Bagian 33

201 21 3
                                    

Malam ini, Hanin sudah bersiap dengan pakaian keluar seperti biasanya. Ia memilih mengikat rendah rambutnya, supaya tidak tertiup angin.

Siang tadi, Hanin memberanikan diri untuk mengajak Dafan keluar. Aneh, bukan? Biasanya, bahkan Dafanlah yang harus memaksa gadis itu untuk keluar. Namun, kali ini sungguh di luar dugaan.

Tentunya, sebelum mengajak Dafan, Hanin sudah lebih dulu meminta izin pada mamanya. Hanin berdalih, "Mau gantian traktir Kak Dafan makan. Soalnya selama ini dia mulu yang ngelakuin itu ke Hanin."

Mama Hanin yang memang sudah sepenuhnya percaya pada Dafan, mengizinkan. Dengan kegembiraan yang membuncah, Hanin segera menelfon Dafan. Memberitahunya bahwa Hanin meminta diantar ke suatu tempat.

Kini, Hanin sudah berada di latar rumahnya. Menunggu Dafan keluar dari rumah. Tak sampai lima menit, cowok itu keluar. Lalu mengeluarkan motornya juga dari garasi rumahnya.

Hanin menghampiri Dafan riang. Namun, berbanding terbalik dengan raut cowok itu yang terlihat kuyu.

"Eh, lo kenapa, Kak? Ngantuk?"

Dafan berdecak. Memakai helmnya seraya naik ke atas motor.

"Lo mau minta dianter ke mana?"

Hanin mengernyitkan dahi. "Kalo lo ngantuk, ya nggak usah aja, nggak papa."

"Gue trauma dimintai tolong sama lo. Ntar gue malah disuruh jadi obat nyamuk kayak waktu disuruh nganterin lo ke rumah Azam!" keluh Dafan sebal.

Hanin tertawa dengan ucapan Dafan. Jadi itu masalahnya!

"Tenang aja. Gue ngajak lo malem ini buat gantian traktir lo kok, Kak."

Dafan menatap Hanin yang masih tersenyum geli.

"Beneran ga ngajak gue ke rumah cowok lo lagi?" sindir Dafan.

"Kalo ngeledek nggak usah gitu juga! Gue nggak punya pacar kali!" sahut Hanin ikutan sebal dengan respon Dafan.

Seperti suasana hati mereka saling bertukar, kini justru Dafan yang tersenyum penuh kemenangan.

"Lo yakin mau traktir gue?" tanya Dafan tak percaya.

"Yakin lah! Kan selama ini lo terus yang bayarin gue!"

"Tapi gue makannya banyak. Yakin?"

"Ya gapapa," ujar Hanin mulai menciut. Satu tangannya meraba-raba tas selempang kecil yang tergantung di depannya. Menerka-nerka apakah uang yang ia bawa akan cukup atau tidak.

Melihat gelagat Hanin yang seperti itu, Dafan makin tersenyum puas. Makin bersemangat juga untuk mengerjai Hanin malam ini.

"Oke! Ayok! Gue akan bawa lo ke restoran yang mahal! Udah lama gue nggak makan makanan enak," ucap Dafan dengan semangat membumbung tinggi. Bahkan ia sudah menaikkan standar motornya.

Hanin memegang bahu Dafan untuk naik ke boncengan motor. Lalu, ia menyempatkan diri untuk berucap, "Kita nggak mau makan nasi goreng atau mi rebus aja?"

***

Sepanjang perjalanan, keduanya tak kehabisan topik untuk mengobrol. Keduanya mengomentari setiap apa yang dilihat di jalan. Dimulai dari Dafan yang menggoda Hanin ketika melewati orang yang membonceng motor, tengah memeluk pinggang si pengendara. Hingga mendebatkan kucing yang dilihat di pinggir jalan adalah betina atau jantan. Serandom itu. Namun, terasa sangat bermakna bagi keduanya.

Kini, Dafan benar-benar melajukan motornya ke sebuah restoran all you can eat. Hanin meneguk ludahnya kasar ketika Dafan menepikan motor hendak memasuki parkiran restoran. Ketika motor sudah berjalan sangat pelan, justru Dafan kembali menaikkan kecepatan gasnya. Membuat Hanin tertarik ke belakang, hampir terjengkang. Beruntungnya dengan segera ia mencengkeram jaket Dafan dan melingkari perut cowok itu.

Di antara keriuhan jalanan, terdengar tawa Dafan yang amat menjengkelkan. Hanin buru-buru melepas pelukannya. Menabok keras bahu kanan Dafan. Membuat cowok itu mengaduh kesakitan.

"Pasti tadi lo mikirnya kita beneran mau makan di sana ya?" ledek Dafan masih dengan tawa yang tersisa.

"Ya gapapa juga kalo mau ke sana," ucap Hanin menantang.

"Beneran nih? Kita puter balik?"

Hanin memelototi punggung Dafan. Berharap tatapan tajamnya dapat menghunus sungguhan punggung di depannya ini.

"Enggak mau meluk lagi?" tanya Dafan dengan mengeraskan suaranya. Berniat membuat Hanin makin kesal dan malu.

Tangan kanan Hanin tidak tahan untuk tidak memukul bahu kiri Dafan. Bahu yang belum merasakan pukulan dahsyat sebelumnya. Dan, terealisasi juga keinginan itu. Namun, kini Dafan justru tertawa makin terbahak-bahak.

Hanin tidak sadar, sudah berada di sebuah alun-alun kota. Kondisi malam ini cukup ramai. Dafan mengajak Hanin ke warung seblak.

"Lo suka seblak, 'kan?" tanya Dafan sebelum memasuki warung lesehan tersebut.

Hanin hanya mengangguk. Masih kesal dengan kelakuan Dafan di jalan tadi.

"Jangan ngambek mulu dong. Tadi aja waktu di rumah seneng banget mau ngajak gue jalan. Giliran di sini, guenya malah dicuekin gini."

"Heh! Nggak gitu ya maksudnya! Gue nggak ngajak lo jalan! Gue mau bales budi aja ke lo. Paham ga sih?" ucap Hanin dengan nada geram.

"Iya. Paham. Lo kangen diajakin jalan sama gue. Ya, kan?" Dafan menaik-turunkan alisnya.

"Terserah!"

Dafan memesan dua seblak. Satu porsi seblak pedas untuknya, satu lagi pedasnya hanya sedang saja untuk Hanin seorang.

"Kata Oka, mood cewek bakal berubah baik, kalo dibeliin seblak. Nah, malem ini gue mau buktiin sendiri ucapan Oka waktu itu."

"Kalo gue masih tetep sebel sama lo gimana?"

"Ya itu artinya lo bukan cewek!" celetuk Dafan tanpa pikir panjang. Tawa kencangnya menarik perhatian beberapa pembeli di warung seblak tersebut.

Dafan tetaplah Dafan! Setelah kemarin menampilkan sisi lemahnya, kini ia kembali dengan sisi menyebalkannya. Namun, meskipun begitu, Hanin cukup lega. Karena rupanya Dafan sudah tidak sedih lagi. Meski akhirnya Hanin yang kewalahan sendiri menghadapi sikap menyebalkan Dafan!

Minggu, 6 Maret 2022

❤️❤️❤️❤️

Dafan emang bener-bener yakkk-_-

Dahlah capek!

Hanin kudu lebih sabar ngadepin keisengan Dafan😘

Salam hangat,
IndAwsoka

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang