CH. 16

4.5K 945 14
                                    

3 bulan....

Siri tidak menyangka bahwa butuh waktu tiga bulan untuk bisa meyakinkan dirinya untuk berkata jujur pada Archie mengenai janin yang ada di dalam perutnya. Selama tiga bulan itu pula Siri harus berjuang dengan kandungannya yang agaknya rewel karena jauh dari sang papa. Anak di dalam perut Siri seolah tahu bahwa dia akan terus berulah jika tidak dekat dengan papanya.

"Oh, astaga ... Mama capek, loh, ini." Siri mengatakannya pada sang bayi di dalam perut. "Kamu mau sampai kapan nyiksa mama begini, hm?"

Siri mungkin bisa dinilai gila karena mengajak bicara perutnya yang tidak akan menjawab apa-apa. Namun, Siri merasa bisa lebih dekat dengan bayinya dengan cara demikian. Ini kehamilan keduanya, sudah pasti lebih bisa mengatasi perasaan yang tidak mudah dikendalikan. Untuk kedua kalinya pula Siri harus menjalani kehamilan sendirian, tanpa pasangan.

"Siri? Are you okay? Masih lama nggak di dalem? Laki lo heboh banget, nih, pengen vid-call!"

Jeje yang sekarang menjadi pengawas inti pada kehamilan Siri. Bagaimana lagi? Harus ada pihak yang menjaga wanita hamil itu agar tidak terlewatkan oleh satu informasi apa pun.

"Sebentar, masih agak mual!" seru Sirius untuk membuat Jeje paham bagaimana cara menahan Archie agar tidak meminta buru-buru bicara melalui sambungan Skype yang mereka gunakan untuk berkomunikasi.

"Oke. Take time sama si kecil, jangan buru-buru. Inget langkah kecil lo harus selalu hati-hati, ya. Kalo sekiranya licin, jangan lewat bagian—"

"Iya bawel!" Siri menyela ucapan Jeje yang sangat kelewat cerewet.

Siri terhitung sangat beruntung memiliki Jeje dan pegawai lain yang mau mengerti posisinya. Bukan apa-apa, Siri harus berusaha keras agar tidak ketahuan sedang mengandung saat ini. Dia harus melakukannya diam-diam agar kerjasamanya dengan beberapa pihak tidak kacau karena gosip mengenai dirinya.

Bergegas untuk merapikan diri, sekali lagi Siri bicara pada anaknya di perut. "Kali ini kita mau lihat papa sama Kak Rein, kalo kamu berulah, mama nggak akan kasih lihat kamu papa sama Kak Rein."

Setelah dirasa anaknya di sana mengerti, Siri yang sudah memoles bibirnya dengan lip balm berwarna natural berjalan menuju ruangan Jeje. Di sana laptopnya berada, sengaja Siri melakukan itu agar Archie tidak tahu mengenai dirinya yang bolak balik ke kamar mandi akibat ulah bayi mereka.

"Udah nyambung?" bisik Siri pada Jeje yang sengaja hilang dari kamera sejenak.

"Udah."

Siri masuk ke dalam kamera dan mendapati wajah Archie yang menatap kesal. "You don't want to talk with me?" Belum apa-apa Archie sudah lebih dulu menggunakan nada marah.

"Aku habis dari toilet, bukan karena nggak mau ngomong sama kamu."

"Kamu beberapa waktu ini menghindari aku terus, siapa yang nggak curiga kalo kamu sengaja nggak mau bicara sama aku?" balas Archie yang benar-benar tidak bisa menahan rasa kesalnya.

"Kamu sensitif banget. What happened?" tanya Siri memberikan ruang pada pria itu untuk bercerita.

"Pusing. Masalah belum kelar dan aku udah nggak betah di sini. Mama udah balik duluan tadi pagi."

"Kamu sendirian di LA?"

"Serein sama aku, tapi lebih banyak ngambek. Dia mau ikut pulang neneknya ke Indo, he wants to meet you. Tapi aku nggak bisa biarin mama ngasuh Rein sendiri. Apalagi kalo Rein minta ketemu kamu dengan nyuruh-nyuruh neneknya."

Selama tiga bulan mereka berjauhan, selama itu pula Archie berusaha membangun komunikasi dengan Siri. Pria itu sepertinya takut jika Siri mengacau dan pergi. Maka dari itu, diamnya Archie hanya bertahan hingga pria itu menginjakkan kaki di LA saja.

Saat pertama kali menghubungi Siri, wajah Rein yang terpampang dan pria itu masih jual mahal tak mau bicara dengannya. Sedangkan saat itu Archie sudah menginginkan momen bicara, hanya saja pria itu memanfaatkan Serein untuk bicara. Sekarang, pria itu heboh untuk bicara dengan Siri.

"Rein mana?" tanya Siri.

"Tidur, habis nangis lama gara-gara nggak ikut neneknya pulang."

Siri memasang wajah sendu. "Kasihan, Ar. Padahal aku nggak masalah kalo harus ngasuh Serein di sini."

"Kamu nggak keberatan, aku yang bingung."

Siri tahu, kebingungan itu bukan karena Archie harus menitipkan Serein pada moma Siyi kesayangannya, melainkan karena porsi pertemuan antara Rein dan Siri akan lebih banyak. Hal itu mampu membuat Archie cemburu.

"Siri," panggil pria itu dari panggilan video mereka.

"Ya, Ar?"

"Kamu kelihatan lebih berisi. Pipi kamu penuh, sorry bukan aku bermaksud mengkritik penampilan kamu, aku ngerasa kamu ..."

"Gendutan," sambung Siri karena pria itu tak berani menyatakannya langsung.

"Hm." Archie mengangguk.

Siri tidak bisa mengatakannya di panggilan jarak jauh seperti ini. Dia juga tak mau mengacaukan pekerjaan Archie di sana yang pasti sangat menentukan kedudukan perusahaan mendiang ayahnya yang ingin diperjuangkan. Jika Siri memaksakan diri mengatakan kehamilannya sekarang, maka kemungkinan besar pria itu akan langsung memesan tiket untuk pulang tanpa peduli apa pun. 

"Ya, begitulah. Kamu nggak suka aku lebih berisi?" tanya Siri menyelidik ingin tahu jawabannya.

"Tentu aku suka kamu apa pun kondisinya."

Siri tertawa. "Liar. Nggak ada kamu bakal mau tidur sama aku kalo aku dari awal nggak punya penampilan menarik."

Archie menghela napas dalam. "Itu dulu, sebelum aku kenal kamu lebih dalam."

"Luar dan dalam, mungkin itu maksud kamu." Siri mengoreksi kalimat pria itu hingga membuat Archie tertawa.

Siri menyentuh perutnya yang tiba-tiba rasanya aneh. Bukan sakit, hanya saja anak di dalam perut Siri ingin berulah menunjukkan keberadaannya.

"Eh, Archie ... aku harus ngurus janji ketemu sama selebgram yang bakalan kolaborasi sama brand-ku. Bisa kita ngomong nanti lagi saat aku luang?"

Siri tidak mau membuat keadaan rumit jika nantinya mual kembali datang dan membuat Archie panik. Sebisa mungkin Siri menyingkat waktu bicara mereka.

"Oke. Aku nggak mau pekerjaan kamu jadi kacau karena aku." Archie mengubah posisi duduknya hingga membuat layar bergerak ke arah langit-langit kamar pria itu. Lalu, Siri melihat Archie yang mengarahkan kamera pada diri sendiri dan Serein yang terlelap. "Karena Rein tidur, aku mau kamu lihat betapa gemesin dia karena ngotot pengen ketemu moma Siyi-nya."

"Uhhhh, aku jadi tambah kangen sama Rein." Siri menunjukkan ekspresi rindu dan meletakkan tangan di perut dengan kalimat di dalam hati memberikan penjelasan pada bayinya di sana. Lihat, itu papa dan kakak. Tidak akan ada yang bisa menggambarkan betapa senang Siri saat ini karena bisa menunjukkan wajah Archie dan Serein pada bayi di perutnya yang seketika damai dan membuat Siri nyaman juga.

"Sama papanya Rein, nggak?"

Siri mengarahkan tatapan pada Jeje yang mencibir dengan gerakan bibirnya.

"Don't say anything, Archie. Shut up before someone going crazy to hear about our naughty convo."

Archie tertawa dari panggilan tersebut dan mereka memberikan salam perpisahan kuat sebelum akhirnya panggilan diakhiri.

"Kenapa?" tanya Jeje pada Siri yang tidak tenang setelah panggilannya dengan Archie berakhir.

"Je," panggil Siri.

"Kenapa, sih? Lo makin aneh, deh. Jangan bikin gue panik." Jeje tidak mau terjadi sesuatu pada kandungan Siri, makanya setiap Siri bicara Jeje akan berubah cemas dengan ekspresi tak nyaman wanita itu.

"Gue bohong soal ketemu selebgram."

Jeje mengernyit. "Terus?"

"Gue ... harus dateng ke pertemuan yang mami gue rancang. Gue harus ketemu calon yang mami pilih."

Jeje melongo tanpa bisa banyak bereaksi selain mengumpat, "What the fuck!"


[Mari ketemuan sama calonnya Siri😝]

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang