E n a m

123 22 1
                                    

Adrian menatap pantulan dirinya yang ada pada cermin di hadapannya, dengan kedua tangan yang sengaja ia masukkan ke dalam kantong celana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adrian menatap pantulan dirinya yang ada pada cermin di hadapannya, dengan kedua tangan yang sengaja ia masukkan ke dalam kantong celana. Kedua alisnya bertautan, menatap pantulan dirinya di cermin dari atas sampai bawah. "Tampan seperti biasa, Adrian."

Usai memberikan penilaian pada dirinya sendiri, Adrian mengambil tasnya yang tergelatak di atas kasur. Kemudian turun menuju dapur bersiap untuk sarapan.

Sesampai di dapur, langkahnya terhenti tatkala matanya melihat sosok sang Ayah-Chandra, sedang sarapan di meja makan. Kehadiran Adrian di sana pun membuat Chandra menoleh.

Mata mereka saling bertemu, Adrian lantas cepat-cepat mengalihkan pandangannya ketempat lain, dan langsung berbalik berniat langsung pergi tanpa memakan sarapan yang sebelumnya telah disiapkan oleh Bi Ijah. Tetapi, langkahnya terhenti tatkala suara Chandra terdengar.

"Dimana motor kamu, Adrian?"

Adrian berbalik lagi, menatap kearah Chandra yang baru saja menyelesaikan sarapannya. "Di bengkel." Sahutnya singkat.

"Di bengkel?! Ada apa dengan motor kamu?" Chandra menatap pada wajah anaknya, menyadari jika ada begitu banyak lebam di wajahnya. "Dan apa-apaan wajahmu itu? Kenapa ada begitu banyak lebam? Kau berkelahi?!"

"Itu semua bukan urusan Papa," Adrian menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan sebelum melanjutkan. "Papa gak usah sok peduli. Papa cukup urusi urusan papa sendiri. Dan gak usah ikut campur sama urusan aku. Entah aku berkelahi, balapan liar, atau mabuk-mabukan sekalipun. Itu semua bukan urusan papa."

Usai mengucapkan kata-kata itu, Adrian berbaliik. Melangkahkan kakinya pergi menjauh, dan menulikan indra pendengarannya dari suara Chandra yang terus-menerus memanggil namanya.

***

Alvira keluar kamarnya menuju meja makan untuk sarapan. Sudah ada Riza, dan juga Mila di sana, menunggu kedatangan dirinya untuk sarapan bersama.

Alvira menarik kursi yang berada di seberang Riza, dan duduk di sana.

"Dek, kemarin berantem sama Adrian?" Tanya Mila.

Alvira menggelang, "bukan berantem. Cuman kesel aja kemarin sama dia. Tapi sekarang udah ngga kok."

Alvira mengambil rotinya yang ada di atas meja. Lalu memakannya dengan cepat. Riza yang duduk di seberangnya menatap dirinya, dan menegur. "Dek, jangan cepat-cepat makannya. Nanti keselek."

Dengan mulutnya yang masih penuh dengan roti, Alvira mengambil minum dan langsung menenggaknya habis. "Bentar lagi Adrian nyampe."

"Lah? Gak berangkat sama abang?" Alvira menggeleng.

"Nah kan ma. Adek tu suka gitu. Giliran berantem aja sama Adrian, berangkat sama pulang sekolah bareng abang. Giliran baikan aja, sama Adrian mulu."

Mila tertawa, sedang Alvira nyengir mendengar ucapan dari Riza barusan. Tidak lama setelahnya terdengar suara mesin mobil di depan rumahnya. "Vira berangkat duluan ya, Adrian udah di depan."

Setelah bersalaman dengan Mila Alvira keluar menghampiri Adrian yang sudah menunggunya di dalam mobil.

Begitu Alvira masuk ke dalam mobil, ia disambut dengan keheningan. Wajah Adrian tampak begitu murung. "Adrian, kamu kenapa? Kamu ada masalah?" tanya Alvira khawatir.

Adrian menatapnya. Tangannya terulur mengambil kedua tangan Alvira, dan menggemgamnya dengan erat. Ia melakukan itu tanpa mengatakan apa-apa. Yang lagi-lagi membuat Alvira menjadi khawatir.

"Adrian kamu kenapa?"

"Don't leave me." Ucap Adrian tiba-tiba, membuat Alvira bingung harus mengatakan apa. "Adri—"

"Just promise you will always be by my side." Ucap Adrian lagi. Nada suaranya terdengar seperti memohon, raut wajahnya tampak begitu sedih.

"I Promise."

***

Selama di perjalanan menuju sekolah, Adrian hanya diam. Ia tidak mengucapkan apa-apa. Alvira benci situasi ini. Alvira benci Adrian yang pendiam, dan Alvira benci jika Adrian sedih.

Mereka berdua tiba di sekolah. Dan berjalan menuju kelas. Sesampainya di kelas, Adrian langsung duduk, diikuti Alvira yang juga turut duduk di sampingnya.

Alvira bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang agar Adrian tidak sedih lagi?

"Adrian."

Adrian menoleh, menatap kearah Alvira yang barusan memanggilnya. "Mau kencan gak malam ini?"

Adrian menautkan alisnya, "kencan?"

Alvira menggangguk. "Iya kencan. Kita udah lama banget kan gak kencan? Gimana? Mau kencan gak malam ini?"

Adrian mengangguk, setuju dengan ajakan kencan dari Alvira. Kalau dipikir-pikir memang benar, jika mereka sudah lama sekali tidak berkencan.

"Boleh, nanti aku jemput jam 7 ya."

"Senyum dulu dong ah, jangan sedih-sedih gitu mukanya. Masa mau kencan sama orang cantik mukanya sedih gitu." Alvira menusuk-nusuk pipi Adrian dengan jarinya. Yang lantas membuat Adrian tersenyum.

"Nah gitu dong senyum! Muka udah jelek gitu, kalau sedih malah tambah jelek. Kalau senyum kan mendingan dikit." Candanya yang malah membuat Adrian tertawa.

"Adrian gak pernah jelek Vira, Adrian itu selalu tampan setiap harinya." Sahut Adrian.

Alvira mencibir, kemudian keduanya tertawa bersama.

***

Diana masuk ke dalam kelas dan langsung menghampiri Alvira. "Vir, Vir. Lo udah tau belum? Katanya hari ini ada murid baru!"

"Eh? Murid baru?"

"Iya! Cowok apa cewek ya? Gue berharap sih murid barunya cowok," Diana berujar sambil matanya menatap keatas, membayangkan jika murid baru di kelas mereka adalah cowok yang memiliki wajah super tampan bak seorang pangeran.

"Murid barunya cowok kok." Adrian menimpali.

Diana langsung menatap kearah Adrian, "lo kenal sama murid barunya?"

Adrian menganguk. "Vira juga kenal kok sama dia."

"Gue? Kenal sama dia? Gilang ya?" tebaknya.

"Bukanlah, Gilang kan udah lulus. Masa iya dia yang jadi murid baru."

Alvira nyengir, baru tersedar jika teman Adrian yang bernama Gilang itu sudah lulus SMA. "Oh, Raka ya?" tebaknya lagi.

Adrian mengangguk. Diana yang melihat respon anggukan dari Adrian pun langsung menyambarnya dengan pertanyaan. "Ganteng gak si Raka Raka itu?"

Adrian tampak berpikir. "Hmm. Ganteng sih, tapi jelas masih gantengan gue."

Diana dan juga Alvira secara bersamaan mempraktikan gerak orang yang ingin muntah. "Anjrit, mual gue dengernya."

"Iya, pengen muntah gue."

"Tolong ya, terima aja kenyataannya kalau gue memang seganteng itu." Adrian berucap dengan percaya diri.

"Gak denger, gue pake headset."

"Gak denger, kuping gue ilang." Timpal Diana.

Kemudian, Alvira dan Diana pun keluar kelas. Meninggalkan Adrian dan rasa penuh percaya dirinya itu di kelas.


•••
Bersambung

ADRIAN | SunwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang