Dukungan

1.9K 328 94
                                    


.

Papanya ternyata baru boleh di jenguk besoknya.

Dan besok harinya pada sore itu Jungwon membuka pintu kamar inap papanya. Papanya itu udah sadar. Tapi pandangannya terus tertuju ke atas.

Jungwon berjalan mendekat dengan dipenuhi perasaan berat. Perasaan yang sama saat dia berkunjung ke makam mamanya dulu, rasa sedih yang membebani jantung dan paru-parunya.

Bruk!!

Jungwon menatap papanya sendu, lalu kemudian dia jatuh berlutut di sebelah ranjang papanya.

"Mati saja kamu.." kata Papa Yang lemah. Dia masih keliatan susah bicara.

"Pa.."

"'Pa?'" Papanya ngulangi panggilan Jungwon. "Pergi sana sama temen-temenmu.."

Pria itu terbatuk-batuk. "Kudengar katanya kamu gak ditahan gara-gara mereka."

Jungwon mau nyentuh tangan papanya.

"Jangan sentuh.." denger itu Jungwon nurunin lagi tangannya.

"Jungwon minta maaf."

"Maaf? Kamu minta maaf setelah bikin papamu kayak gini?" Kata Papa Yang tajam. Nafasnya memburu saking emosinya.

"Apa bajingan-bajingan itu yang nyuruh kamu seperti ini? Mereka nyuruh kamu berlutut dan mengemis agar bisa berdamai?"

Jungwon menggeleng.

"Pergi.. jangan muncul dihadapanku lagi. Pikul rasa bersalah itu sampai kamu mati."

.
Jungwon berjalan dengan pandangan kosong, di sepanjang lorong rumah sakit itu. Tadi papanya itu ngusir dia. Dia bener-bener gak mau ngeliat muka Jungwon.

Pantes aja kemarin Sunghoon sama Jay udah ngelarang-larang dia buat nemuin papanya. Katanya mereka takut dia bakal ketemu sama pamannya. Selain itu, mereka juga takut dia makin ngerasa bersalah waktu ngeliat papanya.

Emang bener..

Jungwon berdiri di depan lift dan mencet tombolnya. Dia nunggu.

Baru sesaat kemudian pintu lift itu kebuka. Tapi ada seseorang yang berdiri di dalamnya.

"Kak Jake.."

Jake yang lagi ada di lift itu sendirian sambil makan sosis ngeliat Jungwon kaget. "Jungwon?"

.

Jungwon sama sekali gak ngerasa aneh waktu ngeliat Jake ada di rumah sakit sore-sore begini. Dia udah denger dari Jay kemarin. Katanya papanya Jake itu dokter bedah, sementara mamanya kepala anestesi di rumah sakit ini.

Setelah bertemu di lorong tadi, Jake nawarin buat ngajak Jungwon ke kantin. Mereka duduk di pinggir jendela besar yang deket sama lorong.

"Pasti sulit banget ya?" tanya Jake setelah dia naruh segelas frappuchino didepan Jungwon. Jungwon nunduk singkat sebagai tanda terima kasih, lalu ngambil minuman itu dan dia minum.

"Gue udah denger beritanya. Papa lo udah sadar, tapi salah satu sisi tubuhnya lumpuh."

Jungwon ngangguk lemah.

Jake ngehela napas. "Dia pasti akan membaik kalo perawatannya dilanjutkan. Jangan terus nyalahin diri sendiri."

"Aku usahakan," Jungwon muter-muter gelas plastiknya pake dua tangan. "Tapi kan emang ini semua salahku. Aku yang ngedorong dia."

Jake natap Jungwon. Dalam hati prihatin banget sama apa yang dialami. Bertubi-tubi ujian terus dateng ke hidup Jungwon.

"Bisa-bisanya hal kayak gini terjadi ke lo lagi," Jake ngomong pelan lebih ke dirinya sendiri. Tapi Jungwon bisa denger itu.

✓ We're (not) TwinsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora