49. Lulus!

271 17 3
                                    

Seluruh siswa-siswi SMA HIS Tengah berada di aula sekolah dengan acara pentas seni akhir tahun. pentas diadakan khusus kelulusan kelas 12. Seorang perempuan memakai baju dokter dan temannya yang memakai busana khas pramugari.

Kedua orang itu menonton dari pinggir lapangan. Duduk di kursi khusus untuk para siswa-siswi.

Pentas seni kali ini lebih besar dan heboh dari tahun sebelumnya. Ada yang memperagakan seni tari, bela diri serta olahraga favorit. Sekarang giliran kelas 12 yang naik ke atas panggung. Ada Aiden yang memakai baju militer, Berprofesi sebagai TNI Angkatan udara. Skala dengan Setelan jas hitam serta kacamata yang ia pakai. Berprofesi sebagai ceo. Rahmi memakai baju pramugari serta Senja yang memakai baju dokter.

Sungguh Cita-cita yang besar bagi kedua perempuan itu, tapi Untuk sekarang itu hanyalah Angan-angan yang tersapu habis oleh angin, Mereka sudah ada tanggungjawab untuk merawat anak beserta suami mereka.

Keempat itu turun dari atas panggung setelah memperagakan Profesi mereka masing-masing, mereka duduk di kursi. Tepi lapangan.

"Kamu mau jadi militer?" tanya senja menatap penampilan Aiden. Laki-laki itu menoleh dan mengangguk. "Wah, hebat, setelah lulus langsung masuk ya?" seru senja. Aiden tersenyum tipis dan menggeleng

"Tidak semudah itu, gue harus kerja dulu di Kafe, kumpulin uang dan melamar pekerjaan menjadi militer" Senja diam sejenak hingga akhirnya perempuan itu mengangguk. "Semangat kerjanya" Aiden tersenyum dan mengangguk.

"Lo juga bakal jadi dokter setelah ini?" tanya Aiden.

"Engga dehh kayaknya, Aku kan udah nikah dan punya anak, aku punya tanggungjawab lebih besar daripada pekerjaan" sahut Senja tersenyum hangat.

"Lo bener, lo udah punya kehidupan lo sendiri, Cita-cita bagai kayu yang dimakan habis oleh api" senja tidak menjawab, perempuan itu menyandarkan punggungnya ke kursi dan menatap pertunjukan pentas seni di depannya.

"Kamu mau jadi CEO ya?" Beo Rahmi menatap Skala dari samping.

"Hm"

Rahmi menggaruk kepalanya yang tak gatal, Sepupu dingin Zafrel itu sungguh sulit diajak bicara. Pasti mati topik. Tidak seperti Zafrel yang sangat seru untuk diajak mengobrol. Senja menoleh ke arah Rahmi dan Skala.

Laki-laki itu menatap datar ke depan sana, "Kamu Skala?" tanya senja. Laki-laki menoleh dan mengangguk.

"Kamu juga ketua OSIS kan? Gantiin kak Zafrel" Skala lagi-lagi mengangguk.

"Oh iya kamu mau Jadi ceo dimana?" tanya senja lagi. "Perusahaan Faren" Akhirnya Skala membuka suaranya. "Kirain bisu" Gumam Rahmi. Skala melirik Rahmi sekilas dan kembali menatap datar Ke depan.

"Papa kamu pak leo?" tanya senja polos sambil menampung dagunya menggunakan kedua tangannya. "Kok tau?" Skala kembali menatap senja.

"Dulu aku pernah diajak ayah ke Perusahaan itu, yang aku tau direkturnya pak leo" Skala Mengangguk-anggukan kepalanya paham. "Iyaa bener, leo papa gue"

"Oh, oke"

Setelah percakapan singkat itu suasana kembali hening, hanya suara musik yang terdengar serta suara para siswa-siswi yang mengobrol.
"Kamu mau kemana?" tanya senja melihat Aiden yang berdiri dari duduknya. Aiden tak menggubris. Laki-laki itu kembali melangkah tanpa menjawab pertanyaan senja. Sungguh banyak tanya pikirnya. Senja hanya mengangkat bahunya acuh.

"Bisa ikut gue sebentar?" Sergah Skala menatap senja serius. Senja mengangkat kedua alisnya seakan Bertanya 'kemana?'

"Ikut aja" Skala langsung menarik tangan senja. "Iyaaa pelan-pelan" sungut senja mengikuti ajakan Skala. "Eeh pada Kemana" Beo Rahmi ketika menyadari bahwa ia sudah sendirian di sana. Ia menggaruk kepalanya bingung dan memilih duduk di samping wilo. Waketos.

"Ngapain kita kesini" Imbuh senja karena Skala mengajaknya ke Rooftop. Laki-laki itu meletakkan kedua lengannya di pembatas rooftop. Skala menatap langit biru di depannya. Senja diam dan ikut melihat ke arah langit yang cukup cerah tapi tidak panas.

"Lo tau gak?" setelah beberapa menit hening Skala membuka suaranya, "Apa?"

"Bang Zafrel selalu ceritain tentang lo ke gue" senja diam mendengarkan. "Dengan bahagianya dia ceritain semua tentang lo ke gue, dan langsung sakit hati ketika tau lo dijodohkan" sambung Skala. Senja menjadi merasa bersalah mendengarnya.

'Senja manis banget hari ini'

'Gue tadi baca buku bareng senja di perpus'

'Gue berhasil buat dia tersenyum kal'

'Senja dijodohkan sama Aksa'

'Gue salah udah taruh semua jiwa gue ke dia, hingga dia pergi dan hanya menyisakan raga'

'Gue ikhlas jika dia bahagia'

Air mata senja terjatuh Skala menceritakan semua perkataan yang pernah Zafrel ucapkan. "Gue bilang ke dia buat ungkapin aja tapi dia gamau"

"Dia bilang, Mencintai bukan berarti harus memiliki, bisa melihatnya tersenyum saja gue udah bahagia"

Skala menatap lekat senja. "Tanpa sadar lo udah buat Zafrel jadi sad boy, sampai mati. Walau hal itupun dari Zafrel sendiri"

"Bahkan disaat dia mau ketemu mamanya waktu itu, dia pernah bilang, 'Gue seneng banget karena senja saranin Pakaian yang bagus buat gue'. Sambung Skala.

Seperti ada lem tak kasat mata yang membungkam bibir senja hingga membalas perkataan Skala saja tak bisa. "Gue cuma mau ungkapin isi hati Bang Zafrel yang belum sempat ia tumpahkan"

"Lo pasti gatau kalo dulu lo sama bang Zafrel satu sekolah saat SD, dia mengagumi lo Diam-diam, saat udah lulus pun dia selalu cari tau tentang lo dan pada akhirnya dia berhasil temuin lo di SMA ini" Ucap Skala menjeda kalimatnya.

"terkadang terselip rasa cemburu,,namun cermin berkata. siapa dirimu."

"Itu Kata-kata terakhir yang gue denger dari Bang Zafrel, Orang itu sudah tidak ada, sudah pergi membawa luka yang ia punya" Skala melihat mata senja yang Berkaca-kaca.

"Gue ga bermaksud buat nyalahin siapapun, kita punya harapan tapi dunia punya takdir"

"Hidup adalah ibadah yang penuh dengan ujian"

"Kak Zafrel memang tokoh terbaik yang pernah singgah di kisah kehidupan ku" Akhirnya senja membuka suaranya. Skala mengangguk.

"Disana, pasti dia sudah disuguhi oleh para bidadari surga, tidak ada rasa sakit lagi seperti kehidupan nya di dunia."

"Laki-laki sad boy, Broken home, pengidap Alzheimer itu sudah tenang disana, luka yang ia punya sudah hilang bersamaan dengan kepergian nya" Senja menoleh ke arah skala. Sejak kapan Zafrel mengidap Alzheimer.

"Sejak kapan kak Zafrel sakit itu?"

"Sudah dari umur 10 tahun"

"Dia meninggal bukan hanya karena ginjal tapi juga karena penyakit itu" sarkas Skala. Senja menghela nafasnya pelan.

"Kita hanya sebuah tokoh utama dalam kisah masing-masing, dan semesta yang mengaturnya."

Aksaza||Tulisan SenjaWhere stories live. Discover now