Chapter 42

2.4K 235 20
                                    

Yola terlihat cemas sembari mencoba menenangkan putrinya yang sejak tadi tak berhenti menangis. Beberapa maid juga kebingungan saat bayi berusia 6 bulan itu tak kunjung diam, sedangkan Isa terlihat sibuk menghubungi seseorang sejak tadi.

"Princess.... jangan menangis terus ya, daddy pasti segera pulang." Yola mencoba menyodorkan putingnya, namun putri kecilnya itu tak mau menyusu dan terus menangis saja.

Harvey tengah berada di perjalanan
pulang dari bekerja, hal itulah yang membuat Lily tidak berhenti menangis, bayi cantik itu terus mencari keberadaan sang ayah. Bahkan 2 nanny profesional yang Harvey tugaskan juga tidak bisa menenangkan Lily.

Ini bahkan sudah lewat tengah malam, itu berarti sudah lebih dari 3 jam Lily menangis. Tak ayal, hal itu juga membuat Yola ikut panik. Segala hal yang ia tahu tentang bayi sudah Yola lakukan, namun tak membuat perubahan apapun.

"Isa bagaimana?" Tanya Yola.

Isa hanya menggelengkan kepalanya sembari terus mencoba menghubungi Harvey dan Revo.

"Sudah hei sayang..... ayo minum susu dulu, jangan menangis terus." Tangisan Lily semakin histeris hingga membuat Yola ikut menangis juga, hal itu tentu saja membuat semua orang menjadi lebih panik lagi.

"Hiks hiks kenapa dia tidak berhenti menangis hiks hiks."

Isa langsung memberikan ponselnya pada salah satu maid dan memintanya terus menghubungi Harvey dan Revo, sedangkan ia sendiri langsung mengambil alih Lily dari sang ibu.

Tangisan Yola dan Lily semakin beradu hingga membuat suasana kamar bertambah ricuh. Para maid sibuk menenangkan Yola, sedangkan Isa dan para nanny sibuk menenangkan Lily.

Bagai angin segar di tengah gurun pasir, pria yang sejak tadi mereka hubungi terlihat masuk ke dalam kamar dengan tergesa-gesa.

Rasa lelah bercampur panik terlihat sangat jelas di wajah tampan Harvey. Pria itu seakan mengerti dengan keadaan yang terjadi, ia segera mengambil tubuh putrinya dan mencoba menenangkannya.

"Princess daddy kenapa menangis, hmm?" Harvey menatap wajah putrinya yang sembab karena terlalu lama menangis.

Dan ajaibnya, tangisan Lily berangsur mereda setelah mendengar suara sang ayah. "Berikan botol susunya." Salah satu nanny langsung memberikan botol asi kepada pria itu.

"Ayo minum susu dulu, princess daddy anak yang baik, kan?" Harvey menyodorkan dot di depan bibir Lily, hingga membuat putrinya itu membuka mulut dan mulai menyedotnya.

Semua orang langsung mendesah lega melihatnya.

Harvey mengisyaratkan mereka semua agar keluar dari kamarnya, hingga akhirnya di kamar luas itu hanya tersisa keluarga kecilnya saja.

Sembari menimang Lily, mata elang Harvey mengamati wanita yang duduk terdiam di sofa. Belum juga Harvey membuka suara, istrinya itu langsung beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana.

Harvey yang melihatnya hanya bisa menghela napas pelan. Ia memilih untuk tetap menimang putrinya agar cepat tertidur.

Lily memang begitu dekat dengannya, putrinya itu akan menangis jika tidak melihatnya. Tapi hari ini Harvey benar-benar harus meninjau lokasi untuk pembangunan restoran baru, ia tidak mungkin mengajak istri dan putrinya bepergian jauh untuk bekerja.

Tubuh Harvey terasa begitu lelah, ia bahkan belum beristirahat sejak pagi. Namun Harvey tidak mungkin mengabaikan tangisan putri kesayangannya itu, terlebih ia juga tidak tega membiarkan Yola mengurus putrinya sendirian sejak pagi tadi.

Harvey tersenyum tipis saat melihat putrinya sudah tertidur, ia berganti menatap punggung istrinya. Setelah beberapa saat berpikir, Harvey memilih untuk keluar dari kamar.

TOXIC PARTNER 1: AffairNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ