CH. 52

1.5K 101 6
                                    

Baik Jeje dan Archie tidak ada yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaan Siri mengenai kehadiran Demoonel ke tempat di mana Siri dan keluarga kecilnya tinggal. Wanita itu bahkan tertawa renyah saat menghadap mereka semua dan menyapa, "Halo! Selamat pagi semuanya!" dengan nada riang yang tidak akan bisa dimengerti oleh manusia yang berdiri berhadapan dengan nenek itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya Monel?" Jeje dengan cekatan maju dan menanyakan tujuan wanita itu.

"Oh, tidak, tidak, Genit. Saya ke sini bukan untuk menyusahkan kamu lagi." 

Jeje tertawa pelan dan masih bisa berbasa-basi. "Saya tidak merasa susah, Nyonya." 

Siri tentu saja tak suka dengan perlakuan Jeje pada nenek Demozza itu. Kenapa manajernya itu terlalu sopan pada Demoonel sedangkan sangat tak sopan pada Siri? Yang membayar Jeje di perusahaan adalah Siri, tapi Jeje bersikap sangat sopan pada orang lain yang bukan siapa-siapa bagi Jeje. 

"Kamu sudah pintar menarik hati wanita tua ini, ya, Genit." Siri mendengkus geli saat Jeje mendapatkan cubitan kecil di pipi. "Saya ke sini untuk menjemput seseorang."

Saat kalimat itu dikemukakan, barulah mereka semua terdiam. Sejak kapan ada seseorang yang bisa dijemput di kediaman Siri? Terlebih yang menjemput adalah nenek Demozza? 

"Menjemput seseorang, Nyonya? Siapa kalau boleh tahu?" Jeje kembali menjadi perantara komunikasi bagi Demoonel dan anggota keluarga disana. 

Demoonel tersenyum dan menjawab, "Namanya Lillia Posey."

Siri menatap suaminya karena merasa familiar dengan nama panggilan pegawai pria itu. "Itu nama pegawai kamu?" tanya Siri berbisik.

Archie mengangguk dan menatap Demoonel dengan ragu. Sebagai atasan yang sekarang juga bertanggung jawab dengan keselamatan Lily, dia tak bisa begitu saja membukakan jalan bagi nenek Demozza itu. 

"Maaf sebelumnya, saya tidak bisa memberikan izin begitu saja. Sekarang saya ini menjadi penanggung jawab atas keselamatan Lily. Saya berperan sebagai ayahnya karena dia tidak memiliki orangtua di kota besar ini. Selain itu, ayahnya memang sudah berpulang beberapa tahun lalu dan ibunya menikah lagi tanpa dia ketahui keberadaannya. Saya tidak mungkin melepaskan Lily untuk Anda bawa begitu saja."

Terlihat senyuman Demoonel yang tidak surut. Wanita itu justru berjalan ke arah Archie dan mendorong dada pria itu untuk menyingkir. 

"Saya akan masuk dan menemui Lillia untuk bicara mengenai kedatangan saya secara baik-baik. Kamu juga ikut saya, supaya kamu tidak berpikiran macam-macam."

Semua orang di sana bingung dengan sikap Demoonel yang seolah menjadi ketuanya di sana. Wanita tua itu tidak peduli dengan apa pun saat ini. Bukan hanya Archie yang mengikuti langkah wanita tua berpenampilan mahal itu, semua orang yang melihatnya otomatis berjalan di belakang Demoonel tanpa ada bantahan. 

*

Rupanya kedatangan Demoonel tadi pagi bukan untuk menyebabkan masalah lain bagi Archie. Wanita tua itu justru mengangkat beban di pundak Archie mengenai Lily dan Demozza. Setelah Demoonel dan Lily bertemu tadi dan banyak pembicaraan serta penjelasan yang diutarakan oleh nenek Demozza itu, semuanya menjadi jelas dan Lily bersedia untuk ikut bersama Demoonel. 

Masalah perlahan-lahan luntur dan Archie memfokuskan diri untuk pindah ke rumah yang lebih cocok untuk kembang dan tumbuh anak-anaknya. Dirinya hanya akan fokus untuk keluarga kecilnya itu sementara ini. 

"Archipelagoooo!" Jeje memanggil dengan nada melengking yang dibuat sebencong mungkin dan menganggu Archie. 

"Apaan, sih? Kenapa manggilnya mesti begitu?" sahut Archie yang baru turun dari lantai lima gedung itu.

"Gue ada acara sama someone, lo jagain Siri, ya."

Archie menertawakan ucapan Jeje. "Gue ini suaminya Siri, Je. Mana mungkin gue nggak jagain dia?"

"Maksud gue, tuh, jagain versi yang beneran siaga. Selama gue ada acara, lo nggak boleh lengah. Si Demoz itu boleh diangkut sama neneknya yang aneh itu, tapi si mantan sahabatnya Siri belum ada yang ngurusin."

Archie baru tersadar bahwa ucapan Jeje memang benar dan sangat penuh dengan perhitungan. 

"Bener juga. Lo lebih teliti dari perempuan, ya, Je."

Jeje mencibir dengan menggerakan bibirnya tak suka pada Archie yang semula menertawakan perintahnya itu. "Intinya selama kalian mau pergi buat cek rumah baru, jangan ada yang kecolongan!"

Archie mengangguk tanpa prote lagi dan Jeje bisa melenggang pergi untuk menghabiskan waktu bersama seseorang yang dirinya inginkan. Archie tidak akan mengurusnya sama sekali, karena itu adalah urusan hidup Jeje. 

"Popa, popa, popa!" Panggilan riang dari Serein membuat Archie mengalihkan diri menatap Jeje yang berjalan tak kalah riangnya dari Rein kini yang digandeng oleh mamanya keluar dari lift.

"Hai, Jagoan!" 

Serein berlari kecil ke arah papanya setelah Siri melepaskan genggamannya dan anak itu langsung diangkat oleh papanya hingga tawa menyusup ke setiap sudut ruangan dan membuat hati kedua orangtuanya tenang. 

"Udah, udah. Nanti dia malah rewel kalo mau tidur, Popa." Siri menghentikan candaan itu yang nantinya pasti akan terbawa dalam tidur anaknya. Mengigau seolah anak itu tidak bisa melupakan kejadian yang mengesankan, entah itu kesan baik ataupun buruk.

"Moma sekarang makin cerewet, ya, Rein."

"Moma yewet." Serein meniru ucapan papanya, lalu segera bertanya pada papanya. "Yapi yewet tu pa, Popa?" 

Archie menepuk jidatnya. "Ya ampun, Rein. Kamu nggak tahu arti cerewet?"

"Yein nca yampun, Popa! Yein yapi nyanya jaja yewet pa?"

Siri tertawa karena Serein bicara dengan cepat dengan gerakan bibir yang lucu dan bahasanya yang sulit sekali dicerna dalam satu tangkapan. 

"Cerewet itu suka banget ngomong banyak-banyak, Rein." Akhirnya Archie memberikan pengertian pada putranya yang menggemaskan itu. 

"Oooooohhhh omon nyayak. Yein elti elti." Anak itu mengucapkannya dengan anggukan selayaknya orang dewasa ketika memahami sesuatu. 

Bagaimana bisa orang yang melihat Rein tidak tersenyum jika kelakuan bocah itu sangat lucu? Jika Siri mau, dia bisa saja mengunggah setiap momen Serein karena tidak ada yang tidak menggemaskan dari keseharian putranya itu. Orang di internet akan menyukai Serein dan membuat anak itu langsung menjadi selebriti dadakan. Namun, Siri tak suka dengan jadwal padat yang akan anak itu terima nantinya. 

"Iya, tapi Rein nggak bisa pakai kata cerewet sembarangan ke orang yang lebih tua, ya. Nanti orangnya bisa marah sama Rein. Mau dimarahin?"

Serein langsung menggeleng dan memberikan jawaban patuh pada mamanya. "Yein nca biyang yewet, Moma. Popa yang biyang. Popa mayahin, Moma!"

Siri membuat gerakan marah yang dibuat-buat kepada suaminya. "Popa nggak boleh bilang gitu lagi, paham?"

"Iya, Moma."

Serein menutup mulutnya dengan tangan mungilnya dan tertawa geli melihat mama dan papanya bersikap demikian. 

Mereka keluar dan berjalan menuju mobil yang terparkir. Archie tentu saja akan membawa mobilnya sendiri dibuntuti oleh beberapa orang suruhan Rigel yang masih bertugas dari jarak jauh. 

"Kok, mobil aku nggak ada, ya, Popa?" tanya Siri yang sibuk mencari keberadaan mobilnya. 

Archie ikut memperhatikan halaman parkir yang tak terdapat mobil Siri di sana. 

"Oh, iya. Nggak mungkin kemalingan, kan? Keamanan kita ketat."

Siri mendapati mobil kantor tidak dibawa oleh Jeje. "Oh, berarti Jeje pake mobil aku. Itu mobil kantor masih ada."

Archie mengangguk. "Iya, biarin ajalah. Ayo, naik!"

Siri tak langsung mengangguk karena merasa ada yang aneh dengan kelakuan Jeje ini. 

"Kok, perasaanku nggak enak, ya?"

"Moma, jangan mikir yang aneh-aneh. Ayo, berangkat!"

Siri akhirnya mengangguk dan tak membantah lagi. Dia berdoa semoga saja tak ada sesuatu yang terjadi seperti perasaan Siri yang mendadak tak tenang. 





Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang