Chapter 03 • Prik Human

21 5 0
                                    

Langkah kaki Ocha bergerak menuju rak buku yang ditandai dengan petunjuk bertuliskan Astronomy.

Matanya mencari salah satu buku yang ia cari. Ocha akui, perpustakaan sekolahnya cukup menyediakan daftar buku yang lengkap. Mulai dari buku science sampai buku fantasi seperti karya J.K. Rowling atau penulis terkenal lainnya bahkan buku-buku terjemahan dari luar negeri.

Jarinya berhenti dan menarik sebuah buku bersampul putih dengan judul besar bertuliskan 'KOSMOLOGI'. Setelahnya, Ocha juga menarik beberapa buku lain dengan tema yang tidak jauh dari astronomi.

Avosha menyukai astronomi. Baginya, astronomi merupakan ilmu yang tidak ada habisnya jika dibahas, bahkan masih banyak fakta tersembunyi dari sekian banyak yang sudah terungkap.

Menarik dan mengagumkan.

Seberapa besar rahasia di dalamnya? Apa manusia boleh mengetahuinya? Apakah jika kita mengetahui lebih jauh sama saja kita menambah hukum paradoks? Apakah kapasitas otak manusia juga mampu untuk mencerna dan menelaahnya?

Terkadang otak kecilnya memikirkan hal random sejauh itu.

Gadis itu kembali melangkahkan kaki ke sudut ruangan paling belakang sekaligus dekat jendela. Meletakan bukunya di sana dan mulai membacanya dalam hening.

Sayangnya, baru sampai 10 menit fokusnya mulai terganggu dengan tatapan menggelikan yang terang-terangan terus tertuju padanya.

Ocha menghela dan menatap Luna yang berada di hadapannya. Sedari tadi gadis itu terus membuntutinya dengan mata berbinar dan senyum meledek sampai membuat Ocha jengah sendiri.

"Apa?" Tanya Luna saat menyadari Ocha mulai terusik. Tapi dia bersikap seolah-olah tidak tahu. "Gue kan diem aja dari tadi. Bersuara aja enggak. Gak usah sok ngerasa terganggu deh," Katanya lalu kembali tersenyum menjengkelkan.

Ocha memejamkan mata sebentar lalu kembali memilih fokus pada bukunya.

"Pfttt!"

Sebuah suara kembali terdengar. Luna langsung menutup mulutnya tanpa rasa bersalah.

"Ups. Sorry ya. Lanjutin lanjutin. Jangan peduliin gue," Tambahnya menjelaskan tanpa diminta.

Baru lima menit berselang, sebuah suara kembali terdengar. "Gak gue nyangka si patung es bisa bareng aligator,"

"Apa gue salah liat ya? Tapi terakhir gue cek mata, belum minus perasaan. Mata gue masih normal, berarti yang gue liat asli dong tanpa rekayasa?" Cerita Luna pada dirinya sendiri. "Dah gitu mana pake pegangan tangan lagi."

Luna melirik sosok di depannya yang masih mempertahankan sikap acuh.

"Jadi alasan keluar kelas tadi tanpa ngajak gue tuh mau ketemu Kenan. Halah, ngomongnya gak kenal, tapi masa bisa berduaan coba. Kan aneh yak–" Luna kembali berusaha memasang wajah tanpa bersalah saat Ocha kembali menghujaninya dengan tatapan tajam.

"Apa? Apa lagi sekarang? Gue gak ngajak lo ngomong tau. Gue kan lagi cerita sama diri gue sendiri. Ya gak Lun?" Gadis itu mengangguk sendiri menjawab pertanyaannya, "Ho oh."

Bocah sinting.

Ocha berniat untuk kembali tidak mempedulikannya, tapi nyatanya Luna semakin menjadi-jadi. Sampai akhirnya, Ocha memilih menutup buku dan memundurkan kursinya berniat berdiri lalu pergi.

Tapi bukan Luna namanya kalau menyerah begitu saja. Suatu hal yang langka ketika dia akhirnya bisa menggoda Ocha dan membuatnya kesal. Biasanya kan dia yang dibuat kesal. Sialnya lagi, biasanya Luna tidak bisa membalas atau membantah.

Anggap saja bagian dari dendam kesumat.

Ocha memasuki kelas dengan membawa buku yang dipinjamnya. Begitu juga dengan Luna yang masih setia mengekor. Siswa lain seperti tidak asing melihat keduanya seperti itu, jadi bukan hal yang aneh.

MONOKROM : Epoch Of AvoshaWhere stories live. Discover now