D u a

190 26 4
                                    

Rasanya Alvira ingin menangis saja sekarang. Kakinya begitu pegal karena kedatangan tamu bulanan, ditambah lagi nyeri di perut yang luar biasa. Seperti wanita pada umunya, Alvira juga merasakan sakit di perutnya saat kedatangan tamu bulanan, bahkan ia pernah tidak masuk sekolah gara-gara ia merasakan sakit luar biasa pada perutnya.

Alvira menatap pada jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam. Alvira menghela napas, matanya sudah sangat mengantuk tetapi pegal di kaki dan nyeri di perutnya membuat dirinya tidak bisa tidur sampai sekarang.

"Alviraa..."

Alvira menautkan alisnya saat telinganya mendengar seseorang berteriak memanggil namanya.
Setelah sadar jika Adrian lah yang berteriak memanggilnya barusan, Alvira keluar dari kamar untuk membukakan pintu.

"Alviraa.. Iya? Ada yang baru ni.. Apa? Kaki gue pegel nungguin Alvira bukain pintu, lama."

Suara Adrian begitu keras yang lantas membuat Alvira berdecak kesal. Ini sudah tengah malam, dan Adrian berbicara dengan sangat nyaring, bisa-bisa tetangga di sebelah terbangun gara-gara suaranya.

Alvira membuka pintu, menampilkan wajah Adrian yang sedang menyengir kearahnya.
"Ngapain lo ke sini?"

"Kalau ada orang yang bertamu itu, harusnya disuruh masuk dulu. Bukannya langsung nanya ngapain kesini." Adrian cemberut, ia lantas langsung nyelonong masuk kedalam rumah tanpa dipersilahkan oleh sang tuan rumah.

Alvira berdecak, ia mengikuti Adrian di belakang yang berjalan menuju ke ruang tamu.
Adrian duduk di sofa yang ada diruang tamu, kemudian meletakkan sebuah kantong plastik yang sedari tadi ia tenteng keatas meja.

Alvira ikut duduk, dan memilih untuk duduk berhadapan dengan Adrian, dengan sebuah meja kaca sebagai pembatas di tengah keduanya. Ia menatap kantong plastik yang ada diatas meja. "Apaan tuh?"

"Tadi gue beliin lo sesuatu," Adrian mulai mengerluarkan isi dari dalam kantong plastik itu satu-satu. "Gue beliin nasi goreng, kebab, sama obat buat lo."

"Gue tau lo pasti gak bisa tidur kan gegara nyeri di perut lo? Makanya gue beliin lo obat biar nyeri di perut lo ilang, terus biar lo bisa tidur nyeyak abis itu."

Alvira hanya mengangguk-angguk mendengar ucapan Adrian barusan.
Sebenarnya Alvira dalam hati merasa sangat senang, karena Adrian begitu perhatian padanya. Tapi, ia tidak mau menampilkan jika dirinya sesenang itu, karena Alvira tahu jika Adrian mempunyai tingkat kepedean yang sangat tinggi.

"Vir,"

"Hm?"

"Buset! Gue so sweet banget gak sih jadi cowo? Rela-relain datang kerumah pacarnya jam segini buat nganterin makanan sama obat? Cowok goals banget gue!" Adrian berucap dengan sangat mantap, sekarang ia sudah merasa jika dirinya termasuk dalam kategori boyfriend goals seperti layaknya yang ada di media sosial.

Alvira memutar bola matanya malas. "Mending lo pulang sekarang."

"Ih! Kok ngusir sih?" Adrian berucap sambil memberengut kesal.

"Ini udah tengah malem Adrian, gak baik cowok sama cewek berduaan doang di rumah. Ntar digibahin lagi sama tetangga."

Adrian menatap sekeliling rumah, dan baru sadar jika hanya ada Alvira dan dirinya saja disini. "Riza mana?"

"Pergi latihan."

Adrian manggut-manggut dan bersiap untuk pulang. Alvira pun mengantarkan Adrian sampai ke depan pintu.
"Yaudah, gue pulang dulu ya." Adrian meletakkan tangannya di puncak kepala Alvira yang kemudian mengacak-ngacak rambut gadis itu. "Hati-hati ya lo sendirian dirumah, kali aja nanti ada yang nongol."

Alvira melotot, kenapa juga Adrian menyebut hal seperti itu saat Alvira akan sendirian lagi di rumah?
Alvira hendak mencubit Adrian, tetapi Adrian sudah terlebih dahulu menjauh, ia berlari sambil terkekeh menuju motornya.

"Adrian! Gue sumpahin ya lo! Ada makhluk astral nangkring di jok belakang lo!!!" Alvira berteriak dengan sangat nyaring dan kesal.

Adrian pun hanya tertawa dan mulai melajukan motornya keluar dari pagar rumah Alvira.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam, tetapi Alvira masih saja belum bisa tidur. Nyeri di perutnya sudah hilang, tetapi ngantuknya juga ikut menghilang.

Ia mengambil ponselnya yang berada di nakas.
Alvira : yan

Adrian : iya sayanggkuu

Alvira : gue gk bisa tidur. Gue telpon ya?

Adrian : jangan

Alvira : kok jgn?

Adrian : gapapa, hehe.

Alvira mengerutkan dahi, kemudian ia memilih opsi telepon untuk menelpon Adrian.
Adrian mengangkat panggilan dari Alvira.

Dari speaker ponsel miliknya, ia bisa mendengar suara yang begitu ricuh.

"Adrian! Jangan bilang lo lagi di tempat balapan sekarang!?!"

"Ehehe, kok bisa tau sih yang? Kamu peramal ya?"

"Bodoamat Adrian! Mending lo pulang kerumah sekarang, terus tidur. Gak usah pake acara ikut-ikutan balapan, awas aja lo kalau ikut! Gue tampol lo besok di sekolah kalau ikut balapan!"

Tut Alvira mematikan panggilannya, ia kesal, sangat kesal. Lihat saja, besok Alvira akan memarahi Adrian habis-habisan kalau Adrian tetep ngotot ikut balapan.

Merasa tenggorokannya sangat kering, Alvira pergi ke dapur untuk mengambil minum.
Ia menuang air yang ada pada botol minum kedalam gelas, dan mulai meminumnya perlahan.

"Vira?"

Alvira hampir tersedak gara-gara melihat sosok yang tiba-tiba muncul di hadapannya. "Astagaa, bang Riza ihhh."

"Kenapa? Kamu kaget ya?" Riza terkekeh.

"Yaiyalah aku kaget, gimana gak kaget coba? Bang Riza tiba-tiba nongol depan aku, terus aku juga mana tau kalau abang ternyata udah pulang." Alvira memberengut kesal.

"Yaudah, sorry ya kalau bikin kamu kaget banget gitu." Ucapnya sambil mengacak-ngacak rambut Alvira.

Setelah perbincangan pendek dengan kakaknya-Ariza, Alvira pun kembali menuju kamarnya.

•••
Bersambung

ADRIAN | SunwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang