Bagian 43

560 25 4
                                    

Hanin tidak bisa mengelak, ketika selepas ziarah ke makam Namira sore tadi, orang tua Dafan mengajaknya untuk makan malam bersama mereka. Katanya, guna menghangatkan kembali hubungan keluarga yang renggang selama bertahun-tahun tersebut.

Selepas mampir Masjid untuk menunaikan salat Magrib tadi, mereka berangkat menuju sebuah restoran ikan bakar yang tak jauh dari rumah. Hanin tetap memilih membonceng Dafan saja, ketika ditawari untuk ikut bersama orang tua Dafan naik mobil.

Mereka tiba hampir di waktu yang bersamaan. Lalu memasuki restoran tersebut. Memilih meja lesehan. Dan memesan menu yang sama. Ikan bakar dengan nasi hangat dan es teh manis.

Hanin duduk di sebelah Dafan. Berhadapan dengan Mamanya Dafan.

"Jadi kalian pacaran?" tanya Mama Dafan membuka obrolan.

Hanin terbelalak kaget mendengarnya. Jemarinya bertautan di bawah meja. Sementara Dafan hanya terkekeh kecil.

"Maunya gitu, Ma...," balas Dafan. Nadanya seolah sedang mengadu kepada ibunya bahwa ia sedang memperjuangkan tetangga depan rumahnya ini.

"Jadi belum?"

Dafan menoleh ke arah Hanin. Gadis itu tersenyum getir. Terlihat sekali kekikukan di diri Hanin.

"Masih proses, Ma. Tenang aja...," balas Dafan enteng.

"Oh, iya, Ma. Besok Tante Ochi nikah, 'kan?"

Dafan tidak ingin membuat Hanin merasa tak nyaman. Oleh karena itu, ia harus segera mengubah topik ini.

"Iya. Dateng juga ya kamu."

"Iya, dateng kok, Ma."

"Hanin ikut aja sekalian...," sahut Papa Dafan tiba-tiba.

Dafan menjentikkan jemarinya kencang. Tampak setuju dengan usulan Papanya tersebut.

Hanin buru-buru menggeleng. "Ehm, enggak usah, Om. Hanin malu, hehe...."

"Lho, malu kenapa? Nggak papa. Mau ya, Nak?" bujuk Mama Dafan penuh permohonan.

Hanin menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia enggan, tapi tidak menemukan alasan lain. Tidak mungkin juga ia membohongi orang tua, Dafan.

"I-iya, Tante. Insyaallah Hanin ikut besok...."

Setelahnya, pesanan mereka datang. Di sela-sela acara makan tersebut, obrolan mengalir dari berbagai topik. Dafan merasakan kebahagiaan yang membuncah. Ia tidak menyangka bahwa akan merasakan kehangatan keluarga seperti sekarang ini. Apalagi, dilengkapi oleh kehadiran Hanin di sisinya. Rasanya, ia ingin menghentikan waktu. Agar ia bisa terus berada di momen ini.

Hanin pun demikian. Jujur, ia rindu dengan keluarganya yang lengkap. Melihat Dafan akrab dengan orang tuanya, membawa memori masa kecilnya muncul ke permukaan. Meski Hanin sudah mulai berdamai dengan Papanya, tetapi hal seperti ini belum bisa terjadi lagi. Entah akan terjadi kapan. Sekarang Hanin harus mengesampingkan itu dulu. Yang pasti, ia turut bahagia malam ini.

***

Sesuai ajakan keluarga Dafan kemarin, malam ini Hanin sudah bersiap untuk menghadiri pernikahan tantenya Dafan. Ia mengenakan gaun berwarna cokelat keemasan selutut. Panjang lengannya tiga per empat. Dan memakai flat shoes hitam andalannya. Kali ini rambutnya disanggul ke atas. Meninggalkan anak rambut yang jatuh di kanan-kirinya.

Lain halnya dari biasanya, Dafan tidak membawa motor. Papa Dafan menyuruh untuk bareng saja naik mobil. Bahkan Mama Dafan meminta Hena ikut juga. Namun, Hena menolak dengan halus. Biar anaknya saja.

Dafan duduk di kursi penumpang bersama Hanin. Pakaiannya cukup simpel. Kemeja kotak-kotak dengan lengan yang ditekuk hingga siku. Dipadukan dengan celana jeans hitam dan sneakers hitamnya. Meski tidak mengenakan jas seperti papanya, tetapi pesona Dafan tidak bisa disepelekan.

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Where stories live. Discover now