CH. 28

3.7K 764 24
                                    

Virginia terkejut mendapati pesan yang dikirimkan oleh mantan suaminya yang kini tiba-tiba saja menyatakan keinginan untuk bertemu. Sayangnya, bukan sembarangan bertemu. Pria itu meminta Virginia untuk bersedia bertemu Serein, mengatakan golongan darahnya dan melakukan tes DNA. Virginia berdecak keras. Baru saja hari ini dia gagal mendapatkan darah Siri dengan skenario yang seharusnya tidak akan ditolak oleh Siri. Semua yang menyangkut bayi yang dilahirkan Siri adalah harta karun bagi wanita itu.

"Kenapa? Suntuk banget kamu."

Virginia mengusap wajahnya frustrasi. "Archie minta tes DNA. Padahal aku udah siap-siap buat melakukan tes dengan darah Siri, tapi Jeje menggagalkan semuanya."

Guvran menghela napas. "Kamu harus berhasil melakukannya, kondisi keuangan kita udah nggak bagus lagi."

Virginia menatap Guvran dengan rasa tak suka. "Gara-gara Kak Guvran kita jadi gini!"

"Aku yang salah? Harusnya kamu salahin sahabat kamu itu! Gara-gara kejadian dulu, dampaknya jadi ke kehidupan yang sekarang. Gara-gara kamu ngotot kakak harus bantuin sahabatmu itu, semuanya jadi gini!"

Virginia tidak merasa jahat sama sekali. Justru dalam kisahnya, Siri memang menjadi pihak antagonis tanpa disadari oleh wanita itu sendiri. Sudah lama Virginia memendam rasa kecewa dan mendendam. Demi membantu Sirius dulu, dia harus mengalami kemiskinan ini.

"Dia bukan sahabatku lagi," ucap Virginia penuh keseriusan.

"Bagus. Dia menyebabkan banyak masalah dalam hidup kamu. Sudah bagus juga kamu ikutin saranku untuk nggak mengundangnya ke pernikahanmu, karena besar kemungkinan dia akan ambil suamimu dengan kemampuannya."

Ya, Virginia yakin Siri akan mampu mengambil semua bagian dalam hidupnya karena Siri memiliki segalanya. Tidak seperti Virginia yang jauh dari kata 'mampu', persahabatan mereka hanya berdampak pada kehancuran.

"Siri memang sejahat itu," gumam Virginia yang semakin kesal dengan bayangan kebahagiaan Siri selama ini.

"Terus, kamu akan lakukan apa? Suamimu meminta bertemu, anak yang dibawanya juga pasti diurus dengan baik. Alasan apa yang akan kamu gunakan untuk menunda pertemuan itu?" tanya Guvran penasaran.

"Aku akan tetap menemui Siri. Apa pun caranya, aku akan gunakan darah Siri untuk dicocokan dengan darah anak itu. Anak Siri."

Virginia tidak akan melepaskan kesempatan untuk mendapatkan simpati Archie sekaligus Siri menggunakan anak kecil yang sudah jelas anak dari keduanya. Virginia tidak akan melepaskan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari Archie dan Siri. Meski Virginia tidak membawa anak itu, tapi Siri akan tetap hilang kendali jika sudah menyangkut bayi yang selama ini belum pernah dia lihat.

"Aku akan gunakan Archie dan Siri untuk memperbaiki kualitas hidup kita lagi, Kak. Aku bosan hidup pas-pas an begini terus."

Guvran mengangguk setuju. "Semenjak kamu bercerai dari Archie dan sok tahu mengejar karir menjadi model, inilah yang kita dapatkan. Nasib yang membuat kakak dipandang sebelah mata. Karena kesalahan dengan mengurus Siri, kita jadi terkena imbasnya."

Virginia memang salah mengambil langkah dengan bercerai dari Archie. Karena tuntutan untuk menyayangi dan mengurus Serein, akhirnya Virginia tak tahan juga untuk kabur. Ketika Archie memutuskan untuk menggugat cerai karena percekcokan rumah tangga mereka semakin hari semakin menjadi, Virginia mengiyakan karena sudah tak sanggup lagi dituntut menjadi ibu yang baik bagi Serein yang memang bukan anaknya. Dan Virginia juga tidak merasakan getaran sebagai seorang ibu untuk Serein. Sungguh mati Virginia kesal ketika melihat wajah anak itu, karena Serein memiliki bagian yang dimiliki Siri. 

"Kak Guvran juga cuma bisa diem aja di rumah!" balas Virginia kesal. 

"Aku diem aja karena kerjaannya laki-laki sialan itu! Kalo nggak ikut campur urusannya dan Sirius, dia nggak akan dendam sama aku kayak gini." 

"Ya, semua ini memang karena Siri." 

*

Membawa Archie menghadap pada papi dan maminya dalam kondisi seperti ini memang tidak terduga sama sekali. Siri berniat tak menikah, meski Archie memaksa, tapi bayangan akan kehilangan pria itu—cepat atau lambat, membuat Siri akhirnya memilih mencoba melangkah menghadapi ketakutannya. 

"Kamu nggak gugup?" tanya Siri yang sudah bertingkah seperti saat akan bertemu dengan Dewinta. 

"Gugup kenapa?" Archie balik bertanya. 

"Kamu menghamili aku dan membuat rencana pertunangan gagal, ingat? Harusnya kamu takut kalo nantinya papiku bakalan memukul kamu." 

Archie menarik napas dan berkata, "Aku sudah memikirkan semua kemungkinan terburuknya, Siri. Terus berpikir, lama-lama aku malah semakin gila. Jadi aku memilih pasrah dan menjalani apa saja yang sekiranya bisa aku jalani." 

Archie benar-benar sudah pasrah, itu yang dapat Siri lihat dari cara pria itu tidak melakukan apa pun dan tenang meski sebenarnya pasti ada ketakutan dalam diri Archie yang menggebu-gebu. 

"Lagi pula, aku menghamili kamu bukan karena aku memperkosa kamu. Kita memang menginginkan dan menyayangi anak di dalam kandungan kamu yang datang tanpa diduga." 

Siri menyukai bagaimana Archie mengatakan kehadiran calon anak keduanya dengan sebutan tidak terduga, bukannya tak diharapkan. Dengan penjelasan pria itu, Siri menjadi sangat lega dan mendapatkan kenyamanan. 

"Terima kasih," ucap Siri yang mengusap tangan Archie. 

Pria itu membalas usapan dari Siri dan memajukan tubuh untuk mengecup pelan bibir Siri. "Aku juga cinta kamu." 

Siri tertawa kecil. "Nggak nyambung!" 

"Iya, aku tahu kamu juga cinta aku." 

Siri mengabaikan pria itu dan mereka turun dari mobil untuk masuk ke rumah milik papi dan mami Siri. Tanpa mereka perkirakan, pintu rumah terbuka dan Rigel langsung berjalan mendekat dengan melayangkan tinju ke wajah Archie. 

"Papi!" seruan dari bibir Siri membuat suasana riuh seketika. 

"Ya, ampun, Rigel!" Mega—sang istri, tidak menyangka mendapati suaminya bersikap anarkis bahkan disaat mereka belum duduk dan bicara berempat. 

"Papi, berhenti!" Siri mencoba untuk menarik tubuh papinya, tapi tidak berhasil. 

"Siri, jangan deket-deket papi kamu. Nanti perut kamu kenapa-napa!" Ucapan maminya mengingatkan Siri dengan kondisinya yang tengah berbadan dua dan riskan melakukan kegiatan berat. 

Memilih mundur, Siri melihat maminya meminta dua penjaga bertubuh besar masuk ke rumahnya dan memisahkan Rigel serta Archie. Lebih tepatnya memisahkan Rigel yang tidak akan melepaskan Archie jika tidak diangkat dua penjaga itu. Harusnya, Archie bisa saja melawan Rigel dan tidak diam saja ketika dipukul. Namun, Siri tahu calon suaminya itu tidak akan membalas Rigel karena mengakui kesalahannya. 

"Papi kenapa, sih??!" protes Siri. 

"Dewinta bilang sama mami kalo yang hamilin kamu ternyata anaknya. Dia cerita semuanya dan papi kamu juga denger di telepon. Ya, karena tadi papi kamu tahu suara mesin mobil, jadi buru-buru turun dan beginilah jadinya." 

Archie menyeka bibirnya yang berdarah, tapi malah mengotori pakaiannya yang rapi dan hasil pilihan Siri. 

"Harusnya papi bisa ngomong baik-baik, dong!" Siri masih tidak terima atas sikap Rigel. 

"Kamu itu putri papi, Sirius. Mana bisa papi bersikap biasa saja tahu kalo pria yang menghamili putri papi adalah orang yang sama yang tadinya akan dijodohkan dengan kamu? Papi jadi mikir kalo dia ini pria brengsek kalo begini." 

Mega menahan putrinya untuk bicara dan meminta mereka tidao melanjutkan apa pun dalam posisi berdiri. 

"Siri, obati luka calon kamu dulu baru kita bicara. Mami akan minta bik Iyem sediakan minuman." 

Siri menghela napasnya dan memandang papinya masih dengan rasa kesal yang sama. Namun, ucapan maminya benar sekali. Mereka harus bicara dengan tenang dan bukan dalam posisi berdiri agar lebih kondusif. 

Semoga saja setelah ini tidak ada drama restu yang sulit digapai oleh Archie dari Rigel.

[Bab 38 sudah ada di Karyakarsa. Bab 39 enaknya kita buka sedikit demi sedikit kisah lalu Siri atau nggak?]

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang