Bab 33 - One Last Chance

2.8K 351 40
                                    

"SELINGKUH?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"SELINGKUH?"

Maria menautkan kedua alisnya dan menghela napas berat. "Kemungkinan kayak gitu," bisiknya.

"I don't get it, Maria. Jadi Elvano selingkuh apa enggak sama si Kaluna? Ini Elvano yang bilang sama kamu atau kamu berasumsi kayak gitu?" desak Harry yang tidak percaya dengan kabar ini.

"Kemaren Elvano ke perusahaan kamu, entah kamu tau atau enggak. Nah Stefanie dateng ke sini buat nyusul Elvano, tapi dia malah liat Elvano sama Kaluna di depan gedung perusahaan. Menurut Stefanie, Vano keliatan bahagia sama perempuan itu. Katanya dia belum pernah liat tatapan mata Vano kayak gitu. Apa lagi kalau bukan selingkuh?" Maria menggigit bibir bawahnya kelihatan frustrasi.

"Dia belum tau kalau Elvano mau batalin pernikahan mereka?" tanya Harry.

Maria mengangguk. "Dia belum tau tapi udah menduga. Elvano ngajak Stefanie ketemuan hari ini. Aku bener-bener gak tau lagi harus gimana," akunya jujur.

"Terus dia tetep mau menikah sama Vano walaupun tau anak kita selingkuh?"

Maria mengangguk sekali lagi. "Katanya dia gak bakal ketemu dan labrak si Kaluna ini. Dia cuma minta aku buat nyuruh Elvano ninggalin Kaluna. Makanya aku dateng ke sini, aku harus ngomong sama karyawan kamu," ujarnya.

"Ini rumit," komentar Harry. Ia menggaruk keningnya tampak bingung harus bereaksi seperti apa. "Kaluna cukup baik dalam pekerjaannya, di luar dari apa hubungannya sama Vano, aku gak mau ini jadi masalah besar," ungkapnya.

"Tenang aja, aku gak bakal ngomel-ngomel kayak yang kamu bayangin. Kalau seandainya jangka waktunya satu atau dua bulan sebelum acara pernikahan, mungkin bakal aku pertimbangin. Ini gak semudah itu, Harry. Mungkin bagi pihak cowok kalau batalin pernikahan rasa malunya cuma sementara, tapi buat pihak cewek? Ini bakal jadi rasa malu seumur hidup. Trauma seumur hidup. Itu gunanya manusia hidup menggunakan perasaan. You never understand that, Harry. Karena dari dulu sampai sekarang, kamu gak pernah pakai perasaan dalam hal apa pun."

Harry menganggukan kepala, mengakui apa yang dikatakan Maria. "Tapi bukannya di sini Elvano juga pake perasaannya? Perasaannya memilih orang lain, bukan calon istri yang kamu pilih. Aku lebih mikirin kebahagiaan Elvano dari siapa pun. Ngeliat dia bahagia jauh lebih baik daripada ngeliat dia menderita seumur hidupnya."

***

Kedua mata itu perlahan mulai terpejam. Ia menyatukan kedua tangannya, dan mengucapkan ribuan doa dari dalam hatinya. Berharap bisa memberikan dirinya ketenangan yang tidak ia dapatkan belakangan ini.

"Kenapa kamu pengen ketemu di sini?"

Stefanie Claudia membuka matanya begitu mendengar suara seorang pria di sampingnya. Ia menurunkan tangannya dan menoleh kepada sosok yang sudah ditunggunya sejak tadi.

"Aku pengen liat tempat pemberkatan kita," sahut Stefanie ringan. "Hari Sabtu kita kan bakal menikah di sini," tambahnya dengan senyum lebar. Tetapi meskipun tersenyum selebar itu, raut wajahnya tidak bisa berbohong. Ada banyak sekali yang mengganggu pikirannya sampai sudah dua hari ini sulit untuk tidur.

One Last Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang