Prolog

1.5K 87 36
                                    

❝Kadang waktu selalu ingin aku putar di titik di mana aku tidak berada di titik nadirku.❞

🌿🌿🌿

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌿🌿🌿

4 April 2016

Langkah-langkah kecil itu menuju ke arah pintu besar di depan sana. Dengan wajah penuh bahagia, gadis yang baru saja menamatkan sekolah menengah atas tengah berlari kecil memasuki rumah megah dengan piala berlapis kotak kaca di tangan. Lulus dengan predikat juara satu paralel jurusan IPA di salah satu sekolah negeri favorit di Jakarta.

"Ayah, Bunda!" pekik gadis itu dengan napas terengah. Wajah yang gembira dengan mata berbentuk bulan sabit. Senyum merekah yang enggan sekalipun mendatar. Namun, detik selanjutnya raut wajah gadis itu berubah drastis. Mata menatap nanar. Mata yang berkaca-kaca perlahan meluruhkan air dari sana. Senyum yang sempat terpatri ini, mendadak meninggalkan wajah.

"Aku mau kita cerai, Mas!" seru Nadia—Bunda Nadhira—dengan urat emosi di setiap kata yang keluar.

Prang! Piala yang dipegang Nadhira jatuh ke lantai. Kotak kaca yang melapisinya terbentur dan pecah. Gadis itu menggeleng kuat. Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi di keluarganya. Atensi kedua orang dewasa itu beralih ke sosok di samping pintu masuk. Mata mereka membulat. Terkejut atas kehadiran Nadhira yang entah tiba pukul berapa.

"Nggak! Semua ini cuma mimpi! Nggak!" Denial menggelora di antara pikiran gadis itu. Gadis itu berjalan mundur tatkala Nadia berjalan ke arahnya. Napas Nadhira tercekat, dada kirinya terasa nyeri. Nadhira meremas dada kirinya kuat. Jantung Nadhira berdetak begitu kencang. Gadis itu ... ya, dia punya riwayat jantung lemah.

"Nadhira, jangan mundur, Sayang! Jantung kamu kambuh, Nad!" ucap Asraf. Pria paruh baya itu terus mengulur tangan untuk mencapai putri semata wayangnya.

"Enggak! Kalian jahat! Kalian nggak mikir perasaan Nadhira! Aw ... shh," sentak gadis itu di sela rintihannya. Semakin meremas kuat dada kirinya, tetapi tidak menyulutkan niat Nadhira untuk menghindar. Sampai kaki-kaki itu memberanikan diri untuk kabur. Sekuat tenaga Nadhira berlari, meskipun dengan jantung yang tidak normal. Napas tersengal-sengal, dada yang terasa nyeri, dan entah berapa lama lagi dirinya bisa berlari.

"Kamu pasti bisa, Nad!" batin gadis itu. Mata Nadhira terus berair. Begitu sulit bagi kondisinya saat ini untuk melajukan larian. Menangis menguras tenaga dan emosi, jantung tidak normal itu harus bekerja lebih keras untuk memompa. Sampai di titik Nadhira terpaksa menghentikan langkah. Gadis itu sudah tidak kuat untuk berlari. Deru napas tidak beraturan itu memaksa Nadhira untuk menghirup udara lebih banyak. Namun, penyakit tetap penyakit. Ia sadar ia lemah. Tak dapat mengontrol dirinya, pandangan Nadhira perlahan kabur dan menggelap. Detik kelima gadis itu sudah kehilangan kesadaran. Tergeletak di atas aspal jalanan yang berjarak dua ratus meter dari rumahnya. Air mata menetes di kedua sudut mata Nadhira sebelum seruan seseorang meneriakkan namanya.

Tuhan, kenapa Engkau menempatkan seorang selemah ini di titik terendahnya? Rasanya begitu sakit setelah mengetahui semua kenyataan bahwa mereka hanya berpura-pura terlihat sempurna demi jantung ini.

🌿🌿🌿

Word count : 464 words.

Bismillahir-rahmanir-rahiim. Assalamu'alaikum. He yoo! Ketemu lagi sama aku, Guys! Gimana prolognya? Selalu gitu, ya pembawaannya, angst wkwk. Btw, doakan ya semoga naskah ini lancar dan cepat selesai. Aamiin.

Minta first impression buat Nadhira, dong!

Jangan lupa vomment, ya! Terus dukung cerita ini, ya. Yang sudah mendukung terima kasih.

Big luv,

Vanilla Latte.

HCN : Harap Cintai Nadhira [END]Where stories live. Discover now