Bagian 41

280 23 3
                                    

Nekat! Dafan benar-benar tipe cowok yang tak gentar dengan situasi apapun. Beberapa hari yang lalu sudah diperingatkan oleh Mama Hanin untuk tak menemui putrinya lagi. Namun kini, cowok tersebut seolah menantang Hena dengan cara mengajak Hanin keluar.

Hanin tidak berani menceritakan perdamaiannya dengan Dafan siang tadi, pada Mamanya. Apalagi jika Mamanya tahu bahwa alasan ia memaafkan Dafan adalah ketika mengetahui bahwa Lena adalah sepupu Dafan. Sudah pasti Mamanya itu akan berpikir macam-macam terhadapnya.

Namun, Dafan benar-benar tidak bisa diajak kerjasama. Sudah diberitahu melalui chat, untuk jangan bertemu dengan Mamanya terlebih dahulu, kini malah bertamu seolah sebelumnya tak terjadi apa-apa.

Layaknya sedang di ruang sidang, Dafan dan Hanin duduk di ruang tamu. Menunggu Hena menginterogasi mereka berdua.

"Kenapa kamu maafin Dafan gitu aja?"

Pertanyaan pertama tertuju kepada anaknya sendiri. Membuat Hanin gelagapan di tempatnya duduk.

"I-itu karena Kak Dafan udah minta maaf," jawab Hanin tergeragap.

"Semudah itu kamu maafin dia?!" Hena menunjuk cowok yang duduk di depannya.

"Maaf, Tante ... Jadi begini—"

"—jangan potong ucapan saya!" geram Hena pada Dafan.

Dafan mengunci kembali mulutnya rapat-rapat. Menunggu Hena melanjutkan ceramahnya.

"Apa yang ada di pikiran kamu, Hanin? Coba jelasin ke Mama sedetail-detailnya!"

Huft! Hanin mengembuskan napas kasar. Jika sudah begini, ia tak mungkin dapat menyembunyikan apa pun lagi.

"Waktu itu Kak Dafan ngajak Hanin main di Timezone. Selesai main, pas kita mau pulang, dia dapet telfon. Hanin nggak tahu dari siapa, tapi waktu itu Hanin denger Kak Dafan nyebut nama Lena. Setelah itu, Kak Dafan ninggalin Hanin di Mall."

"Siapa Lena?" sela Hena di tengah cerita.

"Sebentar, Ma. Biar jelas, kata Mama," sahut Hanin sembari menenangkan diri. "Hanin marah ke Kak Dafan, karena bisa-bisanya dia ninggalin Hanin tanpa penjelasan, demi si Lena itu. Apalagi itu tepat di hari ulang tahun Hanin. Hanin nggak berani cerita tentang Lena ke Mama. Karena pada waktu itu, Hanin juga nggak tahu Lena ini siapa."

"Terus, tadi, Kak Dafan berhasil ngasih penjelasan ke Hanin. Ternyata Lena itu sepupunya. Katanya malem itu, Lena jatuh dari motor. Makanya Kak Dafan panik dan ninggalin Hanin gitu aja."

Hena menatap lekat manik Dafan yang juga tengah menatapnya penuh rasa bersalah.

"Maaf, Tante, karena udah bikin kacau hari ulang tahun Hanin kemarin," ucap Dafan sungguh-sungguh.

Hena mengambil oksigen sebanyak mungkin. Meredakan emosi yang sempat menguasainya. Lalu mengembuskannya pelan-pelan.

"Kalian saling suka?" tembak Hena tiba-tiba.

Dua insan lain yang mendengar ucapan tersebut terlonjak di tempat. Bagai mendengar petir di siang bolong. Pertanyaan to the point yang benar-benar tanpa basa-basi.

"Jawab Hanin!"

"Enggak tahu, Ma," cicit Hanin lirih.

"Kamu Dafan!" Hena beralih menyuruh Dafan menjawab pertanyaannya semula.

"Iya, Tante. Hanin udah berhasil bikin Dafan jatuh hati. Dan Hanin udah tahu itu," jawab Dafan penuh keyakinan.

Hena menaikkan satu alisnya. Melipat tangan di depan dada. "Apa yang membuat kamu berani mencintai putri saya?"

Dafan tersenyum menatap Hanin yang justru ketakutan di tempat. Setelahnya menjawab pertanyaan bernada intimidasi tersebut.

"Ketika orang lain akan menjawab dengan 'cinta tak butuh alasan', saya tidak demikian, Tan. Saya punya alasan yang kuat mengapa saya jatuh cinta pada Hanin."

Dafan menjeda ucapannya. Bergantian menatap Hanin dan Mamanya yang duduk bersebelahan.

"Saya melihat ketulusan yang begitu besar dalam diri Hanin. Dengan Hanin menuruti ucapan Tante untuk terus berada di rumah, itu adalah salah satu pengorbanan terbesar yang Dafan ketahui. Hanin pernah bilang, bahwa ia harus menahan keinginannya untuk menjadi remaja seutuhnya. Ketika remaja lain dapat mengenal dunia secara langsung, Hanin tidak. Ia hanya mengenalnya melalui TV dan YouTube," Dafan menelan ludahnya sekali.

"Masih banyak hal menakjubkan lain dari diri Hanin. Pasti Tante sebagai Ibu juga mengetahui hal itu."

Sejenak Hena dan Hanin saling bertatapan. Kedua mata tersebut memancarkan keharuan yang begitu besar.

"Dafan punya alasan terkuat lainnya, Tan," ucap Dafan meminta perhatian mereka lagi.

"Itu karena Hanin adalah orang yang sama sejak kami bertemu belasan tahun yang lalu."

***

Di tengah suasana haru yang tercipta dari ucapan-ucapan Dafan tadi, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah Hanin. Pintu depan yang memang terbuka lebar, menampilkan dua orang keluar dari sisi yang berbeda.

Keduanya mendekati rumah Hanin. Pagar yang sudah terbuka memudahkan mereka untuk langsung masuk begitu saja. Hena, Hanin dan Dafan sontak berdiri begitu tamu tersebut tiba di ambang pintu.

Hena berjalan ke arah pintu. Mempersilakan dua tamunya masuk.

"Nak ...," panggil salah seorang tamu tersebut. Sebelah tangannya terulur, seolah hendak meraih Hanin ke dalam pelukan.

Sejak Dafan mengungkapkan perasaannya di depan Mamanya tadi, Hanin sudah mati-matian menahan air mata yang berdesakan di pelupuk mata. Namun, semesta seolah kompak meminta Hanin berderai air mata malam ini. Dua tamu tak diharapkan datang melengkapi keharuannya.

Hanin hendak bangkit. Melarikan diri ke luar atau bersembunyi di dalam kamar. Namun, seseorang mencegah pergerakannya.

"Ikuti kata hati lo, Nin. Udah saatnya lo berdamai dengan semua ini. Udah saatnya lo berani mengakui perasaan lo. Gue tahu lo kangen sama Papa lo, sejak kita di kafe Semarang waktu itu," ucap Dafan meyakinkan Hanin. Menggenggam satu jemari Hanin erat.

Air mata Hanin luruh juga. Deras. Membanjiri kedua pipi. Hanin kembali duduk di tempatnya. Menutupi kedua mukanya menggunakan tangan.

Hingga seseorang memeluknya ke dalam rengkuhan. Pelukan hangat yang sudah bertahun-tahun Hanin rindukan. Aroma parfum ini bahkan masih terekam jelas di ingatan. Hanin menangis sejadi-jadinya di pelukan Papanya. Kecupan bertubi-tubi yang mendarat di puncak kepala Hanin juga dapat gadis itu rasakan.

Malam ini, adalah malam yang sangat berarti bagi Hanin. Ia mampu berdamai dengan keadaan di waktu yang bersamaan. Ya, meski belum sepenuhnya, tetapi Hanin akan mencobanya pelan-pelan.

Senin, 14 Maret 2022

❤️❤️❤️❤️

Aku beneran nangis waktu nulis ini!

Yang pertama, karena udah lewat jam 9 malem, tapi aku belum nulis satu kata pun buat di post, haha!

Yang kedua ya karena adegan ini beneran bikin baper huhu!

Kira-kira, ini udah masuk ending belum sih?

Udah ya?

Atau harus dilanjut lagi?

Ehhhh! Nggak tahu dehhh! Kabur dulu aja, haha!

Salam hangat,
IndAwsoka

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Where stories live. Discover now