku--"

"Aku nggak mau bahas itu." potong Alana.

Kini Dean yang diam.

"Kasih aku waktu tiga hari, De. Untuk meyakinkan diri." tutur Alana.

"Meyakinkan diri?" Dean membeo.

Alana mengangguk. "Apakah aku memilih terus disamping kamu, atau mengakhiri semua."

Manik mata Dean membesar. Cowok itu merasakan aura panas naik sampai ke ubun-ubunnya. Terutama berhenti dimatanya yang memanas, hati cowok itu sakit mendengar ungkapan lelah Alana atas sikapnya selama ini.

"Karena jujur, kali ini rasa capeknya udah beda, De.."

To be continued..

Gimana-gimana part kali ini?
Mana timnya Alana?
Mana timnya Dean?
Spam vomen yaa!
Langsung next!

DEAL | Family Series| Lengkap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang