5. Tetangga Baru

315 42 21
                                    

❝Keyakinan atas Juan adalah takdir dari Tuhan atas bahagianya semakin terasa nyata.❞

🌿🌿🌿

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌿🌿🌿

Pagi ini Nadhira sudah berada di bilik kamarnya sendiri. Tentu apartemen milik Nadhira. Gadis yang masih setia berguling ke kanan dan kiri itu belum ada niatan untuk mandi, lalu menggarap kembali proposalnya. Padahal, seminggu lagi akan ada sempro untuk Nadhira. Mengembuskan napas. Gadis itu berangsur duduk. Pikirannya melayang ke mana-mana. Antara keinginan untuk kuliah lebih lama dengan alasan menaklukan Juan. Namun, ia ingat kedua orang tua yang tampaknya ogah-ogahan untuk menghidupi gadis itu. Terlebih atas sikap Asraf beberapa waktu lalu. Nadhira benar-benar muak.

"Apa nanti gue tanya Jasmine aja, ya? Dia 'kan part time di kafe, kali aja ada kerjaan buat gue," gumam Nadhira. Gadis itu mengangguk. Ya, mulai sekarang ia harus mandiri bukan?

"Nanti kalau berobat pakai BPJS, sayang udah bayar angsuran tapi nggak dipakai," imbuh Nadhira. Gadis itu harus memulai hidupnya sendiri.

Nadhira menuruni ranjang, ia pun melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Toh, sudah seminggu Nadhira tidak mandi. Mau bagaimana lagi? Hidupnya serba susah di ruang rawat itu. Terlebih dengan kunjungan-kunjungan yang menyebalkan dan tak Nadhira harapkan.

Sementara itu, di tempat lain seorang Juan Pradipta tengah menyiapkan barang-barang miliknya untuk diangkut ke mobil pick up. Lelaki itu mengoordinasi para pengangkut untuk membantunya. Juan sengaja pindah dari rumah ke apartemen yang ia beli. Mirna menatap Juan dengan gurat senyum. Sebenarnya berat bagi Juan, tetapi Mirna terus saja memaksa. Mirna ingin putranya itu tidak terlalu memakan waktu untuk pergi ke tempat bekerja. Mengingat pria itu sering mendapat panggilan mendadak. Terlebih saat kondisi tubuh Mirna tidak baik.

"Ibu nggak apa-apa Mas tinggal?" tanya Juan. Mirna mengangguk. Di samping Mirna sudah ada Jovita yang merangkul ibunya.

"Tenang aja, Mas. Ibu aman kok sama aku. Nanti kalau ada apa-apa, Jo kasih tahu Mas. Lagian Budhe sama Pakdhe juga udah pindah rumah di samping," lontar Jovita dengan senyuman.

"Apa nggak sebaiknya kita semua pindah rumah aja, Bu? Kita cari lokasi yang deket sama kampus," usul Juan yang masih berat untuk meninggalkan Mirna dan adiknya. Apalagi rumah ini tidak ada sosok lelaki yang bisa menjaga.

"Enggak ah, Mas. Mahal, Mas. Mending uangnya ditabung buat masa depan Mas. Buat nanti modal nikah Mas. Kalau semisal jual rumah ini, Ibu nggak tega karena rumah ini peninggalan almarhum Ayah kalian," tolak Mirna. Juan mengembuskan napas. Lelaki itu tidak bisa berkutik. Benar juga kata ibunya, jika membeli rumah baru, uang Juan pun tidak akan cukup.

"Ya udah. Mas usahakan pulang seminggu sekali, ya, Bu. Pokoknya Ibu jaga kesehatan, kalau ada apa-apa dan Jo nggak ada, Ibu telefon Mas aja. Jo, Mas titip Ibu sama kamu, ya. Rawat dengan baik, jangan lupa ingetin makan sama minum obat," pesan Juan panjang lebar. Perempuan di samping Mirna itu mengangguk.

HCN : Harap Cintai Nadhira [END]Where stories live. Discover now