Chapter 65

6K 341 8
                                    

Playlist : Demi Lovato - Cool For The Summer

-Happy Reading-Jangan lupa spam komen dan vote cerita ini!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-Happy Reading-
Jangan lupa spam komen
dan vote cerita ini!

Thank youuuuu....

🌷🌷🌷

"Kau bertengkar dengan istri mu?"

Suara Effie terdengar begitu ketukan dari hels sepatunya berhenti di seberang meja Alaric. Wanita bersetelan putih dan lylac itu meletakkan sebuah map cokelat di mejanya.

"Apa wajah ku menggambarkan itu?" Alaric tersenyum kecut. Mengambil map tersebut dan membacanya dengan ringkas namun teliti sebelum ia tanda tangani.

"Kau biasa memasang wajah datar seakan di sepanjang lobby tidak ada para karyawan, tapi hari ini lebih tepatnya sejak kemarin-kemarin, kau datang dengan wajah masam dan kesal yang terlihat jelas. Jangan bilang karena tidak diberi jatah?"
Effie mengambil map itu kembali.

"Jatah? Baru empat hari yang lalu aku mendapatkannya." Lugasnya mengerutkan hidung dan tersenyum jenaka.

"Okey... Jangankan dalam pernikahan, baru berpacaran saja pertengkaran memang selalu terjadi. Apa pun masalahnya, selesaikan dengan kepala dingin."

"Bisa kita bicara? Aku butuh pendengar dan pendapatmu sebagai teman." Alaric sedikit memohon.

"Ya, aku sudah terlanjur bersikap sebagai teman bukan sekretaris mu, jadi kenapa tidak dilanjutkan saja." Menarik kursi, Effie pun siap mendengarkan curhatan teman sekaligus atasannya itu.

"Apa aku egois jika meminta Richelle untuk berhenti dari pekerjaannya?" Alaric memulai.

Bibir bawah Effie terangkat pelan dengan wajah sedikit kebingungan. "Maksudmu berhenti jadi CEO di perusahaan perhiasannya?"

"Bukan. Itu milik dia yang diwariskan oleh orang tuanya, tidak mungkin aku menyuruhnya mundur dari jabatannya."

"Oh, maksudmu modeling yang sedang ia embani?" Alaric mengangguk. Effie pun kembali berkata. "Apa dulu alasan mu? Hanya karena cemburu dan tidak rela jika penampilan cantiknya tersebar di mana-mana? Menurut ku itu egois."

Terlihat Alaric menghela nafasnya. Kesal, gusar juga lelah dalam waktu yang bersamaan.

"Sejujurnya iya. Tapi terlepas dari itu, aku juga membutuhkannya, Effie. Hampir setiap hari dia selalu pulang malam, bahkan saking sibuknya tidak pernah menyempatkan untuk mengirim ku pesan. Banyak rencana makan siang atau malam yang berakhir gagal karena dia tidak bisa meninggalkan urusannya. Karena itu juga aku jadi teringat dengan ucapan ibuku."

"Memangnya apa yang ibumu katakan?"

Alaric menarik tubuhnya untuk mendekat sampai menempel di pinggiran meja. Ada keraguan juga rasa sesal untuk mengatakan ini. Kedua tangannya bertautan, helaan nafas terdengar berat namun ringan dalam satu hembusan.

𝙾𝚞𝚛 𝙳𝚎𝚜𝚝𝚒𝚗𝚢 (#𝟸 𝙴𝙳𝙼𝙾𝙽𝙳 𝚂𝙴𝚁𝙸𝙴𝚂)✓Where stories live. Discover now