chapter 7

11.8K 929 21
                                    

Riak hujan memecah keheningan malam. Seorang tentara Jepang dengan jabatan tinggi berhenti di depan rumah reot. Ia ingat bertahun yang lalu meninggalkan bayinya di rumah ini.

"Tuan" wanita tua renta itu terkejut saat membuka pintu rumahnya yang reot.

"Dimana anakku? Aku harus membawanya sekarang."

"Apa? Kenapa tiba-tiba?"

"Dulu aku hanga menitipkannya padamu. Aku pun selalu memberimu uang untuk biaya hidupnya. Sekarang waktuku mendapat hasil dari kesabaranku."

"Tapi... Dia sudah dewasa. Dia akan terkejut jika tau saya bukan ibunya. Melainkan hanya orang yang merawatnya"

Brakk!!! Tangan Iro menjatuhkan minum yang ia bawa. Ia tak mengira bahwa ia bukan anak kandung ibunya. Itulah sebabnya wajah dan kulitnya lebih mirip orang Jepang dibandingkan Indonesia. Itu sebabnya dia dikucilkan oleh teman-temannya dulu. Sebelumnya ia yakin bahwa ia pribumi. Sekarang apa yang harus ia lakukan. Darah penjajah itu mengalir dalam tubuhnya. Ia tak bisa menerimanya.

"Duduk." ucap pria tua itu. "Jadi namamu Iro. Aku ayahmu."

"Ayah?" Iro sinis,"setelah 19 tahun baru mencariku kau bilang ayah?"

Ia syok dengan kenyataan yang baru didengarnya. Bagaimana dia akan menjelaskan identitasnya pada Bram yang notabennya sangat membenci apapun yang berbau Jepang. Itu karena ayah Bram yang seorang pejuang dibunuh dan mayatnya digantung di alun-alun desa. Mayat ayahnya dijadikan tontonan.

"Aku bukan anakmu. Aku orang pribumi bukan orang jepang."

"Heh, ternyata kau keras kepala. Apa kau tak ingin bertemu ibu kandungmu? Ibu kandungmu sedang menderita di rumah bordil. Ia tak akan bisa bebas seumur hidupnya kecuali aku mengeluarkannya."

"Apa? Rumah bordil? "

"Kalau kau ingin melihat ibumu membusuk selamanya di sana terserah apa kau mau ikut aku atau tidak."

"Ibu? Benar ibuku masih hidup?"

"Iya dia masih hidup tapi dia sangat memprihatinkan."

"Aku... Aku ingin bertemu."

"Kau tak bisa bertemu kalau kau seorang pribumi. Kau ikut aku. Aku akan menjadikanmu prajurit terbaik Jepang."

Mata Iro mendelik tak percaya. Ia harus jadi tentara Jepang? Setelah menimang cukup lama Iro memutuskan akan ikut bersama pria tua itu tapi ia meminta waktu sehari untuk berpamitan pada teman-temannya. Pria itu menyanggupi dan segera pergi. Iro lemas. Ia buntu. Tak tahu harus darimana menjelaskan pada kekasihnya. Ia harus menyelamatkan ibunya , wanita yang sudah melahirkannya.

"Kenapa kau menyetujuinya?" wanita yang selama ini ia anggap ibu bertanya.

" Aku harus membalas kebaikan wanita itu. Dia bersusah payah melahirkanku walau tak merawatku. Aku tahu dia pasti punya alasan."

"Baiklah jika itu keputusanmu, nak. Ibu selalu mendukungmu."

Esok paginya Iro membuat janji bertemu dengan Bram. Ia menunggunya di pondok tua, tempat mereka biasa bertemu. Ia harus melihatnya sebelum pergi ikut pria tua itu. Iro memandang langit luas di atasnya. Air matanya tak bisa ia bendung. Bagaimana ia akan hidup tanpa Bram. Itu yang terngiang dalam pikirannya.

"Sayang" Bram memeluknya dari belakang. "Maaf, aku habis dari pertemuan rutin kelompok kita. Tapi kenapa kamu tidak datang?" Bram membalik tubuh Iro yang membeku.

"Kamu nangis? Kenapa? Ada apa? Apa ada yang menindasmu lagi? Bilang padaku aku akan memberi mereka pelajaran."

"Tidak. Bukan. Aku ingin berpamitan," ucapnya sayu.

DARK LOVE (BL) (Mpreg)Where stories live. Discover now