chapter 18

7.1K 523 8
                                    

Cuitan burung di pagi hari membangunkan Surya. Ia meregangkan tubuhnya. Ia merasa segar. Ia mengamati sekeliling ruangan. Ah dia sudah berangkat batin Surya. Ia ditinggal sendirian di sana. Maeda sudah kembali ke camp, mungkin saat ia masih tertidur. Tapi ia merasa segar seperti sudah mandi. Apa suaminya menyeka tubuhnya dulu sebelum pergi? batinnya.

"Hmm... Apa yang harus aku lakukan hari ini?" Surya membuka tirai dan jendela kamarnya. Udara pagi menyeruak masuk. Aroma dedaunan juga terhembus angin. "Segar" ucapnya. Ia mengelus perutnya sambil menghirup udara yang menyegarkan itu. Dilihatnya anak kecil kemarin sudah mulai bermain di halaman. Di mana ibu anak itu? Surya yang penasaran akhirnya memutuskan untuk turun dan menyapanya.

"Halo nak. Siapa namamu? Aku Surya."

"Halo. Tapi ibu bilang tidak boleh bicara pada orang asing.."

"Maaf tapi aku bukan orang asing. Kita tetangga di desa. Kamu tidak ingat?"

"Tidak, tidak tahu."

"Di mana ibumu?" tanya Surya.

"Di sana..."

Surya melihat sosok yang tak asing baginya. Itu Bram ketua kelompok perlawanan di desanya. Bagaimana mungkin dia ada di sini?

"Kamu..." Bram terkejut saat Surya menghampirinya. Ia lebih terkejut lagi melihat perut Surya yang menggembung.

"Kita satu desa. Kamu tahu aku?" tanya Bram.

"Iya aku tahu kamu. Kamu biasanya jadi pemimpin perlawanan. Kenapa bisa berakhir di sini? Kata suamiku yang tinggal disini kekasih ajudannya."

Bram terdiam. Tak tahu harus menjelaskan bagaimana . Walaupun satu desa mereka tak pernah mengobrol ataupun dekat. Itu karena mereka bukan sebaya. Jarak umur mereka juga lumayan.

"Iya aku adalah kekasihnya Iro. Dia seorang ajudan."

"Ahh, aku tahu dia. Aku melihatnya beberapa kali saat di camp "

"Camp? Lalu tadi kamu bilang suamimu, siapa suamimu?" tanya Bram sambil melirik perut Surya.

"Iya camp di mana tempat para tentara Jepang berada. Sebelumnya aku ada di sana. Aku ditangkap dan dikurung di sana. Bisa dibilang nasibku masih beruntung. Aku hanya dipaksa melayani satu orang saja. Sekarang ia jadi suamiku. Ayah dari calon anakku. Namanya Jenderal Maeda." kata Surya sambil mengelus perutnya.

"Jadi kamu hamil karena dipaksa? Lalu bagaimana kamu bisa hamil?"

"Awalnya mungkin begitu. Tapi aku mencintai suamiku. Bayi ini adalah buah cinta kami. Aku akan menjaganya. Kalau itu aku tidak tahu tiba-tiba saja aku hamil , perutku tiba-tiba saja membuncit"

"Ku kira kamu tidak menyukainya."

"Tidak sejak awal aku sudah menyukainya. Ah, Bram..lalu bagaimana nasib penduduk yang lain? Apa mereka selamat? Apa kamu melihat ibuku?"

"Ibumu?" Bram mengingat-ingat. Seingatnya Ibu Surya jadi korban meninggal di sana. Ia bingung untuk menjawab.

"Iya ibuku... Apa kamu tahu? Aku sangat rindu dan ingin tahu kabarnya, hikss"

"Maaf sepertinya dalam keadaanmu ini sebaiknya kamu tidak tahu."

"Maksudmu ada hal buruk yang terjadi. Beliau tidak selamat? Hiks hiks" tanya Surya gemetar. Ia menangis membayangkan nasib ibunya.

"Iya maaf Surya. Saat itu ibumu sudah tidak bisa tertolong lagi. Kami sudah berusaha maksimal. Apalagi kalau masih selamat pasti ditangkap pihak Jepang. Entah di bawa kemana. Suasananya kacau balau. Desa luluh lantak karena api."

"Mereka pasti di bawa ke camp. Di sana aku melihat banyak orang pribumi yang dijadikan budak. Yang laki-laki jadi pekerja kasar. Yang wanita.. " Surya terdiam tak bisa melanjutkan kata-katanya. Itu tertahan di bibirnya.

DARK LOVE (BL) (Mpreg)Where stories live. Discover now