chapter 31

4.1K 424 10
                                    

Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan bagi Maeda dimana ia tak beristirahat sedikitpun. Kewajibannya sebagai seorang pemimpin dan hukuman yang harus ia jalani membuatnya bekerja lebih keras di sana. Namun apa daya, keadaan semakin tak terkendali karena banyaknya korban berjatuhan. Maeda menghela nafas panjang. Ah, rasanya ingin sekali ia melihat sejenak wajah Surya. Ia benar-benar merindukan belahan jiwanya itu. Begitulah yang terlintas dalam benaknya. Tetapi sedetik kemudian dirinya sangat bersyukur karena nyatanya sekarang Surya dan putranya aman berada di kediamannya. Bukan di tempat yang penuh penderitaan dan tragedi ini.

Terkadang begitulah takdir, menyapa tanpa pemberitahuan. Menimpa tiba-tiba tanpa isyarat. Suara yang begitu familiar membuatnya tercengang. Sosok Surya dengan ajaib muncul berdiri tak jauh darinya. Senyumnya yang sudah sebulan ini tak Maeda lihat. Putranya yang tenang dalam gendongan Surya.

Namun siapa sangka, tragedi yang tak pernah ia bayangkan sekejap mata menimpa kekasihnya. Seharusnya selongsong peluru itu telah menembus tepat di jantungnya jika Surya tidak tiba-tiba berlari ke arahnya. Tubuh Surya yang limbung ke arahnya dan tangisan Tatsuya yang pecah karena suara tembakan. Nafas Maeda tercekat karena melihat darah yang mengalir dari tubuh Surya. Tangannya bergetar hebat. Otaknya masih berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi tepat di depan matanya.

Dengan sigap Bram mendekat dan menggendong Tatsuya yang menangis keras. Romi juga ikut menangis karena kaget dan bingung. Iro tak hanya tinggal diam. Ia meringkus seseorang yang tadi nekad menembak Jenderalnya. Pasukan tentara yang lain berusaha mengendalikan keadaan yang genting ini.

Surya sudah kehilangan kesadaran di sana. Tubuhnya yang mungil jatuh tepat di pelukan Maeda. Darah segar mengalir karena peluru yang menembusnya. Tapi darah lain juga dengan cepat mengalir membasahi celana Surya. Maeda tercekat. Ia sangat terkejut. Darah apa ini?

"Jenderal..." suara Iro menyadarkan Maeda.

"Segera bawa Surya ke tenda medis, jenderal!" Bram ikut bersuara.

"Surya...sayang...Surya..." Maeda mengguncang pelan tubuh Surya namun tak ada tanggapan. Ia segera menggendong tubuh mungil itu dan menuju tenda paramedis. Tubuh Surya yang terasa dingin membuat jantung Maeda berdegup kencang. Ia sangat ketakutan. Air matanya pun menetes.

Iro cepat tanggap dengan situasi langsung mengajak ketiganya untuk masuk ke tendanya.

"Kamu tunggu di sini dulu bersama anak-anak!" kata Iro dengan tergesa-gesa.

"Tapi... Tapi Surya? Apa dia akan baik-baik saja? Darah apa itu tadi?" Bram kebingungan.

"Tenanglah. Kamu semakin menakuti anak-anak. Tunggulah di sini dengan tenang. Aku akan melihat situasi."

"Hiks hiks hikss... Semoga Surya baik-baik saja." Bram menangis juga.

Di dalam tenda paramedis hanya tersisa satu dokter saja. Sedang dokter-dokter lain sedang memeriksa pasien yang lainnya. Dokter itu dengan sigap menangani Surya. Meskipun awalnya ia terkejut dengan kondisi Surya.

"Ini keguguran, jenderal." kata Dokter itu.

"Apa keguguran? Tapi aku tidak tahu kalau dia hamil? Kapan itu terjadi?" Maeda setengah linglung mendengarnya. Ia mengacak rambutnya frustasi.

Hamil? Kapan Suryanya hamil?

"Lalu kita harus segera mengeluarkan pelurunya dan janin yang kemungkinan sudah meninggal."

Penjelasan lain dari dokter sepertinya tak lagi masuk ke dalam otak Maeda. Fakta bahwa Surya hamil dan keguguran karena dirinya membuatnya terpukul.

"Jenderal..." Iro memasuki tenda.

"Kumpulkan para dokter yang lain, Iro" perintah Maeda.

"Baik, jenderal."

Setelah menunggu beberapa saat persiapan untuk penanganan medis dan operasi darurat dilakukan. Walaupun dengan peralatan yang seadanya para dokter berusaha semaksimal mungkin, berbeda jika mereka berada di rumah sakit sesungguhnya peralatan akan lebih lengkap tentunya. Maeda menggenggam erat tangan Surya yang dingin. Bulir-bulir keringat dingin membasahi tubuh Surya. Dalam hatinya, Maeda berkali-kali berdoa agar Surya selamat.

Flashback sesaat sebelum penembakan, Surya sangat senang karena bisa melihat suaminya lagi. Suaminya sangat hebat. Dari kejauhan ia bisa melihat suaminya yang bekerja keras.

"Saat melihatmu nanti banyak hal yang ingin aku tanyakan. Banyak pertanyaan yang mengganjal di hatiku, tuan"

Namun saat peluru itu menembus tubuhnya, Surya yang mulai kehilangan kesadaran menitikkan air mata. Banyak penyesalan yang ia rasakan.

"Seharusnya malam itu aku bertanya langsung padamu tuan saat aku tak sengaja mendengar semuanya. Seharusnya malam itu aku tak menolak direngkuh oleh tuanku. Seharusnya aku berkata jujur jika aku tak baik-baik saja jika tuanku menikah lagi. Seharusnya aku mengatakan aku mencintaimu berkali-kali sebelum tuanku pergi bertugas. Aku melewatkan kesempatan untuk melakukan semua itu karena terluka dengan fakta tuanku akan menikah lagi. Sekarang apa aku punya kesempatan untuk mengatakan semua itu, tuan? Aku ketakutan. Bagaimana jika aku mati saat ini, tuan? Apa tuanku akan merasa kehilangan? Bagaimana dengan anak kita Tatsuya? Aku takut meninggalkan kalian berdua. Aku ingin hidup bersama kalian lebih lama lagi. Sedikit lebih lama lagi."

----------------
Maaf kalau pendek 🥺
Semoga kalian menikmati , happy reading 🙂 tinggalkan komentar & jangan lupa di vote ya ⭐

DARK LOVE (BL) (Mpreg)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum