Chapter 26 • Ethan's Innocence

10 1 0
                                    

Sementara Ocha menatap Kenan jengah, dari arah belakang sebuah suara menginterupsi hingga membuat keduanya menoleh.

"KAK AVOCHAAAAA!!!"

Ocha menarik tipis sudut bibirnya saat melihat Ethan dengan langkah kecil miliknya berusaha berlari cepat dan langsung berhambur ke pelukannya.

"Kakak darimana aja? Aku cari kemana-mana kok gak dapet?" Tanyanya mendongak dengan nafas tidak beraturan.

"Hadeh. Gak ketemu cil, bukan gak dapet." Koreksi Kenan yang dibalas anggukan kecil.

"Iya itu, sama aja kak."

Ocha mengelus rambut bocah itu dengan lembut, "Pulang."

"Kakak gak bilang,"

"Dia nunggu di depan ruang rawat lo
dari pagi. Lo kan gak ada pamitan sama sekali." Jelas Kenan.

Seakan menangkap maksud tatapan mata Ocha, Kenan mengangguk. "Yoi, dia hadiahnya."

"Kakak kenapa ninggalin Ethan sendiri? Ethan kan gak punya temen di sini," Gadis itu melirik Ethan yang memasang wajah sendu, "Kakak marah sama Ethan?"

Yang membuat gadis itu menggeleng singkat.

"Terus kenapa Ethan ditinggal? Ethan ada salah ya?"

"Gak."

"Kak Avocha jangan pergi. Ethan gak mau sendirian lagi."

Bocah itu kembali memeluk Ocha erat, sedangkan Ocha hanya mengelus-elus punggung Ethan mencoba menenangkan. Bingung juga harus bagaimana.

Ocha memang tidak ada niatan meninggalkan Ethan begitu saja. Apalagi saat Ocha tahu kondisi Ethan yang menjaga ibunya di sini. Anak itu selalu mengatakan bahwa dia kesepian. Tapi bukan berati Ocha juga bisa selamanya berada di rumah sakit ini.

Tempat ini terlalu menyesakan pikiran dan jiwanya.

Lagipula, Ocha tidak sebaik itu untuk sukarela menemani anak yang baru ditemui dan dikenalnya kemarin.

Lagian bagaimana pula awal mula bocah ini menempel dengannya sih?

Padahal seingat Ocha, dia tidak punya magnet yang bisa menarik anak kecil selama ini. Justru ia membangun tembok berduri menjulang agar tidak ada yang mendekat. Tapi kenapa bocah laki-laki ini justru malah lengket sekali dengannya tanpa rasa sungkan dan takut?

Ocha melirik Kenan yang ternyata tengah menikmati drama yang dibuat dua orang di depannya sambil memakan camilan yang dibeli oleh Ethan tadi dengan santai.

Paham maksud tatapan Ocha, laki-laki itu hanya mengendikan bahu dengan senyum sialan andalannya lalu melengos.

"Weh, mataharinya cakep banget." Serunya tiba-tiba.

Kalimat Kenan justru membuat Ethan menoleh, "Tapi itu kan lampu taman, bukan matahari?"

Kelewat cerdas.

Membuat Ocha memutar bola mata mendengar alasan diluar nurul Kenan.

Laki-laki itu berdecak, "Yaelah. Yang bilang itu matahari siapa cil? Bayi dalam kandungan juga tau itu lampu taman."

Ethan mengiyakan saja alasan Kenan tanpa curiga. "Emang matahari bisa muncul waktu malem kak?"

"Bisa. Tapi lo harus liat pake mata batin." Jawabnya santai.

"Mata batin?"

"Gak tau juga? Jangan bilang lo taunya cuma mata kaki?"

"Ethan taunya mata ini," Katanya sambil menyentuh satu matanya dengan tangan, "Jadi kaki juga ada matanya? Di bagian mana? Aduh, Ethan sering pakai kaus kaki. Kaki Ethan pasti jadi ketutupan gak bisa liat dengan betul,"

MONOKROM : Epoch Of AvoshaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu