14. Kado Terindah

202 34 18
                                    

❝Lentera tanpa api akan sama saja, tidak ada harapan untuk esok hari. Yang harusnya ada, malah meniadakan.❞

🌿🌿🌿

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌿🌿🌿

Nadhira Fla Sastrowijoyo, gadis yang genap berusia 22 tahun pada hari ini harus mengembuskan napas kasar. Gadis itu hanya memandangi kue yang ia buat sendiri di unit apartemennya. Menatap fruit cake dengan lilin angka dua puluh dua. Belum ada niatan untuk meniup, gadis itu masih enggan. Nadhira meresapi rasanya sendiri. Setitik air mata jatuh, tetapi bukanlah air mata bahagia. Nadhira tersenyum tipis.

"Make a wish, Nad, meskipun lo udah nggak ada harapan apa pun lagi. Lo pasti bisa." Nadhira memejamkan mata. Ia memanjatkan doa terbaik untuk harapannya tahun ini. Tidak muluk-muluk, Nadhira sadar diri. Ia tahu kapasitasnya sendiri.

Nadhira meniup lilin miliknya. Lantas tersenyum miris. Gadis itu hanya bisa menangis. Hari istimewanya tidak berjalan baik.

"Selamat ulang tahun, Nadhira. Lo hebat karena udah bertahan selama ini. Makasih jantung udah mau bertahan," ucap Nadhira. Terdengar miris memang. Namun, Nadhira bisa apa? Gadis itu menolak ajakan Bima dan Nadia. Bahkan, dua insan itu memutuskan untuk pergi mengurus bisnis di Bali.

Ting tong! Nadhira terhenyak. Gadis itu menoleh. Gadis itu mengembuskan napas. Nadhira berjalan malas ke depan pintu. Sesuai dugaan Nadhira, ada Om Bram di sana. Seorang pria utusan Asraf. Nadhira membuka pintu apartemennya. Gadis itu memandang malas wajah Bram.

"Ada apa, Om? Kalau cuma disuruh Ayah, Nadhira nggak mau ikut," ujar Nadhira. Bram tidak membalas. Pria itu malah memberikan kunci mobil. Nadhira melirik logo di kunci itu. Ferrari? Apakah Asraf benar-benar membelikan mobil mewah untuknya?

"Pak Asraf membelikan mobil ini untuk kado Mbak Nadhira. Kata Pak Asraf, Mbak tidak menjawab pesannya, jadi Pak Asraf memberikan ini. Selama ini Mbak Nadhira terus-terusan pergi pakai taksi. Beliau nggak mau itu," jelas Bram. Nadhira mendecak.

"Saya nggak mau terima, Om. Saya nggak minta apa-apa sama Ayah. Jadi, itu bukan hak saya untuk menerima," tolak Nadhira seraya menyodorkan kembali kunci itu kepada Bram.

"Mbak, tolong terima. Saya akan dipecat kalau Mbak nggak mau nerima. Keselamatan pekerjaan saya ada di tangan Mbak Nadhira. Bantu saya, Mbak," mohon pria itu. Nadhira mendengkus. Ia merasa kasihan karena ini juga bukan kesalahan Bram. Nadhira pun menerima mobil itu.

"Sekarang Om Bram udah boleh pulang," ujar Nadhira. Bram pun tersenyum. Pria itu membungkuk sekali sebelum berbalik dan pergi meninggalkan apartemen. Nadhira menghela napas. Gadis itu tak langsung masuk. Ia memilih untuk merilekskan diri dengan bersandar di pintu apartemen yang tertutup.

"Nad? Kamu kenapa?" tanya Juan yang membuat Nadhira terkejut. Pasalnya lelaki itu tidak mengelurkan suara saat membuka pintu.

"Pak Juan bikin kaget aja!" sahut Nadhira seraya memegang dadanya. Juan meringis.

HCN : Harap Cintai Nadhira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang