16. Dasi untuk Juan

243 34 32
                                    

❝Besar dan mahal belum tentu berarti, tetapi sepele dan berasal dari hati jauh lebih berarti.❞

🌿🌿🌿

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌿🌿🌿

Pagi telah menyapa indera pengelihatan Nadhira. Gadis yang semalam dilarikan ke rumah sakit itu sudah boleh pulang malam itu juga. Bukan sebuah masalah yang serius, Nadhira hanya syok mendengar pernyataan Juan dengan jantung yang tidak memiliki persiapan. Kebetulan, kemarin juga jadwal Nadhira untuk kontrol rutin, rencananya sih sebelum kerja, tapi malah dipanggil bos duluan. Ingin menunda kontrol, tapi malah mendapat masalah ditambah pernyataan Juan kala itu.

Nadhira meleguh ketika cahaya mentari menusuk ke dalam retinanya. Gadis yang tengah berbaring di kamar unit Juan itu perlahan membuka mata. Ya, setelah pulang dari rumah sakit, Juan memaksa Nadhira untuk tidur di kamar yang dipakai ibunya kala itu, sedangkan dirinya di kamarnya sendiri. Tentu mendapat penolakan dari Nadhira, sebucin apa pun dia jika belum menikah enggan baginya untuk tinggal seatap, meskipun di kamar yang berbeda. Ia tidak mau seperti Asraf, tidak akan. Namun, alasan Juan lebih kuat. Apalagi pintu unit Nadhira yang belum selesai diperbaiki membuat Juan takut terjadi sesuatu kepada Nadhira. Bahkan, unit gadis itu masih berantakan. Akhirnya, Nadhira setuju untuk tidur semalam di unit Juan.

"Hoam!" Nadhira menguap lebar seraya mengangkat kedua tangannya ke udara. Gadis yang sudah duduk itu masih mengerjapkan mata berulang kali. Namun, tiba-tiba saja hidung kecil Nadhira mengendus-endus. Bau wangi masakan tercium oleh indera penciuman Nadhira. Sontak Nadhira membuka matanya lebar.

"Jangan-jangan Ibu Mirna. Aduh, mati kalo gini. Mau ngeles apa lagi coba," gumam Nadhira di antara ketakutannya. Ia tidak mau Mirna mengecapnya sebagai wanita yang tidak-tidak.

Nadhira menggigiti kuku jemarinya. Gadis itu tengah memikirkan suatu cara agar bisa menyikapi hal ini dengan tenang. Nadhira mendecak. Gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Cuci muka dulu, deh," cetus Nadhira. Gadis itu menuruni ranjang, lalu pergi ke kamar mandi. Nadhira mencuci wajahnya di wastafel sampai ketukan pintu terdengar.

"Nad! Nadhira! Kamu sudah bangun? Ayo sarapan! Saya sudah bikin nasi goreng. Nad? Kamu baik-baik aja 'kan di dalam?" cecar Juan. Nadhira pun menghela napas lega. Ternyata bukan Mirna.

"Nad? Saya dobrak pintunya kalau kamu nggak buka juga," desak Juan. Nadhira pun tersadar. Ia mematikan wastafel, lalu berlari ke arah pintu. Detik-detik Juan ingin mendobrak, pintu kamar itu terbuka. Tampak Juan menghela napas lega.

"Maaf, Pak. Saya tadi cuci muka," ujar Nadhira. Juan mengangguk.

"Nggak apa-apa. Ayo makan," ajak Juan. Nadhira mengangguk. Rasanya malah aneh ketika Juan telah mengungkapkan rasa kepada dirinya. Namun, mengingat kemarin Juan hanya mengatakan 'sayang' bukan 'cinta'.

"Pak?" panggil Nadhira. Juan yang berjalan mendahului Nadhira pun menoleh.

"Bapak beneran suka sama saya?" tanya Nadhira guna meyakinkan hatinya. Juan mengangguk.

HCN : Harap Cintai Nadhira [END]Where stories live. Discover now