Chapter 04 • Punishment

11 4 0
                                    

Entah untuk kesekian kalinya Ocha terlambat lagi. Mungkin benar kata Luna, sebentar lagi dia akan di DO karena poin pelanggarannya sudah hampir penuh.

Isi poinnya konsisten. Terlambat semua.

Tiba-tiba Ocha jadi berpikir, kira-kira sekolah mana yang akan menerima murid pindahan di semester terakhir kelas 12 sepertinya? Atau mungkin mendadak homeschooling bisa jadi pilihan yang diambil? Atau mungkin sekolah akan mempertahankannya? Toh, nilainya cukup baik dan kesalahannya hanya sering terlambat. Ya walaupun terkadang dia beberapa kali dipanggil ke ruang BK karena kerusuhan yang bukan dia buat.

Ocha menghela pelan. Ya sudah, jalani saja yang ada. Mungkin pelan-pelan dia bisa mencari sekolah untuk menjadi opsi kalau-kalau dia dikeluarkan. Masih banyak sekolah juga di sini.

Gadis itu berjalan santai ke arah pintu gerbang yang sudah di tutup rapat. Di depan sana sudah ada dua guru piket dengan buku dan bolpoint di tangannya. Sedangkan di depan mereka ada sekitaran dua puluh siswa yang terlambat dan sudah membentuk barisan rapih.

"Kamu yang di sana. Cepat masuk barisan!" Kata salah satu guru piket itu.

Ocha tahu ucapan itu untuknya. Tapi bukannya langsung berlari, dia tetap berjalan seperti biasa sampai tiba di barisan paling belakang. Mengabaikan semua pasang mata yang mengarah padanya.

"Oke. Saya tidak mau basa-basi untuk mengucapkan selamat pagi. Langsung saja ke intinya. Saya masih tidak mengerti dengan alasan kalian terlambat masuk sekolah. Sebagai generasi muda, bagaimana kalian bisa terlambat dan tidak bisa mengatur waktu sebaik mungkin. Bagaimana bisa kalian nanti akan membawa negeri ini untuk maju di masa mendatang. Kalau kalian..."

Dan blablabla.

Ocha rasa dia sudah sering mendengarkan siraman rohani seperti ini. Jelas saja, dia kan sudah sering terlambat. Tunggu saja, pasti guru itu akan mengenalinya nanti.

"Sstt! Sstt!"

Sebuah suara mendesis mirip ular terdengar dari samping.

Ocha hanya melirik sekilas setelah mengetahui siapa yang mengganggunya. Gadis itu menghela panjang. Kesialannya bertambah.

"Minggir lo. Pindah tempat." Kata Kenan berbisik ke laki-laki yang berada di sebelah Ocha. Kenan rasa anak laki-laki itu adik kelasnya.

"Ah, riweh lo bang." Katanya kesal, tapi tetap saja bergeser. Walaupun tidak saling kenal, tapi dia tau siapa Kenan.

Kenan tidak menyahuti, dia lebih memilih untuk menatap Ocha lalu tersenyum manis. "Morning," Sapanya.

Kenan mencibir. Padahal biasanya anak gadis lain kalau sudah dia kasih senyum manis miliknya langsung klepek-klepek mirip ikan kehabisan oksigen. Beda halnya dengan Ocha. Tetap lempeng tidak peduli.

Apa pelet Kenan tidak mempan ya?

Tapi tanpa pelet juga memang dari zigot dia sudah ganteng.

Hadeuh. Pusing Kenan.

"Hei. Kenapa telat?" Tanya Kenan setengah berbisik. Masalahnya di depan sana guru piket masih tengah memberikan siraman rohani pagi-pagi.

Tidak ada jawaban tidak menyurutkan semangat Kenan.

"For your information, sebelum lo pengin nanya nih. Gue telat karena kesiangan. Yah, alasan klasik sih, tapi mau gimana lagi ya kan? Tapi kalau gue bilang alasan gue kesiangan, itu guru pada gak ada yang percaya. Pasti bakalan dijawab, 'kesiangan mulu, gak ada alasan lain apa?!' Gitu,"

Kenan bercerita, padahal tidak ada yang tanya.

"Gue kira, cewek kayak lo gak bakal mungkin telat. Atau malah justru lo emang langganan telat ya?" Goda Kenan yang lagi-lagi tidak mendapat sahutan. "Yah... jawab dong. Masa dari tadi gue dicuekin. Kan gak sopan nam-"

MONOKROM : Epoch Of AvoshaWhere stories live. Discover now