Bab 16 - Happiness

2.6K 297 11
                                    

Emosional yang membawa petaka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Emosional yang membawa petaka. Ya, keputusan apa pun yang terucap ketika kau sedang emosional selalu menjadi petaka. Kau bisa kehilangan seseorang, kau bisa merasakan penyesalan, dan kau juga bisa kehilangan kesempatan.

Elvano Varren mendapatkan skorsing dari sekolah selama lima hari, bahkan kedua orangtuanya juga dipanggil. Oleh karena itu, gosip mengenai perpisahan kedua orangtuanya menyebar ke seluruh penjuru sekolah, mereka mengatakan alasan mengapa Elvano bermasalah di sekolah karena memiliki keluarga yang berantakan. Dan jujur saja aku kecewa dengan para guru yang membahas mengenai hal itu ketika mereka mengajar. Bukankah sebaiknya guru bisa menjaga privasi anak didiknya?

Aku tidak tahu bahwa kata-kata itu bisa terdengar menyakitkan di telingaku, aku merasa tersinggung meskipun bukan diriku yang menjadi olok-olok guru dan anak anak satu sekolah. Apakah hancurnya sebuah keluarga itu salah seorang anak? Tidak ada anak yang ingin keluarganya hancur, begitu pun dengan Elvano. Orang dewasa yang bergosip mengenai keluarga orang lain hanya sampah.

Tetapi aku... aku tidak bisa menunjukkan kepedulianku pada Elvano meskipun aku ingin. Berulang kali aku mencoba mengabaikan isi pikiranku sendiri, mencoba mengabaikan bahwa aku dan dirinya tidak akan pernah menjadi kita. Mengingat apa yang dia katakan di lorong waktu itu, membuatku tidak ingin berurusan dengan dirinya lagi. Lebih baik dilupakan saja perasaan indah itu.

***

Rumah Giar memang luas seperti yang dikatakan, ia memiliki halaman belakang yang luas bukan main, bahkan memiliki danau pribadi yang dimana terdapat gazebo milik sendiri. Sepertinya tempat itu biasa digunakan sebagai kumpul keluarga.

Semua anak-anak duduk di rumput yang ber-alaskan karpet dan sarung milik Giar agar mereka bisa duduk nyaman di bawah rindangnya pepohonan. Ada anak-anak yang ditugaskan memasak seperti Safira, Nuraini, dan beberapa anak laki-laki kelas 9-1.

Sungguh tidak terduga, anak-anak yang dianggap menyebalkan bagi orang lain ternyata merupakan kumpulan orang yang tahu caranya menghibur. Kesan pertama ketika Kaluna melihat anak-anak yang selalu nongkrong di Warkop terbilang buruk, tapi ternyata dibalik sikap yang terlihat menyeramkan, dingin, dan nakal itu, mereka ternyata humoris. 

Contohnya Abey dan Tyson kejar-kejaran seperti anak kecil di halaman belakang rumah Giar.

"Ampun dah Bey, gue mah khilaf deh sumpah...!"

"Lu ya kalo ngehina pala gue yang botak ini lagi," kata Abey mengusap kepalanya yang botak akibat ketahuan merokok di toilet sekolah. "Gue begal di depan emak lu," katanya sadis.

"Lagian pala botak tuh gak malu-maluin banget, Bey. Siapa tau lu jadi bisa terkenal ye kan, misalnya kek gini, 'Nama saya Upin, ini sodara saya Ipin, dan ini saya anak adopsi, Abin' hahahaha." Tyson puas sekali meledek Abey. Abey pun semakin berang, akhirnya mereka berdua kembali berlari kejar-kejaran.

Elvano mengobrol seru dengan Hilman membicarakan masalah tawuran entah yang mana.

"Itu si Udin kepalanya kan jadi sengklek ya kena bacok. Udah gue bilang awas Din awas, tapi dia malah belaga ngelawan sih," seru Hilman mengebu-ngebu, dan jangan lupakan ekspresi sok keren yang membuat Aileen menggelengkan kepalanya. Apa coba yang dibanggakan dari tawuran?

"Gue mah gak tahu Yar, gue sih kabur aja," balas Elvano santai.

"Emang sia mah blegug! (Emang dasar lo sih bego!)" Hilman menjitak kepala Elvano.

"Cok aing ge sia tong miluan tawuran, sunatan heula tah titit! (Kata gue juga lo mending jangan ikut tawuran, sunatin dulu alat kelamin lo)" Tyson menyahut sambil memakan gorengan setelah selesai berperang dengan Abey.

Elvano mendesis. "Gue tuh mau belajar jadi anak baik, supaya bisa diterima seseorang," katanya sambil melirik Kaluna yang tengah mengambil piring yang diberikan Listy kepadanya untuk dibagikan kepada semua anak-anak.

"Elu baru ikut ceramah atau gimana dah?" tanya Hilman heran.

Elvano tersenyum geli. "Kok lu tau sih? Mamah curhat dong!" pekiknya malah membuat Hilman makin kesal. 

"Makanan udah pada mau mateng nih, sebagian dibagiin dulu aja, jangan dimakan," seru Safira kepada semua anak-anak. Sontak semua aktivitas yang dilakukan mereka terhenti begitu melihat Kohar datang membawa sate beserta bumbunya. Membakar sosis, ayam utuh, sate, dan ikan memang inisiatif Abey. Uang patungan lima ribu yang dikumpulkan menjadi bermakna, apalagi makan di tempat yang bagus, dan teman-teman yang menyenangkan. 

"Ini baru sate ayam, dibagiin dulu ya. Satu orang lima tusuk sate," kata Kohar memberitahu.

"Wih asik!" Begitu cepat dan gesit mereka berkumpul melingkari makanan.

"Gak salah dulu gue suka disangka kembaran Chef Juna," kata laki-laki yang bernama Dhanis dengan narsis. Ia mengenakan celemek bermotif Hello Kitty entah milik siapa.

"Chef Juna apaan? Dari badan sama muka aja udah beda. Lagian yang bikin bumbunya kan gue, lo cuma ngerapihin doang kunyuk!" kata Kohar dongkol.

Perdebatan itu membuat anak-anak tertawa terbahak-bahak, tak terkecuali Kaluna yang memegangi perutnya sendiri karena geli.

"Lu suka sate apa ikan bakar, Lun?" Tiba-tiba saja seseorang duduk di sampingnya. Kaluna menyunggingkan seulas senyum pada Elvano.

"Gue lebih suka sate," kata Kaluna menjawab pertanyaan Elvano.

"Widih sama dong? Gue juga lebih suka sate," sahut Elvano menunduk malu.

"Lah sate gue kok ilang ya? Perasaan tadi gue udah nyomot di piring gue deh!" seru Didi kebingungan karena satenya menghilang setelah ia kembali dari kamar mandi.

"Ah bisa aja lu, Di. Udah masuk ke perut kali," cetus Listy sangsi.

"Enggak eh beneran, tadi gue taro di sini, sumpah!" katanya sungguh-sungguh.

"Cari apaa, Di?" tanya Tyson sambil mengunyah setusuk sate.

Didi mengerutkan dahinya heran. Anak-anak yang lain belum memakan setusuk sate pun, lalu Tyson memakan sate siapa.  "Itu yang lu makan sate siapa?" tanyanya.

"Gak tau, satenya ada di atas piring," sahut Tyson polos.

"Piring di sebelah mana?"

"Piring depan lu tadi," katanya dengan ekspresi yang minta dihajar.

"Itu sate gue, goblok!"

Kontan semua anak-anak kembali tergelak karena adegan pencurian sate yang tidak elegan sama sekali.

Seandainya hari ini terjadi setiap hari. Sudah cuaca sedang indah, mereka semua pandai menghibur sampai Kaluna tak berhenti tertawa.

"Ini nomor lu kan?" Elvano menanyakan kontak nomor Kaluna melalui layar Blackberry-nya.

Kaluna menoleh dengan mengerutkan dahi. "Hm?" tanyanya sembari melihat apa yang Elvano tunjukan.

"Oh iya, itu nomor gue," kata Kaluna mengiyakan. Ketika kepala Kaluna mendongak, ia baru sadar kalau posisinya dengan Elvano sangatlah dekat. Mata mereka bahkan saling bertatapan.

"Kalau gue nge-chat, jangan dibaca doang ya," bisik Elvano.

Kaluna mengangguk kikuk. "Oke," balasnya dengan berbisik pula.

Aku bahagia. Hanya kata itu yang bisa Kaluna katakan untuk menjabarkan bahwa tak ada hal yang bisa menggantikan kebahagiannya hari ini.


To Be Continued...

One Last Chance (END)Where stories live. Discover now