28. Jarak dan Kerinduan

190 26 8
                                    

❝Mungkin ini adalah saat di mana rindu untuk merengkuh haruslah terbentang jarak yang jauh.❞

🌿🌿🌿

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌿🌿🌿

Berpijak di atas bumi yang sama di bawah cakrawala yang sama, menghirup udara yang sama, tetapi jarak memisahkan. Satu bulan berlalu begitu cepat, tetapi surel, pesan, dan telefon itu jarang Nadhira dapatkan. Seakan menghilang ditelan bumi, Juan tak pernah lagi memberikan kabar. Setelah sidang skripsi pun, tak ada balasan apa pun dari Juan. Berpikir soal ayahnya yang belum sadar dari koma ditambah lagi Juan yang hilang kabar. Rasanya kepala Nadhira begitu berat memikirkan. Harusnya jika komitmen itu ada, jarak bukanlah sebuah penghalang yang besar.

"Nad, kamu mikirin apa sih, Sayang? Masih mikirin dosen kamu yang itu?" tanya Nadia yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Gadis itu tersentak.

"Ah, Bunda. Ngagetin Nadhira aja," sahut Nadhira sekenanya. Nadia mengembuskan napas. Wanita paruh baya yang kini meminta Nadhira tinggal bersama dirinya itu mengelus rambut Nadhira. Ibu mana yang tidak bisa membedakan jika anaknya punya masalah atau tidak? Jelas Nadia tahu kalau Nadhira tengah memikirkan sesuatu.

"Jangan banyak pikiran gitu, ah. Kamu harus jaga kesehatan. Inget apa kata dokter Gibran, kamu nggak boleh stres loh, Nad. Nanti kamu drop lagi," pesan Nadia. Embusan napas terdengar kasar. Nadhira pun menyandarkan kepala di pelukan Nadia.

"Emang cowok kalo sibuk bisa sampai nggak punya waktu buat kasih kabar, ya, Bun? Apa emang semua cowok kayak gitu?" tanya Nadhira. Gadis itu mulai melontarkan semua kecemasannya. Nadia tersenyum. Wanita itu semakin mendekatkan diri ke Nadhira. Mengelus kepala putrinya dengan lembut.

"Enggak juga, kok. Om Bima masih bisa telefon Bunda, masih bisa vidcall sama Bunda juga. Tapi enggak menutup kemungkinan, kalau dia bisa menghilang kayak ditelan bumi. Semua itu tergantung masing-masing pribadi. Misalnya aja, kalau cowok Nad itu tipikal orang yang suka fokus sama satu hal biar cepat selesai dan buru-buru ngelakuin hal lain," balas Nadia. Wanita itu hanya ingin mengurangi kecemasan putrinya. Nadhira mendongak.

"Bunda nggak lagi bohong 'kan? Bunda nggak tipu aku 'kan?" cecar Nadhira. Nadia mendengkus.

"Ya enggak dong, Sayang. Lagian nih, ya mungkin dosen kamu itu lagi sibuk-sibuknya. Lagian Indonesia sama Australia juga beda empat jam, kalau kamu masih bangun dia udah tidur. Nggak usah jadi beban, kalau emang nanti jodoh, pasti nggak akan lari," jawab Nadia. Nadhira pun tersenyum. Ia mengeratkan pelukan ke tubuh Nadia.

"Makasih, Bunda. Karena ada Bunda, aku jadi nggak sesering dulu ke rumah sakit karena kambuh. Sekarang udah ada yang ingetin minum obat, jadi seneng deh," ungkap Nadhira. Nadia mengangguk.

HCN : Harap Cintai Nadhira [END]Where stories live. Discover now