20. Aku Kembali.

699 54 18
                                    

Enjoy!

******

Perlahan kelopak mata itu terbuka, menampilkan iris berwarna hitam. Ia mengerjapkan matanya berulang kali guna memperjelas penglihatannya yang buram. Sadar-sadar dirinya terikat dengan sebuah tali. Ia berusaha mengingat bagaimana dirinya bisa sampai di sini dengan keadaan yang terikat.

Sebuah cahaya menyilaukan mengenai matanya seiring dengan langkah kaki sebuah makhluk terdengar di telinganya, lantas ia mengangkat pandangannya ke atas. 

"Ahh, akhirnya kau sadar juga ya?" ucapnya dengan terselip sebuah nada sedikit mengejek.

"Lepaskan aku!" 

"Melepaskanmu dan membuat semua usahaku untuk mendapatkanmu jadi sia-sia? Tidak semudah itu, manusia manis," ia memegang dagu sang korban namun segera ditolak empunya. "Sok jual mahal," dengusnya.

Gaeun memerhatikan penampilan makhluk Jonjae yang berhasil membuat bulu kuduknya merinding. Dia kemudian melirik ke arah lain, berusaha mencari celah untuk bisa kabur. 

Sementara itu, Ian yang sedikit lagi sampai di tempat Gaeun terhenti tiba-tiba membuat Taemin juga ikut berhenti. Mata abu Ian terpejam, dia berusaha melihat di mana Gaeun disembunyikan. 

Ruangan yang kecil dan hanya terdapat satu kursi di sana. Selain itu, tempat itu minim pencahayaan. 

Ian kembali membuka matanya, lagi-lagi decihan kesal keluar dari labium sang raja. Taemin mengamati sekitar, mencoba menemukan sesuatu yang seharusnya tak ada di tempat ini. Vampir itu melihat Hari, Leon juga HyunWoo dari jauh tengah berlari ke arah mereka, Leon sudah mengenakan jubah Aegis nya.

"Gaeun telah diculik!!" seru Hari panik. Bahkan jika diliat lebih jelas, ada air mata yang ingin turun dari kelopak mata gadis itu. 

Ian memegang bahu Hari, "tenang lah, Hari." ucapnya pelan.

"BAGAIMANA AKU BISA TENANG SAAT SAHABATKU DICULIK OLEH MAKHLUK YANG AKAN MEMAKANNYA?!!" dan air mata itu turun dengan deras hingga terbentuk sungai tak bermuara. Hari terduduk di tanah, mencoba menyingkirkan air mata yang kian semakin deras.

Khawatir, cemas, dan menyesal bercampur menjadi satu. Andai dia bisa menyadari bahwa itu tadi adalah jebakan Jonjae, mungkin Gaeun tidak akan tertangkap. 

Leon ikut berlutut di tanah, ia menyejajarkan tingginya dengan Hari. Leon menarik Hari ke dalam pelukannya, berharap gadis itu dapat sedikit lebih tenang. Dan itu berhasil, Hari sudah tak menangis lagi, hanya sedikit cegukan.

Leon membisikkan berbagai untaian kata penenang, sementara sang pendengar sesekali menanggapinya sembari menghilangkan cegukan. Leon sudah seperti kakak bagi Hari, ia mampu menenangkannya di saat kondisi genting seperti ini. 

"Adek-kakakzone," gumam Taemin melihat interaksi Hari dan Leon.

"Kurasa suasananya sudah sedikit membaik," ujar HyunWoo. Dia menatap Ian lalu menunjukkan sesuatu, "ini adalah alat pelacak, titik merah yang menyala itu adalah Gaeun. Aku memasangkan sebuah cip kecil di kalungnya," sambungnya.

"Kau yang membuatnya?" tanya Hari.

"Bukan, tapi kenalanku. Aku sudah menyiapkan rencana cadangan versiku jika terjadi sesuatu yang tak diharapkan," sambung HyunWoo. 

"Apa Gaeun tau tentang hal ini?" Ian sedikit memicing tak suka pada pemuda berkacamata itu.

"Tentu. Sebelum memasang cip dikalungnya, aku meminta ijin kepadanya," 

"Bagus lah," jawab Ian seadanya, "kalau begitu, sekarang dia ada di mana?''

Mereka memerhatikan dengan saksama ke arah titik merah yang menyala, Taemin mengkerutkan keningnya. Ia mencoba mengingat-ngingat sebuah tempat, mencapit dagu dan memejamkan mata seperti tengah berpikir keras.

Matanya tiba-tiba melebar, "aku tau itu berada di mana!" dalam sekejap mata, Ian langsung menghadap ke arah anak buahnya. "Di mana, Taemin? Cepat beritahu aku!" desaknya.

"Ikuti aku," titahnya.

Mereka mengikuti Taemin dan sampai pada sebuah gubuk kecil kosong. Ian tanpa basa-basi lagi langsung meluncur menuju gubuk itu mengabaikan larangan Taemin dan yang lain. Pikirannya hanya tertuju pada Gaeun, Gaeun, Gaeun dan Gaeun lainnya.

Brak!

"GAEUN, KAU DI MANA?"

Kosong, hanya ada satu kursi kosong yang sudah jatuh tergeletak di tanah.

Ian mengacak rambutnya frustrasi, Gaeun tak ada di tempat. Raja vampir itu tiba-tiba mencengkram kerah baju HyunWoo.

"ALAT PELACAK ITU TAK BERFUNGSI SAMA SEKALI!" Ian berteriak di depan wajah pemuda itu, manik abunya berubah menjadi merah.

"Ian! Lepaskan HyunWoo, tidak ada gunanya untuk marah-marah sekarang. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah menyelamatkan Gaeun," Hari berusaha melepaskan tangan Ian dari kerah baju HyunWoo.

"Tuan Ian, tolong lepaskan dia. Nona Hari benar, yang terpenting adalah kita harus menyelamatkan nona Gaeun,"

Perlahan manik Ian kembali seperti semula bersamaan dengan ia melepaskan cengkeraman. HyunWoo meneguk ludah susah payah, namun pemuda itu tak urung kembali mengecek alatnya. 

Tanda merah itu masih menyala di tempatnya, tak berubah sedikit pun. Firasat HyunWoo mengatakan sesuatu telah terjadi di dalam gubuk ini.

Dia melangkahkan kakinya menuju kursi yang terjatuh itu, HyunWoo sedikit menunduk. Tangannya meraba-raba lantai di sekitar kursi, sesuatu tersenggol oleh jarinya. HyunWoo mengambilnya.

"Aku tau kenapa alat pelacak itu tetap menyala di tempat," ujarnya seraya mengangkat sebuah kalung yang terbuat dari tembaga.

"Sial, kita ditipu lagi oleh makhluk itu," umpat Leon.

"Teman-teman," panggil HyunWoo, "kita harus segera pergi jika ingin menyelamatkan Gaeun atau dia akan menjadi santapan makhluk Jonjae,"

******

"LEPASKAN AKU DASAR  MAKHLUK MENYERAMKAN!!" teriak Gaeun meronta-ronta di gendongan Jonjae.

"Tenagamu lumayan juga ya, untuk gadis dengan tubuh mungil sepertimu," ledek makhluk itu.

Gaeun tak menanggapinya, ia hanya sedang berusaha kabur dari makhluk yang akan meminum darahnya.

"Tak lama lagi ..., aku akan segera mendapatkan kekuatan itu," gumam Jonjae.

"Siapa pun, tolong aku," batin Gaeun penuh keputus asaan.

Dia sudah mulai pasrah menjadi santapan gratis makhluk menyeramkan ini.

Whuss!

Bunyi pedang yang diayunkan ke arah angin terdengar, membuat langkah Jonjae terhenti. Ia mengamati sekitar, mencoba menemukan sang pelaku. Bunyi pedang yang diayunkan semakin terdengar mendekat.

Jonjae sudah dalam mode siap bertarung, tangannya yang lain sudah memegang senjata tajam. Namun tiba-tiba salah satu tangannya terpotong dengan begitu cepat.

"Beraninya, kau!" geram Jonjae.

Jonjae melempar senjata tajam itu ke arah sang pelaku namun berhasil dihindari, tangannya yang lain juga kembali terpotong secara tiba-tiba.

"Mari bersenang-senang sedikit dulu," suara itu membuat kepala Gaeun menoleh ke atas. 

"Kanglim!"

******

TBC!

Shinbi's House : This Is Not The End Of StoryWhere stories live. Discover now