21. Jangan Bodoh!

688 51 21
                                    

Enjoy!

****

"Kanglim!" 

Sang pemilik nama tersenyum kecil, "aku akan membebaskanmu, Gaeun."

Makhluk Jonjae yang merasa terabaikan menggeram kesal, di tangannya masih ada sebuah belati. Ia berpikir akan melempar belati itu tepat menembus jantung Kanglim. 

"Hahh... manusia itu kadang menyedihkan, ya." Kanglim mengkerutkan keningnya heran. Namun, dia tetap memasang pose waspada. "Selalu berpikir bahwa masih ada kesempatan, padahal nyawanya sudah diujung tanduk. Selalu berusaha menjadi pahlawan padahal dia hanya seorang pengecut." 

"Sebenarnya apa maumu, hah?! Sejak tadi kau terus bertele-tele. Katakan rencanamu yang sebenarnya!"

"Oya? Kau cukup pintar juga."

Tatapan Kanglim menajam, dia mulai muak dengan permainan makhluk Jonjae. Jonjae meletakkan Gaeun di samping akar pohon yang telah rubuh. Kanglim dan Jonjae saling menatap satu sama lain.  Rahang Kanglim kembali mengeras sementara Jonjae tersenyum puas.

Tanpa aba-aba, Jonjae bergerak dengan cepat menuju Gaeun dengan mengacungkan belati tadi. Kanglim yang menyadari langsung berusaha menyusul Jonjae demi melindungi Gaeun. 

"Umpan telah dimakan," gumam Jonjae yang terdengar oleh Kanglim.

"Umpan? Jangan bilang bahwa--"

Ucapan Kanglim terpotong kala belati itu dilempar ke arahnya, pemuda itu tak sempat menggerakkan pedangnya. Alhasil, belati itu mengenai dada bagian kanan. Kanglim menggerang kesakitan.

"Tak mengenai jantungnya," rutuk Jonjae.

"Kanglim!!" Gaeun begitu panik saat melihat darah yang semakin deras mengalir dari tubuh Kanglim. Gadis itu ingin membantu akan tetapi tubuhnya masih terikat oleh tali.

Gaeun dengan sisa tenaga yang ia miliki mencoba kembali meronta, berharap tali yang mengikat tubuhnya sedikit melonggar.

Makhluk Jonjae tak lagi memperhatikan Gaeun, seluruh perhatiannya tertuju pada Kanglim. Tangannya mengangkat senjata yang sempat terlepas tadi. Bersiap menghabisi nyawa sang adam.

Kanglim tiba-tiba menyeringai, "sekarang siapa yang telah memakan umpan?"

"Cahaya bulan beku, Yesod!"

Bilah es berbentuk bulan sabit terbang ke arah Jonjae dan membekukan tubuh makhluk itu dengan cepat.

Sebelumnya, Kanglim sudah melihat Leon saat bertarung dengan Jonjae. Dia memberikan sebuah isyarat kepada yang pemilik surai kuning, beruntung Leon paham arti isyarat  yang diberikan oleh Kanglim.

Leon segera berlari ke arah Kanglim. Dia merobek lengan seragam Aegis-nya untuk mencegah Kanglim kehabisan darah. Netra Ian menangkap sosok gadis yang hampir membuatnya gila itu, dalam sekejap mata kini Ian sudah berada di hadapan Gaeun.

"Hey, apa dia melukaimu dengan parah?" Ian bertanya dengan lembut sembari mengelus pipi Gaeun.

Gadis itu menggeleng, senyum kecil terpampang di wajahnya. "Terima kasih sudah datang, Ian."

"Akan kulakukan apa pun agar kau tetap aman, Gaeun," Ian menyatukan keningnya dengan kening sang gadis, menikmati sensasi sangat tubuh Gaeun yang kontras dengan seluruh tubuhnya yang dingin. "Ya, apa pun, bahkan jika harus meninggalkanmu seperti dulu lagi." Sambung sang Raja Vampir dalam hati.

Ian sudah memikirkan ini matang-matang, jika tiba waktunya nanti. Dia akan kembali melepas Gaeun, melepaskan untuk selamanya. Begitu banyak resiko yang akan Ian terima atau bahkan akan membahayakan keadaan Gaeun jika dia tetap memaksa Gaeun di sisinya. Tidak, Ian tak seegois itu.

Ian tau Gaeun tak akan menolaknya dengan keras, dia sudah kepalang hapal dengan tabiat sang hawa. Tenang saja, dia sudah menyiapkan semuanya. Ian yakin bisa membujuk Gaeun dengan rencananya.

Hari menatap Kanglim dengan tatapan tak percaya, matanya tiba-tiba berkaca-kaca. Tanpa persetujuannya, cairan bening itu turun dan lama-kelamaan semakin banyak. Baik Leon maupun Kanglim terdiam.

Kanglim berusaha bangkit dari posisinya dengan dibantu Leon. Sejenak netra hijau muda itu menatap sang surai pirang yang dibalas anggukan kepala seolah mengatakan bahwa selesaikan masalahmu dengannya.

Kanglim berjalan pelan ke arah Hari. Tangan kekarnya menarik tubuh Hari ke dalam pelukannya, Kanglim mengelus surai coklat itu dan menyandarkan wajahnya di cerukan leher Hari.

"Maaf Hari." Isakan Hari semakin keras, dia membalas pelukan Kanglim.

Pemuda itu telah kembali menjadi Kanglim Choi yang Koo Hari kenal. Gadis itu seakan tak mau melepaskan pelukannya, ia takut jika dilepas maka sosok yang tengah dipeluk akan berubah lagi.

"Aku merindukanmu," ungkap Hari disela isakannya.

Kanglim menghirup aroma rambut Hari dalam-dalam, "aku juga, Hari. Aku juga."

Hari menengadahkan kepalanya ke atas, menatap wajah rupawan Kanglim. Hidung dan mata yang masih merah akibat menangis menambah kesan imut pada Hari, membuat pipi Kanglim bersemu merah tipis.

"Jangan seperti itu lagi," suara Hari terdengar seperti anak kecil yang tak ingin ditinggal oleh ibunya untuk pergi berbelanja.

"Tak akan. Aku berjanji, Hari."

HyunWoo dan Leon memilih mengawasi tahanan baru mereka. Membiarkan para pasangan dengan kisah masing-masing saling bertukar rindu. HyunWoo dapat menyadari tatapan penuh iri dan cemburu dari Leon. Pemuda itu menepuk punggung Leon tiba-tiba.

"Semangat," hanya satu kata saja.

Leon melirik HyunWoo, "yeah, thanks." Detik berikutnya giliran Leon yang melempar sebuah pertanyaan.

"Are you fine with this, HyunWoo?"

"I'm fine, Leon. Tugasku hanya menjaganya dan itu sudah selesai," dengan tenang pemuda berkacamata itu menjawab.

Di saat suasana yang tengah mellow, tiba-tiba sebuah cahaya merah gelap bercampur hitam mengelilingi makhluk Jonjae. Sontak Ian dan HyunWoo melompat sejauh mungkin. Cahaya itu seperti berusaha memecah sihir kartu milik Leon.

"Mawar fantasi, Tiferet!"

Leon membentuk sihir pelindung, Kanglim dan Ian refleks menjadi tameng bagi Hari dan Gaeun. Suasana berubah menjadi tegang kembali, Leon berusaha fokus dengan sihirnya dan sedikit mengintip cahaya itu.

Prangg!!

Netra mereka melebar tak percaya saat sihir Leon dengan mudah hancur karena sebuah cahaya tadi.

"AHAHAHA, DASAR PARA MANUSIA BODOH!"

Sial, ternyata belum selesai.

****

TBC!

Shinbi's House : This Is Not The End Of StoryWo Geschichten leben. Entdecke jetzt