18. Surat Kematian Mirna

192 34 17
                                    

❝Yang kutahu, di dunia ini tidak ada yang abadi. Segalanya hanya titipan yang tak berarti. Jaga apa yang kamu miliki saat ini. Hari ini, satu nyawa harus berpulang atas apa yang sudah digariskan.❞

🌿🌿🌿

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

🌿🌿🌿

Seminggu berlalu, selama itu pula Nadhira lebih menjaga jarak terhadap Juan, meskipun sesekali gadis itu membawakan Juan makanan atau sekadar menggantikan untuk menjaga Mirna. Walaupun bisa menitipkan ke perawat, Nadhira lebih memilih sesekali menjenguk. Masuk ke dalam ruang ICU dan mengajak Mirna bicara, siapa tahu Mirna segera sadar. Namun, saat ini gadis itu masih berada di apartemennya. Tentu menuntaskan skripsi karena tiga hari lalu semua data pengujian yang ia perlukan sudah didapat.

Mengingat masalah Yasinta, wanita itu sudah tidak berkunjung lagi selama dua hari ini. Bahkan, ia tidak melihat batang hidung wanita itu saat di rumah sakit. Tampaknya Juan benar-benar ingin melupakan Yasinta.

"Huh!" Helaan napas terdengar keras. Nadhira menolak tumpuan kaki di mejanya, lalu mendorong kursinya mundur. Nadhira melepas kacamata, lalu meraih cangkir berisi cokelat hangat. Masih bulan Maret, masih memungkinkan hujan turun-tidak sesering bulan-bulan akhir-bahkan, pagi ini rintik itu juga menghiasi langit. Nadhira bangkit dari kursinya, lalu ia berjalan ke arah balkon kamar. Menyesap cokelat seraya memandangi rintik yang turun membasahi bumi. Nadhira tersenyum, gadis itu mengulurkan tangan kirinya yang bebas untuk merasakan rintikan hujan. Sampai suara bising terdengar dari arah luar apartemen miliknya. Sontak, Nadhira tersentak. Gadis itu berlari kembali masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan cangkir di atas meja.

Gadis dengan balutan celana pendek berbahan jeans dan atasan sweater itu berlari tunggang langgang keluar unitnya. Mencoba mencari tahu dari mana asal suara gaduh yang baru saja ia dengar. Sampai matanya terbelalak, ia melihat Juan yang tergeletak di atas lantai koridor. Nadhira pun memekik.

"Pak Juan!" jerit Nadhira. Hal itu sukses membuat dokter spesialis paru-Devon Narendra-keluar dari unit. Minggu pagi adalah waktu yang syahdu untuk dipakai istirahat, apalagi ditemani rintik hujan yang membuat hawa semakin nyaman. Pria dengan wajah bantal itu membulatkan mata. Devon mendekati Nadhira yang memangku kepala Juan.

"Juan kenapa, Nad?" tanya Devon. Nadhira menggeleng. Raut khawatir terpancar jelas. Bahkan, gadis itu hampir menangis. Sontak Devon mengecek denyut nadi Juan. Masih aman. Devon pun membantu Nadhira untuk memasukkan Juan ke dalam unit Juan. Untung saja pintu itu belum tertutup sempurna.

Devon merebahkan tubuh Juan ke atas kasur. Lantas ia berlari keluar untuk mengambil alat-alat kedokterannya. Sementara itu, Nadhira sibuk menyelimuti Juan. Wajah kusam penuh keringat, serta baju yang basah membuat Nadhira yakin kalau Juan sakit. Memang benar Nadhira mengantarkan makanan, tetapi dimakan atau tidak, gadis itu tidak tahu.

HCN : Harap Cintai Nadhira [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن