e m p a t b e l a s

26 9 2
                                    

Adrian, Raka, Bagas, Ferry dan juga Alfi berjalan menuju ruang BK sesuai perintah Pak Bambang. Dari belakang, Alvira juga mengikuti berjalan menuju ruang BK.

Kelimanya masuk ke ruangan, sedang Alvira berdiri menunggu di luar.

Pak Bambang geleng-geleng kepala melihat kelima muridnya itu sudah sangat berantakan. Luka dan lebam di mana-mana, belum lagi ada darah yang sudah setengah kering.

"Tolong kalian jelaskan kenapa kalian bisa berkelahi seperti ini?" Tanya Pak Bambang pada mereka berlima.

Semuanya diam. Tidak satupun dari mereka menjawab pertanyaan dari Pak Bambang.

"Saya sih sudah tidak heran melihat Adrian dan Bagas. Juga Alfi sama Ferry."

"Tapi kamu Raka," lirik Pak Bambang pada Raka. "Kamu itu murid baru, bisa-bisanya kamu juga terlibat?"

Lagi-lagi diam. Baik Raka maupun yang lain tidak ingin menjawab.

"Baik kalau kalian semua memilih untuk diam. Untuk Raka, kamu masih aman tetapi kamu akan tetap dapat poin pengurangan, juga Alfi dan Ferry dapat poin pengurangan."

"Lalu kalian berdua, Adrian dan Bagas." Pak Bambang menatap keduanya bergantian. "Karena kalian sudah terlalu sering keluar masuk ruangan BK, poin pengurangan kalian sudah melampaui batas yang seharusnya. Terpaksa kami pihak sekolah akan memanggil orang tua kalian."

Bagas hanya mendengus. Berbeda dengan reaksi Adrian, cowok itu melotot. "Jangan panggil orang tua saya."

"Kenapa? Takut sama orang tua kamu? Kamu bikin ribut di sekolah sudah seharusnya orang tua kamu dipanggil bukan?"

Adrian mengepal tangannya kuat. Hubungan ia dengan papanya jelas tidak baik-baik saja, bagaimana bisa ia meminta papanya untuk datang ke sekolah nanti?

Pak Bambang kemudian memberikan surat panggilan orang tua kepada Adrian dan juga Bagas.

"Ingat ya, kasih surat ini ke oranh tua kalian berdua."

"Kalian boleh balik ke kelas sekarang." Ujar Pak Bambang lagi.

Kemudian kelimanya keluar dari ruang BK.

***

Alvira menyenderkan punggungnya pasa dinding yang tidak jauh dari pintu ruang BK. Ujung sepatunya ia ketuk-ketuk pada lantai koridor. Cemas, itu lah yang dirasakan gadis itu sekarang.

Gadis itu setia menunggu hingga pintu ruang BK kembali terbuka memperlihatkan kelima orang yang sebelumnya terlibat perkelahian keluar bersamaan dari ruangan BK.

"Adrian," panggil gadis itu sambil menghampiri Adrian. "Kita ke uks dulu ya?" Ajaknya melihat wajah Adrian yang tampak berantakan sekarang.

Sebelum melangkahkan kakinya menuju uks, Alvira melihat keadaan Raka yang tidak jauh berbeda dari kekasihnya. "Raka, are you okay? Oh jelas nggak ya, mau ikut ke uks biar sekalian gue obatin?" Tawar gadis itu.

"Gak perlu Vir, mending lo obatin Adrian dulu deh. Kayaknya dia lebih butuh lo sekarang." Ujar Raka, kemudian lelaki itu berlalu meninggalkan keduanya.

Alvira membawa kekasihnya itu ke ruang UKS, menyuruhnya untuk duduk di pinggiran kasur di sana selagi ia mengambil kotak P3K.

Adrian menurut, ia duduk di pinggiran kasur. Tangannya menyentuh sudut bibirnya sendiri, kemudian meringis. "Ah Bagas sialan."

Membawa kotak P3K di tangannya, Alvira kemudian ikut duduk di pinggiran kasur dan duduk berhadapan dengan Adrian. "Lo dari tadi diem mulu tau gak? Gak ada ngomong sepatah kata pun sama gue." Ucap Alvira.

Padahal gadis itu sudah menahan-nahan untuk tidak mengatakan itu. Tetapi akhirnya kalimat itu terucap, sebab dari tadi Adrian hanya diam, bahkan kekasihnya itu menatap dirinya dengan dingin.

"Maaf," hanya itu kata yang keluar dari mulut Adrian.

Meski kesal, Alvira tetap mengobat kekasihnya itu. Dibukanya kotak P3K, lalu mengambil kapas beserta alcohol. Ia menatap lemat-lemat wajah Adrian, yang penuh lebam dan luka itu. Ia mengelus pipi Adrian lembut, sebelum mengusap pelan kapas yang sudah ia tuangkan alcohol di atasnya ke luka yang ada di wajah Adrian.

"Shhh." Adrian meringis. "Maaf, sakit ya?" Adrian hanya mengangguk sebagai balasan.

Setelah mengobat luka Adrian dengan telaten, Alvira mengembalikam kotak P3K itu ke tempat semula. Lalu kembali duduk lagi berhadapan dengan Adrian.

"Lo gak mau ngomong apa-apa gitu sama gue?" Tanya Alvira. Lagi dan lagi, Adrian hanya diam. Matanya menatap ke dalam manik mata Alvira.

Ia masih sibuk berpikir, apakah ia perlu mengatakan pada Alvira perihal orang tua nya yang dipanggil untuk datang ke sekolah?

Mata Alvira tidak sengaja melihat sebuah kertas yang sedikit muncul di saku celana Adrian. "Itu apa?" Tanyanya, dengan tangannya yang berusaha untuk mengambil kertas di saku celana Adrian itu.

Dengan cepat Adrian menghalangi, "bukan apa-apa kok." Alvira jelas tidak percaya, ia kembali berusaha mengambil kertas itu. Dan dapat.

Adrian sudah pasrah ketika surat itu berhasil Alvira dapat. Gadis itu mulai membaca isi surat, dan terbelalak kaget saat mengetahui isinya jika orang tua Adrian di panggil ke sekolah besok.

Kagetnya hanya berlangsung sebentar. Yang terjadi selanjutnya adalah tatapan kecewa dari gadis itu. "Hal kayak gini, masih gak mau ngasih tau gue ya Yan?"

"Kayaknya lo masih belum bisa seterbuka itu ya sama gue?" Lirihnya.

"Bukan gitu, Viraa..." Sahut Adrian pelan. Sangat pelan.

Mata Alvira jelas sudah berkaca-kaca sekarang. Sekuat tenaga gadis itu menahan agar air matanya tidak keluar. Kecewa, itu lah yang dirasakan gadis itu sekarang.

"Gue capek," ujar Alvira tiba-tiba. "Terserah lo deh maunya gimana lagi Yan, emang kayaknya gue gak sepenting itu buat tahu masalah-masalah lo." Sambungnya, kemudian gadis itu pergi meninggalkan Adrian yang hanya diam mematung di tempat.

"Maaf."

"Maaf bikin kamu kecewa lagi."

"Maaf kalau aku belum bisa seterbuka itu sama kamu, Vira."

Hanya kata maaf yang bisa diucapkan oleh mulut Adrian, dan bahkan kata maaf itu sendiri, hanya bisa terdengar olehnya.


•••
Bersambung

Haloo. Gimana ceritanya sejauh ini? Aneh gak sih sama ceritanya? huhuu.

Berikan vote dan juga komentarnya ya teman-teman!😆😆😆

Berikan vote dan juga komentarnya ya teman-teman!😆😆😆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ADRIAN | SunwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang