33. Hari Pernikahan Nadia

231 29 25
                                    

❝Tawa kembali hadir meskipun dengan orang yang berbeda. Apa aku bisa seperti Bunda?❞

 Apa aku bisa seperti Bunda?❞

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌿🌿🌿

23 Oktober 2021

Dua minggu berlalu, cukup bagi Nadhira menambah beban di pikiran.  Gadis yang masih mempertanyakan soal Juan, kini ditambah lagi diributkan soal pernikahan Nadia. Sebenarnya, ia tidak perlu memikirkan karena Nadia dan Bima sudah matang dalam memikirkan segala persiapan. Namun, Nadhira tetaplah anak yang masih akan memikirkan soal bagaimana saat hari H nanti. Dan, ya hari ini akad akan disambung resepsi. Akad pada pukul sepuluh pagi, lalu resepsi yang diadakan pukul delapan malam sampai pukul sepuluh nanti. Sebuah pernikahan yang akan mengusung tema internasional akan diselenggarakan di HIS Ballroom.

"Nad, kamu mau ke mana lagi? Jangan mondar-mandir gitu, nanti kamu capek," tegur Praditya yang sedari tadi mengikuti langkah Nadhira yang keluar masuk ruangan pengantin ibunya.

"Bentar dong, Mas. Ini juga ambilin air minum buat Bunda. Mas kenapa, sih?" sahut Nadhira yang kesal dengan peringatan-peringatan kecil dari Adit. Lelaki itu menghentikan langkah, ia mendengkus seraya berkacak pinggang. Lantas Adit menarik Nadhira untuk berdiri di sisinya. Sontak gadis itu mendongak dan menatap tajam Adit.

"Diam dan duduk di sini!" suruh Adit seraya menarik tubuh Nadhira, lalu mendudukkan gadis itu ke atas sofa di ruangan pengantin Nadia.

"Tiga puluh menit lagi akad, aku turun dulu, ya. Nanti kamu langsung duduk di sampingku abis mengantar Tante Nadia," titah Adit setelah melihat jam tangannya. Nadhira hanya menjawab dengan dehaman. Sementara itu, Adit berjalan keluar. Lelaki dengan setelan slim fit tuxedo putih itu harus segera kembali ke tempat acara.

Nadhira menyandarkan diri di pilar sofa. Gadis itu bersidekap dada karena kesal. Namun, wajah kesalnya berubah menjadi raut murung ketika mengingat soal Juan kala itu. Masih ada pertanyaan yang belum terjawab. Namun, beberapa hari Nadhira kembali ke rumah itu, semua pintu dan jendela tertutup rapat, selayaknya rumah kosong yang tak berpenghuni. Atau sosok yang ia lihat kala itu hanya halusinasi? Ah, rasanya tidak mungkin, karena semua terasa begitu nyata.

"Nggak usah dipikirin, Nad. Besok setelah Bunda nikah, kamu bisa nikah kok sama Adit. Bunda restuin karena Adit anaknya baik," lontar Nadia yang sudah berdiri di samping sofa tempat Nadhira duduk. Gadis itu mendesis.

"Siapa juga yang mau nikah, Bun? Nadhira belum siap kali berlayar di bahtera rumah tangga," sangkal Nadhira. Nadhira menghela napas, lalu ia bangkit dari duduknya.

"Bunda udah siap 'kan? Ayo turun aja!" ajak Nadhira. Nadia pun mengangguk. Tak hanya Nadhira yang akan mengantar, tetapi ada sepupu Nadhira juga yang katanya tengah menunggu di depan lift.

Menggandeng tangan Nadia, gadis itu melangkah beriringan dengan ibunya. Sebuah hal yang tak pernah Nadhira ekspetasikan. Jujur, mungkin jika Juan tak memintanya untuk melapangkan dada, saat ini tidak akan terjadi. Mirna pun mengajarkan hal serupa. Nadhira tak akan selalu membenci karena ia takut jika mereka sudah tiada nanti. Ah, begitu miris. Bayangan Juan saat terakhir kali bertemu membuat hati Nadhira tercambuk. Setiap untaian kata lelaki itu tampak mantap, tetapi berakhir mematahkan.

HCN : Harap Cintai Nadhira [END]Where stories live. Discover now