Bagian 26

194 30 2
                                    

Dafan tiba di sebuah bangunan tua yang terbengkalai. Letaknya di ujung sebuah gang. Suasananya pun sangat sepi. Jauh dari pemukiman warga. Dekat dengan pabrik-pabrik yang sedang beroperasi. Bangunan tua ini mungkin dulunya salah satu pabrik juga. Entahlah, fokus Dafan bukan itu untuk saat ini. Keselamatan Hanin lebih penting dari apapun.

Dafan membuka pintu lebar-lebar. Ruangan yang cukup luas itu terlihat kosong. Gelap. Penerangan hanya dari cahaya yang menelusup dari celah-celah yang ada.

Dengan tangan kosong, Dafan menapakkan kaki ke dalamnya. Seorang diri. Sesuai dengan permintaan sang pengirim pesan tadi.

"KELUAR LO! JANGAN BERANINYA SAMA CEWEK! BANCI LO!" Suara lantang Dafan menggelegar di ruangan yang lengang itu.

Dafan terus melangkah masuk. Mencari keberadaan sang pelaku. Hingga suara tepukan tangan membahana di penjuru ruangan itu.

Dafan menghentikan langkahnya. Seseorang muncul dari pintu yang baru saja ia lewati tadi. Dengan seorang gadis yang pergelangan tangannya diikat menggunakan tali. Mulut ditutupi lakban hitam. Dafan yang melihatnya geram bukan main! Urat-urat di lehernya terlihat mengerikan.

"Lepasin Hanin!"

Nio menyeringai lebar. "Insting gue tepat! Cewek ini yang menjadi kelemahan lo!"

"LEPASIN HANIN!" ulang Dafan dengan nada lebih tinggi.

Dafan maju satu langkah. Nio mengangkat tangan, memperingatkan Dafan agar diam di tempat. "Sekali lo maju, gue nggak akan segan-segan buat sakitin cewek lo ini!"

"Apa mau lo?" tanya Dafan berusaha bernegosiasi dengan bajingan itu.

"Lo serahin diri lo ke gue. Untuk gue bales perlakuan lo waktu itu!"

Hanin yang mendengarnya makin memberontak. Mengisyaratkan agar Dafan tak melakukan itu. Meski Hanin tak paham betul apa maksud Nio, tetapi gadis itu tahu, bahwa Dafan akan berada dalam bahaya.

Dafan yang melihat Hanin menangis deras, merasa terpelintir jantungnya. Tidak pernah ia merasa sesakit ini melihat orang lain disakiti. Ia harus segera membebaskan Hanin dari keparat ini! Harus!

"Lepasin dia. Lawan gue kalo berani!" tantang Dafan lagi.

Nio menarik rambut Hanin ke belakang. Sebagai peringatan pada Dafan, bahwa ia bisa melakukan hal yang lebih dari ini.

Dafan mengepalkan jemarinya erat-erat. Tak ada gunanya bernegosiasi dengan orang yang sudah diselimuti rasa benci. Tak ada cara lain selain menyerahkan diri.

"Fine! Lakuin apa yang lo mau lakuin ke gue!" pasrah Dafan yang berlutut di tempat. Bersiap menerima balas dendam Nio.

Nio yang mendapat santapan segar, tak menyia-nyiakan waktu lagi. Rencananya berhasil. Mangsanya sudah masuk dalam perangkap.

Jarak Dafan dan Nio sudah dekat. Dafan menunduk lemah.

Perut Dafan menjadi sasaran pertama Nio. Menggunakan lututnya, Nio menendang perut Dafan keras. Hingga cowok itu tersungkur di lantai. Dafan meringis kesakitan.

Pukulan berikutnya mendarat di area wajah. Pipi kanan. Kiri. Dan yang terakhir adalah kepala. Hingga Dafan tak sadarkan diri. Barulah Nio berhenti.

Dengan tawa puas, Nio kembali menghampiri Hanin. Bukan untuk membuka tali atau lakbannya. Namun hanya untuk melewatinya begitu saja. Meninggalkan dua manusia tak berdaya di dalam sana.

Hanin mendekati Dafan dengan tangis yang makin menjadi-jadi. Ia terus berusaha membuka ikatannya sendiri. Namun, tetap tidak bisa. Ia ikut bersimpuh di sebelah Dafan yang masih sesekali mengeluarkan ringisannya.

Lo harus bertahan, Kak! ucap Hanin dalam hati.

Rupanya, setelah kepergian iblis tadi, Tuhan masih berbaik hati mengirimkan manusia untuk menolongnya. Yaitu Azam dan juga ... Madya?

Madya membuka lakban yang menjadi penyebab Hanin tak dapat berbicara sejak tadi. Sementara Azam memutus tali yang mengikat kedua pergelangan tangan Hanin. Setelahnya, Azam dibantu Madya, berusaha memapah Dafan menuju mobil Azam. Hanin yang masih berusaha mengembalikan tenaga, hanya bisa membantu membukakan pintu mobil untuk Dafan.

Mereka melaju menuju rumah sakit terdekat. Dafan tertidur dengan kepala bertumpu pada paha Hanin, di kursi belakang. Sementara Madya, bersedia membawa motor milik Oka, yang tadi dipakai Dafan, menuju kosannya.

Berkali-kali Hanin membisikkan ucapan menguatkan. Mengusap pelan rambut dan dahi Dafan. Menatap darah yang keluar di sudut bibir dan pelipis cowok itu. Air mata masih belum bisa berhenti dari gadis tersebut

"Please, bertahan demi gue, Kak!" bisik Hanin sekali lagi.

***

Hanin tak berhenti mondar-mandir di depan pintu ruangan Instalasi Gawat Darurat. Sudah satu jam lamanya Dafan berada di dalam. Apakah separah itu luka yang disebabkan oleh Nio tadi?

Azam yang tadi pamit ke kantin rumah sakit, datang dengan dua kopi di tangannya. Menyerahkan salah satunya pada Hanin. Tak diindahkan sama sekali pemberian itu. Tangan Azam bahkan hanya mengambang di udara.

"Dafan baik-baik aja," Azam berusaha menenangkan untuk ke sekian kalinya.

"Untuk apa yang kamu lihat kemarin—"

"Bukan urusan gue kok itu," potong Hanin cepat.

Azam terkesiap. Untuk pertama kalinya mendengar nada dingin Hanin. Bahkan gadis itu mengubah panggilan mereka menjadi Lo-gue. Tidak lagi aku-kamu.

"Aku minta maaf, Nin ...."

"Nggak ada yang perlu dimaafin. Karena sejak awal, memang gue yang salah. Berharap lebih sama orang yang hanya nganggap gue adik."

"Aku nggak tahu kalo kamu suka sama aku!" bantah Azam membela diri.

Hanin tersenyum kecut. Mustahil!

"Nggak tahu, atau menyangkal semuanya?" tanya Hanin tajam.

Ia tak mau membahas masalah ini lebih jauh lagi. Saat ini, fokusnya hanya pada kondisi Dafan. Maka, demi meredam emosinya yang sempat membuncah, Hanin meninggalkan Azam di tempat. Menuju toilet. Tanpa mengucap kata pamit.

Minggu, 27 Februari 2022

❤️❤️❤️❤️

Ya ampun, Dafan😭

Kasian banget kamu, Nak. Udah jadi sad boiii. Sekarang mempertaruhkan nyawa demi Hanin🙂

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Where stories live. Discover now