Bagian 27

233 32 8
                                    

Setelah dokter mengatakan bahwa luka Dafan sudah diatasi, Hanin diperbolehkan masuk. Gadis itu berjalan mendekati ranjang dengan tubuh bergetar. Hanin menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, Dafan terpejam dengan plester membalut di sana-sini.

Ia merasa terharu sekaligus bersalah atas insiden ini. Baru kali ini, ada yang rela mati demi menyelamatkan nyawanya. Betapa bodohnya ia yang tak mengindahkan peringatan Dafan kemarin. Atas dasar balas budi, Hanin justru berutang budi pada orang lain.

Hanin merasa bodoh! Azam yang sudah dikenal lama pun, tega menyakitinya dengan cara yang sama sekali tak ia duga sebelumnya. Pun sama dengan ayahnya, yang lebih memilih wanita lain, demi anak dan istrinya. Orang sedekat mereka saja mampu melakukan hal semacam itu. Apalagi Nio, orang yang dikenalnya beberapa kali saja. Ia tertipu dengan bantuan yang Nio berikan! Benar-benar terperdaya!

Satu isakan muncul. Membuat Dafan membuka mata. Sadar dirinya tidak sendirian lagi di ruangan ini.

"Hei ...." sapa Dafan lirih. Tersenyum pada Hanin yang kini baik-baik saja.

Hanin tak tahan untuk tidak memeluk cowok itu. Dengan tangis yang makin berjatuhan banyak, Hanin menerjang tubuh ringkih tersebut. Kepala Hanin berada di dada Dafan.

"Kenapa lo ngelakuin hal membahayakan kayak tadi, Kak! Kenapa lo nggak biarin gue aja yang jadi sasaran Nio! Karena ini semua salah gue!" kata Hanin seraya memukul dada Dafan secara tak sadar.

Dafan mengaduh kesakitan. Hanin menarik diri dari tubuh Dafan. Meminta maaf karena terbawa emosi yang masih membumbung tinggi.

"Gue lagi sakit gini, masih aja lo sakitin, Nin," ucap Dafan dengan kepiluan yang dibuat-buat.

Hanin merasa makin tak enak hati.

Dafan terkekeh geli melihat raut cemas itu. Membuat Dafan mencubit sebelah pipi Hanin gemas.

"Udah.... Yang penting lo aman sekarang. Gue jamin Nio nggak akan ganggu lo lagi!"

"Ya tapi kan bisa pakai cara lain! Nggak harus dengan pasrah kayak tadi!"

Dafan menarik sebelah tangan Hanin untuk ditempelkan pada dadanya.

"Gue tahu betul Nio orangnya gimana. Dia nggak akan puas, sebelum apa yang diinginkannya tercapai. Sekarang gue udah baik-baik aja," ujar Dafan meyakinkan.

"Gue nggak butuh obat apa pun, Nin. Yang gue butuhin cuma lo."

Sudut mata Hanin mulai berair lagi mendengarnya.

***

Dafan diperbolehkan rawat jalan. Lukanya yang tidak terlalu parah, dapat diobati seorang diri. Dengan menggunakan taksi, Hanin dan Dafan meninggalkan rumah sakit.

Azam yang memang menunggui sejak awal, harus pulang dengan tangan kosong, karena tidak berhasil membujuk Hanin untuk memaafkannya. Pun dengan tawaran untuk mengantarkan Dafan kembali ke kontrakan, tak dihiraukan sama sekali.

Di dalam taksi, Dafan dan Hanin berdebat tentang tempat tujuan mereka. Kos Hanin. Atau kontrakan Dafan. Masing-masing dari mereka keras kepala ingin mengantarkan satu sama lain.

"Plis lah, Nin. Ke kos lo dulu. Baru gue dianter sama bapaknya ke kontrakan gue! Ya, kan, Pak?"

"Jangan, Pak, anterin yang lagi sakit dulu aja! Nanti baru Bapak mengantar saya," sahut Hanin cepat.

Sopir itu kebingungan sendiri. Namun, masih terus melajukan mobil sesuai alamat yang diucapkan. Ketika hendak sampai di gang, Bapak itu menepi di pinggir jalan.

"Jadinya gimana ini?"

"Ke kos dia aja, Pak!"

"Kontrakan orang yang lagi sakit aja, Pak!"

Dua manusia itu mengucapkan kalimat tersebut secara bersamaan. Membuat sopir taksi makin dilanda kebingungan.

"Kalian suit aja deh!" putus sang sopir pada akhirnya. Menoleh ke belakang untuk menjadi saksi perdebatan tersebut.

"Nah, gue menang! Fix ke kontrakan dia dulu, Pak!"

Baiklah! Sopir tersebut memenuhi ucapan Hanin. Dengan arahan Dafan.

Sesampainya di kontrakan, Hanin meminta sopir taksi tersebut untuk membantu memapah Dafan berjalan memasuki kontrakan.

"Okaaaa! Bukain pintu woii!" teriak Dafan kencang tepat di depan pintu.

Oka dengan penampilan khas bangun tidurnya, keluar dengan mengenakan kaus hitam dipadu bokser senada.

"Heh?! Lo kenapaaa?!"

"Ceritanya panjang! Sana anter Hanin sampe kos dulu! Sekalian ambil motor lo, yang dibawa temen kos dia!" perintah Dafan tegas.

"Eh, nggak usah! Urusan motor ntar gue anterin ke sini aja!" larang Hanin cepat.

Dafan membantah ide tersebut. Oka terpaksa menuruti ucapan Dafan. Demi agar motornya kembali.

***

Selama perjalanan menuju kos Hanin yang memang tak jauh, Oka meminta penjelasan singkat dari Hanin. Hanin masih dengan perasaan bersalahnya, menceritakan insiden mengerikan tadi.

Hingga keduanya tiba di tempat tujuan. Turun dari taksi. Oka menahan Hanin di depan gerbang kos terlebih dahulu.

"Nio dulu pernah satu kontrakan sama kami," ucap Oka geram.

"Hah? Serius? Kok bisa?"

"Iya. Awal semester, kami ngontrak berlima. Tapi, belum ada setengah tahun, pertemanan kami diuji di tengah jalan. Masalah klise. Nio suka sama cewek. Tapi cewek itu suka Dafan. Lo nggak perlu tahu siapa cewek itu. Karena sekarang mereka udah jalan sendiri-sendiri."

Hanin yang dijejali informasi baru itu masih mencerna dengan baik penjelasan dari Oka tadi.

"Mereka pernah berantem hebat? Sampai-sampai Nio bales dendam kayak tadi?"

"Ya, pernah."

Hanin mendesah. Seperti salah masuk lingkaran yang merumitkan ini.

"Gue udah kenal Dafan satu setengah tahun. Bukan waktu yang sebentar untuk tahu kalo dia lagi jatuh cinta."

Hanin mengernyit. Mau lari ke mana topik yang satu ini?

"Maksudnya?"

"Nanti lo akan tahu sendiri."

Oka bergegas memerintah Hanin untuk menemui Madya. Mengambil kunci motor Oka. Kemudian lelaki itu pulang ke kontrakan lagi.

Senin, 28 Februari 2022

❤️❤️❤️❤️

Tanggal terakhir di bulan Februari.

Mau mengucapkan apa untuk Hanin dan Dafan?

Atau ada kata-kata untuk tokoh lain?

Terima kasih, untuk yang sudah memberikan dukungan cerita ini hingga di bagian 27 ini.❤️

Salam hangat,
IndAwsoka

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang