chapter 5

16.6K 1.2K 47
                                    

Waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa tiga bulan berlalu. Hari itu Surya merasa badannya pusing dan mual. Ia bahkan tak menyentuh jatah makannya. Sebaliknya ia bolak balik muntah ke kamar mandi. Untungnya kamar mandi itu tersedia dalam kamarnya. Surya membasuh wajah dan mulutnya. Ia merasa sangat lemas. Ia merasakan keanehan pada tubuhnya perutnya sedikit membuncit. Dia heran. Padahal dirinya tak makan banyak. Atau ia salah makan batinnya. Ia meringkuk di atas sebuah kasur yang lumayan empuk untuknya.

Beberapa hari ini Maeda jarang mengunjunginya. Ia sedang terlibat dalam misi penting. Tapi ia mendengar bahwa malam ini akan ada pesta perayaan kemenangan Jepang membasmi pemberontakan di desa dekat sini. Mereka membakar habis desa itu pada malam hari hingga tak ada satu tikus pun yang bisa kabur. Surya bergidik ngeri membayangkan tempat itu jadi lautan api. Itu desa tempatnya tinggal. Ibunya ada di sana. Kalau desa itu terbakar habis, bagaimana nasib ibunya? Apakah ibunya sempat kabur atau mati terpanggang di dalamnya? Surya tak berani memikirkan opsi kedua. Ia berharap ibunya selamat. Walau mereka tak akan bertemu lagi sekalipun.

"Jenderal, mari" suara seorang tentara memberitahukan pada Maeda bahwa pesta sudah dimulai. Maeda yang memegang gagang pintu kamar Surya tak jadi masuk ke dalamnya. Sebagai pimpinan tentu ia berkewajiban hadir. Walaupun ia tak begitu menikmati acara pesta yang berisi mabuk-mabukkan dan seks berjamaah di aula itu. Ia merindukan Surya.

Surya yang berada di balik pintu langsung kecewa. Hari ini dia tak sekalipun mampir kemari batin Surya. Apa tuan akan bermain dengan para gadis-gadis belia di rumah bordil itu batin Surya lagi. Seketika air matanya jatuh. Dalam lubuk hatinya, ia tak ingin membagi Jenderal dengan siapapun. Tapi... Siapakah dirinya. Hanya seorang budak seks yang sedikit diistimewakan. Kalau Maeda bosan, mungkin ia akan bernasib sama dengan mayat-mayat yang dibuang ke hutan. Pikiran buruk terus memenuhi kepalanya.

Pagi buta pesta itu belum juga usai. Alunan musik dan gelak tawa riuh sekali. Maeda yang sedari tadi hanya duduk mengamati sekarang membisikkan sesuatu pada ajudannya. Ia akan pergi jadi ajudannya yang akan menggantikannya memimpin pesta itu.
Maeda berjalan dengan sedikit sempoyongan. Bagaimana tidak , ia meminum banyak wine dan alkohol kelas atas. Cekrekk !!! Ia membuka pintu itu perlahan. Dilihatnya Surya meringkuk dengan memeluk baju seragamnya yang ia tinggalkan beberapa hari lalu. Ia juga merindukan aroma Surya. Sangat.

Ia mendekati tempat tidur. Di lihatnya lagi wajah dan tubuh indah itu. Ia mendaratkan ciuman singkat di keningnya. Merasa ada yang aneh karena biasanya Surya akan langsung bangun ketika pintu dibuka olehnya. Ia mengelus pipi itu. Ia terkejut. Badan Surya sangat panas. Seperti teko begitu panas. Surya demam. Maeda memanggil medis tapi mereka sedang teler semua. Tak kehabisan akal, ia menyuruh bawahannya mencari mantri, dukun desa atau apapun yang bisa mengobati Surya di antara para tawanan nya. Ada satu pria yang mengaku bahwa ia seorang mantri.

"Cepatt obati dia!!!"

"Baik tuan." Pria itu mengangguk. Ia menekan nadi pada tangan Surya. Merasa ada kejanggalan ia berhenti.

"Ada apa?"

"Tuan, sepertinya ini keajaiban. pemuda ini hamil. Begitulah yang saya simpulkan setelah memegang tangannya. Terdengar denyut nadi bayi."

"Kau mengigau?" Maeda tak percaya.

"Tidak tuan. Saya yakin, saya sudah bertahun-tahun dalam bidang ini. Kalau tuan ijinkan saya akan melihat perutnya."

Sejenak Maeda ragu tapi akhirnya setuju. Sudah disimpulkan bahwa Surya hamil. Mantri itu menunjukkan perut Surya yang sedikit buncit. Maeda mengira itu kegemukan ternyata ada bayi di dalamnya. Entah mengapa ia tak bisa menahan senyum bahagianya.

"Baiklah kau boleh pergi. Besok kau harus datang lagi. Bawakan daftar apa saja yang boleh dilakukannya. Makanan dan minuman apa yang cocok untuk kondisinya."

DARK LOVE (BL) (Mpreg)Onde histórias criam vida. Descubra agora