•02•

53.6K 3.4K 120
                                    

Rea perlahan membuka matanya, kepalanya terasa agak sedikit pusing. Rea hendak bangun, tapi tubuhnya langsung di tahan oleh Renald. Gadis itu baru sadar jika dirinya saat ini sedang berada di uks.

"Lo sakit apa?" Renald menatap lekat Rea.

Rea tersenyum. "Cuma pusing dikit aja, tapi aku nggak papa kok."

Renald bernafas lega. "Syukur deh, oh iya mau gue panggilin Bang Bevan nggak?"

Rea dengan cepat menggeleng. "Jangan, nggak usah."

"Kenapa gitu?" tanya Renald.

"Kak Bevan pasti sibuk belajar, aku nggak mau ganggu dia," balas Rea.

'Percuma juga kamu panggil kak Bevan, dia nggak bakal peduli Ren. Kak Bevan kan udah punya kak Tania,' batin Rea.

"Oke deh, tapi gue harus kabarin dia," ucap Renald.

Renald mulai mengeluarkan ponsel-nya kemudian mengirimkan pesan kepada Bevan. Melihat hal itu Rea menghela nafasnya, selang beberapa detik ia menatap langit-langit. Rea berandai, jika saja sifat Bevan seperti Renald dirinya pasti akan sangat bahagia.

"Rea," panggil Renald.

Rea menatap Renald. "Apa?"

"Lo seriusan nggak papa? Atau mau gue anter pulang aja," tawar Renald.

"Nggak perlu Ren, mending kamu ke kelas aja. Bentar lagi bel masuk bunyi loh," ujar Rea.

"Nggak, gue mau nemenin lo di sini." Renald ingin memastikan jika Rea baik-baik saja.

"Ren, kamu masuk kelas aja. Aku nggak papa kok." Rea berusaha meyakinkan Renald.

Renald tertawa. "Lo inget kan Mal? Gue bukan murid rajin, lo sendiri tahu kalau gue bandel dan suka bolos."

Rea tersenyum tipis. "Ya udah, tapi kalau nanti di hukum jangan salahin aku."

"Oh iya, Bang Bevan udah putus dari si Tania belum sih? Tapi gue lihat mereka masih deket," ucap Renald.

***

Rea duduk di dekat meja belajar, tadi ia pulang bersama Renald. Cowok itu sangat baik dan mengajaknya pulang bersama. Renald bilang dia ingin menjaga kakak iparnya, ucapan yang terdengar sangat konyol.

Bevan masih belum pulang, kelas dua belas ada pelajaran tambahan setiap pulang sekolah. Bahkan Rea yakin kini Bevan pasti sedang mengantar Tania pulang, karena mereka di kelas yang sama.

'Beruntung banget ya kak Tania, bisa di cintai sama kak Bevan.' Rea menatap lurus ke depan sambil tersenyum miris.

Bevan tiba-tiba saja datang lalu menutup pintu kamar. Cowok itu lantas membuang tas-nya ke kasur.

"Kakak udah pulang?" tanya Rea.

"Mata lo nggak lihat hah? Jelas-jelas gue udah pulang!" balas Bevan.

Rea menunduk. "Maaf kak."

Bevan duduk di pinggiran kasur. "Renald bilang lo sakit, lo pasti caper kan biar gue perhatiin? Mau lo mati juga gue nggak peduli."

Rea menatap Bevan dengan sorot mata penuh luka. "Sebenci itu kakak sama aku?"

Bevan memalingkan wajahnya. "Banyak drama lo!"

Bevan merebahkan tubuhnya di kasur. Moodnya rusak begitu saja saat melihat wajah Rea, padahal beberapa menit yang lalu ia sangat senang karena bisa bersama dengan Tania. Bevan tiba-tiba saja merindukan Tania.

'Kenapa harus dia yang jadi istri gue? Gue maunya Tania bukan dia,' batin Bevan.

Rea memejamkan matanya membuat air matanya luruh begitu saja. 'Kenapa mencintai sesakit ini?'

"Heh lo!" Bevan memanggil Rea.

Rea buru-buru menghapus air matanya dan menatap Bevan. "Iya kak, kenapa?"

Bevan mengganti posisinya menjadi duduk. "Lo nggak ngadu apa-apa kan ke Renald?"

Rea menggeleng cepat. "Aku nggak cerita apa-apa kok ke Renald."

"Bagus deh, kalau lo berani ngadu gue bakal bikin lo jauh lebih menderita." Bevan menatap tajam Rea.

'Aku udah menderita kak, dengan kakak banci aku itu udah bikin aku menderita,' batin Rea.

"Diem aja, ngerti nggak lo!" sentak Bevan.

"Ngerti kak," balas Rea.

Bevan berdiri dan langsung pergi ke kamar mandi. Cowok itu mengganti seragamnya dengan baju rumahan. Setelah itu Bevan keluar kamar mandi dengan wajah yang basah dan tampak segar.

"Denger, gue mau tidur. Sejam lagi bangunin gue, gue mau jalan sama Tania." Bevan mengusap wajahnya kemudian merebahkan tubuhnya di kasur.

Rea tertawa pelan, tawa yang terdengar penuh luka. "Lucu ya kak? Kakak udah nyakitin aku, tapi kenapa aku nggak bisa benci sama kakak?"

Bevan belum tidur, ia dengan jelas mendengar ucapan Rea. Bevan berusaha untuk tidak peduli dan menganggap ucapan Rea hanya angin lalu saja.

"Seharusnya lo nggak cinta sama gue,' batin Bevan.

Bersambung..

Serpihan LukaWhere stories live. Discover now