Bagian 13

260 45 0
                                    

Selepas salat Subuh, Hanin melewati dapur yang menguarkan harum masakan mamanya.

Nasi goreng, tebak Hanin dalam hati.

Alih-alih kembali masuk kamar untuk melanjutkan tidurnya, Hanin tergerak menghampiri Mamanya lebih dulu. Masalah semalam masih menggantung. Ia harus menyelesaikannya pagi ini juga.

"Ma ...," panggil Hanin lembut.

Membuat Mama yang tengah mengaduk nasi gorengnya dengan lihai menolehkan muka.

"Iya? Gimana, Sayang? Masih ada yang sakit?"

Hanin mencebikkan bibir. Kekhawatiran Mamanya belum berkurang. Padahal sudah berkali-kali ia mengatakan tidak apa-apa.

"Udah nggak papa, kok, Ma. Palingan beberapa hari lagi perbannya udah bisa dilepas. Nggak perlu dipasang lagi setelah diganti."

"Kamu itu kalo dibilangin—"

"Iya, Ma. Hanin dengerin apa kata Mama, kok," sela Hanin cepat.

"Ma, harusnya Mama nggak marahin Kak Dafan kayak kemarin. Hanin jadi nggak enak."

Terlihat Mama menambahkan garam setelah mencicipi sedikit nasi yang hampir matang tersebut.

"Kak Dafan udah baik banget jagain Hanin di Semarang. Cuma emang Haninnya aja yang kurang hati-hati, Ma," ucap Hanin lagi memberi pembelaan pada Dafan.

"Kan dari awal Mama sendiri yang minta tolong ke Kak Dafan. Masak sekarang malah Mama yang marah-marah ke dia."

Terdengar suara cetekan kompor tanda api sudah dimatikan. Setelahnya Mama memindahkan nasi goreng dari wajan ke piring berukuran besar.

Hanin duduk di meja makan. Menunggu Mamanya merespon ucapan panjang lebarnya tadi.

"Setelah ini, anter nasi goreng ini ke Dafan. Bilangin juga ke dia, Mama minta maaf. Mama buru-buru soalnya."

Mama Hanin menyiapkan nasi goreng tersebut ke dalam rantang.

"Eh, Ma. Kok Hanin?"

"Kan Mama udah bilang. Mama buru-buru. Nanti setelah Mama pulang dari sekolah, Mama ketemu Dafan. Ya?"

Hanin yang justru dilanda bingung. Antar lega atau panik.

"Tapi nggak perlu kirim nasi goreng segala lah, Ma. Hanin malu, tahu!"

Mama Hanin menatap wajah anaknya gemas. Dijitaknya pelan kepala Hanin.

"Tadi mohon-mohon buat maafin Dafan. Sekarang malah begitu."

"Ya intinya Hanin cuma mau bilang, kalo Kak Dafan nggak salah. Gituuu."

"Ya udah. Mama kan juga mau bilang. Kalo Mama udah maafin Dafan dan sebagai permintaan maafnya, Mama minta tolong kamu anterin ini ke rumahnya," ujar Mama Hanin menirukan gaya bicara anaknya tadi. Disertai sodoran rantang yang masih terasa hangat di luarnya.

Hanin merengek. "Hanin belum mandi, Maaaa ...."

Kini Mamanya tertawa jenaka. "Halah! Kayak mau ketemu siapa aja, sih! Ga perlu mandi. Cuma ke depan doang, kan!"

Iya juga ya, pikir Hanin.

"Ya udah. Sana kasih sekarang aja. Mumpung masih panas."

"Masih petang, Ma. Kalo belum pada bangun gimana?"

"Jadi orang kok suudzon banget. Kebanyakan alasan. Udah sana."

***

Hanin memasuki pekarangan rumah Dafan dengan perlahan. Mengendap-endap. Seolah takut menimbulkan suara. Apalagi, matahari belum sepenuhnya terbit. Kalau ada yang melihat, pasti akan ada yang menyangka bahwa Hanin adalah maling.

Setelah menarik napas dalam satu kali, Hanin berhasil mengetuk pintu rumah Dafan.

Butuh beberapa waktu untuk orang di dalam sana menyahut dan membukakan pintu.

Tepat sekali yang membuka pintu adalah orang yang dicari Hanin.

"Hanin?" ujar Dafan setengah terkejut.

"Eh, iya, Kak Dafan."

"Ngapain pagi-pagi banget ke sini?"

"Ini ... Mama mau minta maaf atas perlakuannya kemarin. Terus karena Mama harus siap-siap ke sekolah pagi karena ada ngajar tambahan buat UN, akhirnya Hanin disuruh ngasih ini buat Kakak," ucap Hanin seraya menyerahkan rantang berisikan nasi goreng buatan mamanya tadi.

Dafan mengambil rantang alumunium tersebut.

"Harusnya nggak perlu repot-repot begini. Gue paham kok kenapa Mama lo bersikap begitu kemarin."

Hanin menautkan jemarinya. "Makasih ya, Kak. Lo rela ngelakuin semua itu. Lo juga nggak bilang ke Mama kalo gue ketemu Kak Azam kemaren."

Dafan tersenyum. Menatap lekat mata sendu Hanin.

"Santai aja."

Hanin seakan baru tersadar dengan penampilan rapi Dafan di pagi yang cukup awal ini.

"Ya udah. Hanin pulang dulu. Kayaknya Kak Dafan juga mau pergi."

"Gue mau ke Semarang lagi."

"Eh? Secepet itu?" tanya Hanin tak percaya.

Dafan hanya terkekeh kecil. "Udah biasa. Ada urusan di sana."

"Ya kalo ada urusan, kenapa kemarin malah nganterin Hanin. Harusnya Hanin pulang sendiri aja kemarin."

"Sekarang lo kok makin cerewet ya, Nin," goda Dafan yang membuat Hanin bungkam.

"Ya udah. Gue balik deh, Kak."

"Ehhh! Tunggu dong!"

Hanin menurutinya.

"Kapan pengumuman?"

"Dua minggu lagi."

"Oke. Gue bakal balik sebelum itu."

"Ngapain?"

"Cek pengumuman bareng-bareng."

"Gausah lahh! Gue bisa sendiri!"

"Ya gue maksa."

"Jangannn. Gue malu kalo hasilnya di luar dugaan!"

"Udah sana balik!" usir Dafan terang-terangan seraya membalikkan tubuh Hanin dengan satu tangan.

Senin, 14 Februari 2022

❤️❤️❤️❤️

Haishhhh!

Ga ngerti lagi sama kelakuan Dafan yang semena-mena.

Ya udah deh!

Tungguin aja bab berikutnya yaaww.

Tengkyuuuu!

Salam hangat,
IndAwsoka

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Where stories live. Discover now