Bagian 5

536 87 14
                                    

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun ini hanya berlangsung sekali. Tidak ada pengulangan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Hal tersebut membuat Hanin cemas. Sejak ia ditolak di jalur SNMPTN atau jalur raport, Hanin makin serius dalam belajar SBMPTN. Kala kegagalan menimpanya bulan lalu, Hanin merasa down. Sedih bukan main.

Namun, ia sadar. Usahanya selama tiga tahun di SMA belum maksimal. Sehingga belum bisa tembus menggunakan jalur tanpa tes.

Beruntungnya, Hanin di-support oleh Mama. Mama membantunya bangkit. Tak menyalahkan atau memarahi, karena gagal. Sehingga, Hanin bisa berani untuk melanjutkan langkah sampai di tahap ini.

"Good luck! Fokus. Gue yakin lo bisa!" ujar Dafan menepuk sebelah bahu Hanin. Menyemangati.

Hanin menarik napas dalam. Dan mengembuskannya perlahan. Setelahnya ia tersenyum tipis.

"Makasih. Gue masuk dulu, Kak," pamit Hanin. Melangkah menuju gedung bertingkat dua tersebut.

Dafan masih berdiri. Menatap tubuh Hanin yang masih mengantri untuk melakukan pengecekan berkas-berkas di luar gedung.

Tak bisa ia pungkiri, Hanin tampak mempesona dengan kemeja putih lengan pendek, dan rok hitam selututnya. Rambutnya ia ikat rendah ke belakang. Sederhana, tetapi mampu membuat hati Dafan sedikit bergetar.

Setelah melihat Hanin masuk gedung, barulah Dafan pergi dari tempat itu.

***

Gila! Hanin sedang berkejaran dengan waktu yang berlari sangat cepat. Hitungan mundur yang tertera di layar pojok atas komputer seolah tidak mau menunggunya lebih lama lagi.

5 menit tersisa. Dan Hanin belum mengerjakan 9 soal lagi. Hanin menggulir layar menggunakan tetikus. Membaca cepat dan berpikir lebih cepat.

Namun, dibaca berulang kali pun, soal yang memiliki kesulitan tingkat tinggi tersebut tak bisa ia pecahkan. Rasanya Hanin ingin menangis, saat satu per satu calon mahasiswa terlihat sudah santai di tempatnya.

Hanin harus lebih fokus. Tiga menit lagi.

Tak mau menyia-nyiakan waktu, maka Hanin memilih untuk pasrah. Memilih jawaban yang tersisa dengan jawaban seadanya. A. B. C. D. Ia ambil secara acak.

Detik ke 00.00, bahu Hanin merosot. Dua jam yang melelahkan. Ia bangkit dari duduknya. Mengambil tas yang dikumpulkan di suatu tempat. Lalu keluar dari gedung itu.

***

Ia tengah duduk di bangku depan gedung. Otaknya masih berputar-putar pada soal tadi. Soal kelompok Saintek benar-benar sulit bukan main. Namun, bukan berarti soal Soshum juga mudah. Ia paham akan hal itu.

Mendadak, ia teringat seseorang. Dafan. Di mana cowok itu? Katanya akan menjemputnya lagi. Namun, sekarang malah belum terlihat batang hidungnya.

"Pfft! Gue capek! Pen cepet pulang!" gumamnya pada diri sendiri.

Lalu ia memutuskan untuk mencari nomor yang semalam menghubunginya. Memang Hanin belum menyimpan nomor Dafan. Setelah ketemu di history panggilan, Hanin langsung menekannya.

Dua kali tak ada jawaban dari cowok itu. Apa cowok itu sengaja meninggalkannya di sini? Supaya ia pulang sendiri?

Ia sudah akan memesan ojek online. Namun, entah mengapa, ia ingin berkeliling ke kampus ini sekali lagi. Sebelum besok ia akan pulang ke rumah.

Maka, ia meregangkan tubuhnya sejenak. Mengumpulkan energinya kembali. Lalu tangannya mencengkram tali tas punggung erat-erat. Berjalan bersama orang-orang yang juga sedang melihat-lihat.

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Where stories live. Discover now