22. Home

298 50 6
                                    

Aku tau ini masih pagi, tapi aku pengen up cerita ini

Happy reading and happy weekend

Jangan lupa vote dan komennya :)

-

🅃🄷🄴-🅁🄴🄰🅂🄾🄽
.
.
.

⚠️Trigger warning⚠️
About to Suicide

Setelah perjalanan yang cukup lama, Chaeng sampai di ibukota pada waktu siang menjelang sore hari. Keluar dari terminal bus, bukannya pulang ke apartemennya, Chaeng malah pergi ke jembatan yang tidak jauh dari sana.

Sambil menatap kilauan air sungai Han yang terpantul matahari sore, Chaeng berdiri di pinggir pagar pembatas untuk waktu yang cukup lama. Pikirannya terus berkutat, haruskah ia menceburkan diri kesana? Lagi pula ia sudah tidak punya alasan lain untuk dipertahankan dalam hidupnya.

Kedua orangtuanya? Mereka hidup bahagia dengan keluarga barunya. Kini mereka mempunyai keluarga bahagianya masing-masing, tanpa ada Chaeng di dalamnya. Ia hanya jadi outsider, ia akan menjadi figuran antogis jika terus memaksakan keinginannya.

Matanya terasa perih, air mulai menggenang lagi di pelupuk mata. Satu sisi dirinya berpendat lain, kenapa harus dia yang mati? Setelah menerima semua penderitaan batin ini, kenapa harus dia yang mati?

Lalu bagaimana dengan ibu dan ayahnya? Orang yang tanpa sadar telah menoreh luka yang tak pernah sembuh ini? Apa dia tidak berhak mendapatkan kehidupan yang bahagia seperti mereka? Bahagianya cukup simpel, hanya hidup dengan tenang, tanpa mengingat perceraian sialan ini.

Chaeng menguatkan pegangannya pada pagar, meyakinkan dirinya untuk bernaik ke atas sana. Ia terus meyakinkan dirinya jika ia melompat kesana, maka semua rasa sakit ini akan sirna.

Chaeng tersenyum miring, ia merasa kasihan pada dirinya sendiri yang harus mati di tempat ini. Berada di tengah hiruk pikuk kota yang bising dan ramai, bahkan pengemudi yang lewat pun tak mengindahkan dirinya sama sekali yang hendak terjun ke dalam air. Ditambah lagi air sungainya keruh, dan pasti suhunya sangat dingin karena masih peralihan musim semi. Benar-benar tempat yang menyedihkan untuk mati. Setidaknya, ia menginginkan tempat yang indah untuknya beristirahat, dalam damai.

Tapi sekali lagi, satu sisinya dirinya berpendapat lain. Kenapa harus dia yang mati?

Benar, kenapa harus dia yang mati?

Ini adil baginya? Tentu saja tidak!

Air matanya jatuh. Pegangan pada pagar juga mengendur, kakinya mulai terpuruk di tanah. Tangis pilu itu kembali pecah. Ia begitu putus asa hingga berniat mengakhiri hidupnya.

Ia tidak ingin mati, ia ingin hidup. Ia ingin bahagia. Ia ingin menikmati hidup. Masih banyak hal yang ia lakukan di dunia ini. Satu-satunya cara untuk ia hidup bahagia adalah pergi dari tempat terkutuk ini. Pergi sejauh mungkin hingga ia punya alasan kuat untuk tidak kembali. Hingga ia punya alasan untuk tidak menemui mereka. Hingga mereka tidak punya andil untuk melukainya lagi.

Benar! Chaeng harus hidup. Kakinya pun kini melangkah menuju bandara.

.
.
.
🅃🄷🄴-🅁🄴🄰🅂🄾🄽
.
.
.

Dengan kaki yang terus menghentak-hentak ke lantai, Jaehyun duduk gusar di apartemennya. Sesekali ia juga mengecek ponselnya, berharap ada pesan masuk dari Chaeng.

Dilihatnya lagi jam pada dinding, waktu sudah menunjukan sore hari. Tapi Chaeng tak kunjung mengabarinya. Haruskah ia berinisiatif meneleponnya?

Jujur saja, Jaehyun ingin sekali terus terhubung dengan Chaeng. Namun terakhir kali ia menghubunginya, teleponnya tidak dijawab. Pesan terakhirnya pun belum dibalas sampai sekarang. Ia jadi bingung, apakah Chaeng masih di kampung halamannya atau sudah dalam perjalanan menuju kemari? Ia begitu khawatir dengan Chaeng saat ini.

The Reason - Jung JaehyunWhere stories live. Discover now