CH. 23

6.6K 1.3K 108
                                    

Archie memboyong anaknya, calon istri, beserta calon anak keduanya menuju rumah yang selama ini ditempati bersama mamanya—Dewinta. Jika saja Archie memiliki pasangan, sudah pasti dia tidak akan tinggal bersama mamanya. Demi Serein, tinggal bersama mamanya adalah pilihan tepat. Apalagi ketika Archie tidak memiliki waktu untuk mengurus Serein kecil ketika sibuk mengurus pekerjaannya, baik itu pekerjaan utama yang dinilai benar maupun pekerjaan malam yang banyak ditentang mamanya. Sekarang, Archie akan menunjukkan pada sang mama bahwa dirinya akan segera membangung keluarga dan mengurus Serein bersama moma kesayangan anak itu. 

"Yein au tuyun, Popa." Rein sudah sibuk meminta sabuk pengaman di kursi khususnya dilepaskan. 

"Iya, sebentar, Rein."

Archie melirik Siri yang duduk tegang dengan wajah yang mulai pucat. Harusnya Archie yang mengalami situasi semacam ini, bukan malah wanita itu. Archie adalah pihak laki-laki yang biasanya akan disidang oleh pihak perempuan, apalagi kondisi Siri yang tengah hamil. Pria seperti Archie mungkin saja dipukul oleh pihak keluarga Siri setelah datang nantinya. Meminta seorang Siri pada keluarga perempuan itu pasti akan sangat sulit.

"Hei, you okay?" tanya Archie yang langsung mendapatkan gelengan dari Siri. Tangan wanita itu berkeringat, dingin. Sirius sedang tegang bukan main.

"I'm not okay, Archie. I'm scared."

Archie memberikan usapan pelan di punggung tangan wanita itu. "Mama bukan orang yang suka mengajak jadi musuh. Bahkan mantan istriku juga nggak dia komentari apa-apa."

Siri melepaskan tangannya dan langsung menghentikan ucapan Archie dengan melebarkan telapaknya di depan wajah pria itu. "Beda kasus. Jangan samain, deh, Ar. Lagian aku orang baru, sedangkan mantan istri kamu udah dikenal lebih lama. Mungkin mama kamu nggak komentar karena udah paham gimana orangnya. Sedangkan denganku, mama kamu belum paham siapa aku. Nggak mungkin nggak komentar."

"Poppppp! Yein au tuyuuuuunnnn!"

Pembicaraan keduanya terganggu karena Serein yang merengek meminta turun. Anak itu sudah tidak betah di kursinya.

"Iya, sebentar, Rein."

Siri membalikkan tubuhnya, melihat Rein. "Moma lagi takut, Rein." Wanita itu mengakuinya di depan bocah yang bahkan belum genap tiga tahun itu.

"Atut?"

"Moma takut sama nenek kamu. Nanti nenek kamu marah sama moma nggak, ya?"

Seolah Archie tidak membantu sama sekali, Siri lebih memilih membagi ketakutannya dengan Serein.

"Yeyek mayah, Yein mayah. Moma mayahin anan!"

Siri menatap Rein senang. "Rein belain moma?" tanya Siri.

"He-em!" Serein mengangguk penuh keyakinan, padahal tak mengerti apa yang akan terjadi.

Setidaknya Siri merasa ada yang membela, sedangkan wanita itu langsung mencibir Archie yang tidak bisa memberikan kalimat penenang selayaknya anak mereka.

"Turunin Serein, tuh. Kamu ngapain bengong lihat aku sama Rein ngobrol?" Siri mendapati Archie yang frustrasi dengan mengusap wajahnya berulang kali. Sama sekali tidak bisa berkutik karena Siri mengomeli pria itu untuk melampiaskan kegugupan.

"Iya, iya. Kamu dan Rein memang lebih kompak mengasingkan aku," kata Archie dengan dramatis. Pria itu menurunkan tangan dan wajah ke perut Siri. "Semoga kamu perempuan, ya, Sayang. Popa butuh temen buat ngobrol bareng."

Dalam momen semacam ini, bisa-bisanya mereka membuat momen dekat semacam ini.

Archie menuruni mobil dan membukakan pintu untuk Serein yang langsung berlari menuju rumah begitu sabuk pengamannya dilepas dan terbebas. Sedangkan Archie masih sibuk membukakan pintu dan menatap Siri yang berusaha menetralkan napas.

"Udah siap?" tanya Archie.

Mau tak mau Siri mengangguk. Dia baru saja menerima uluran tangan Archie dan berdiri tegak atas bantuan prianya ketika Serein membawa neneknya keluar dan mengejutkan semua orang karena mempercepat pertemuan ini.

"Moma Yein, Yeyek! Ntu moma Yein!" seru anak itu bangga pada neneknya.

Yang tidak Siri sangka adalah, wajah wanita yang dirinya temui malam itu terlihat dan menggandeng Serein. Wanita itu dipanggil 'nenek' oleh Serein dan itu artinya ada hal yang Siri lewatkan untuk diketahui lebih awal. Sekarang, Siri rasanya sedang sekarat dan Archie adalah pegangan terakhirnya untuk tetap berdiri tegap.

"Kamu!!??"

Siri sudah merasa tak enak sejak pertama kali dibawa menuju kediaman pria itu. Bukan karena tak mau dinikahi oleh Archie, tapi entahlah ... Siri merasa akan ada masalah besar saja. Dan ternyata, inilah masalah besar yang dirinya hadapi.

"Archie ... this is your—oh my god! Mama nggak percaya ini!"

Archie menatap mamanya dan Siri bergantian. Kebingungan melanda pria itu.

"Apa, sih, Ma? Kenapa histeris?"

Dewinta memejamkan matanya untuk sejenak. Dia tak percaya dengan apa yang akan dirinya dapati hari ini.

"Masuk kalian! Mama nggak mau ada tetangga yang nggak sengaja denger!"

Dewinta masuk ke dalam rumah lebih dulu. Membuat Serein mengikuti neneknya dalam gandengan tangan dan tatapan ke belakang pada momanya.

"Ar ..." Siri sempat tak mau melangkah, tapi Archie sedikit mendorong Siri untuk masuk.

"Kita bicara di dalam. Aku rasa ada yang aku lewatkan beberapa hari ini."

Memang, Ar. Ada yang kamu lewatkan dan ternyata bikin aku kelihatan bodoh.

Saat di dalam, Dewinta sudah menunggu dan Serein sudah diungsikan bersama asisten rumah tangga yang biasanya sibuk membersihkan rumah.

"Duduk!" titah Dewinta.

Siri menuruti ucapan Dewinta dan hanya bisa menunduk. Sedangkan Archie menatap mamanya heran.

"What's going on? Kenapa mama dan Siri kelihatan aneh?" tanya Archie.

"Siapa yang duluan merayu siapa?" tanya Dewinta.

"Hah? Mama ngomong apa, sih??" sahut Archie.

Dewinta berdecak dan menunjuk wajah Siri yang merasa bersalah.

"How can!? Kamu jebak anak saya untuk kehamilan kamu??"

Archie menghadang mamanya dengan berdiri melindungi Siri yang duduk dan terkejut.

"Mama jangan memperlakukan Siri dan calon anak kami seperti itu. Siri mengandung anakku, Ma. Anak kedua aku akan lahir dari Siri."

Dewinta memegang dadanya dan bereaksi seolah tertusuk pedang di dada.

"Anak kamu? You said it is yours, Archie??"

Archie mengangguk dan segera bertanya, "Kami berhubungan sejak mama ngasih aku waktu tiga bulan untuk dapetin pasangan."

"Astaga, Archie. Kamu udah berkali-kali bikin mama jantungan! Pertama kamu ninggalin LA gitu aja, kedua kamu nggak pulang ke rumah dan Rein bilang kalian ada di rumah momanya, dan sekarang kamu bikin mama kaget karena bawa perempuan yang awalnya mama ingin jodohkan ke kamu dan ternyata hamil! Lebih mengejutkannya, perempuan yang membatalkan perjodohan dengan pamer perut buncitnya itu adalah dia! Perempuan yang kamu bawa!"

Dewinta berkata dengan menggebu. Dia tidak tahu harus memulai dari mana karena terlalu terkejut. Dan kini Archie dibuat berpikir dalam.

"What—hah? Gimana, Ma?" Archie tergagap karena begitu kaget.

"Ya ampuuuuunnnnn! Mama pusing sama kalian!"

Sekarang segalanya harus dijelaskan ke semua pihak, karena mereka bertiga memang sama-sama butq dengan takdir yang seperti bercanda.


[Sengaja update di lapak ini agak lama. Soalnya yang baca kayaknya belum banyak juga. Aku nunggu aja, deh. Biar semangat update di sini.]

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang