•41•

47.2K 2.3K 65
                                    

Usia kandungan Rea kini telah mencapai delapan bulan, bahkan perut Rea sudah terlihat membesar. Rea juga tidak sekolah lagi dan mengikuti homeschooling.

"Pengen ke sekolah." Rea menatap Bevan yang telah memakai seragamnya.

Bevan yang tadinya berkaca kini menoleh. "Nanti ya, kalau dede bayinya udah lahir pasti bisa sekolah lagi."

Rea mengangguk lesu. "Iya."

Bevan menghampiri Rea dan memegang kedua bahunya. "Senyum dong, kamu nggak suka homeschooling?"

Rea tersenyum lebar. "Suka! Kan yang ngajarin kakak ganteng."

Yang menjadi guru Rea memang masih muda dan tampan, lelaki itu adalah seorang mahasiswa.

"Nggak usah muji dia." Tatapan Bevan terlihat tajam.

"Nggak muji kak, emang dia ganteng. Kalau aku bilang dia jelek, berarti aku bohong dong."

"Nggak usah genit bisa kan?" Entah kenapa hati Bevan merasa panas.

Rea tertawa geli. "Kakak cemburu?"

Bevan memalingkan wajahnya. "Ya nggak, ngapain juga cemburu."

"Terus kakak yang ngajar bilang gini, jangan sedih walaupun homeschooling. Kamu harus senyum terus, kamu manis kalau senyum. Aku semanis itu ya kak ternyata," ujar Rea senang.

"Aku bilangin ke Papa, biar gurunya di ganti sama yang tua, yang gemuk, yang kumisan, yang galak," balas Bevan.

Kedua mata Rea melebar, jika gurunya seperti itu Rea tidak akan bisa cuci mata. Rea juga tidak akan semangat untuk belajar jika gurunya tidak muda dan tampan.

Bevan melangkah pergi, Rea menyusul Bevan dan memeluknya dari belakang membuat cowok itu berhenti. Bevan berusaha untuk menurunkan tangan Rea yang melingkar di perutnya.

"Jangan di ganti dong kak gurunya, kalau di ganti boleh aja asal gantinya yang lebih ganteng," ucap Rea.

Bevan berbalik badan. "Ngomong apa barusan? Mau aku buang kamu?"

"Kok jahat? Emang kakak tega buang aku? aku lagi hamil anak kakak loh ini." Rea benar-benar tak habis pikir.

Bevan mendengus pelan. "Ya makannya nggak usah muji-muji cowok lain, kuping aku panas dengernya."

Rea terbahak. "Kuping doang yang panas, hati nggak?"

Bevan menarik kencang pipi Rea. "Itu hukuman buat kamu."

"Sakit tahu kak." Rea membalas dengan menampar kencang pipi Bevan.

Bevan meringis, pipinya terasa kebas. "Gila ya, kalau nampar jangan pakek tenaga dong."

Bukannya merasa bersalah Rea justru malah tertawa kencang. Bevan berdecak pelan dan mengusap pipinya, tamparan wanita yang sedang hamil memang tidak main-main.

"Sakit kak?" tanya Rea.

"Ya sakit lah!" balas Bevan sewot.

"Kasihan ... Sini-sini di cium biar nggak sakit lagi." Rea berjinjit dan mencium pipi Bevan.

Kedua pipi Bevan memanas, jika seperti ini ia rela di tampar berkali-kali.

***

Rea dan Bevan turun ke bawah dan bergabung dengan Bagus, Bila, dan Renald yang sedang sarapan. Renald menatap ke arah Bevan dan Rea.

"Lama banget nggak keluar-keluar kamar, Rea habis lo apain Bang?" tanya Renald.

"Kepo lo!" balas Bevan.

"Renald jangan ngurusin abang kamu terus, cari pacar sana biar nggak jomblo," ujar Bila.

Rea menatap Bila. "Mama nggak tahu? Renald kan udah punya pacar."

"Wah wah wah, cantik nggak Ren pacar kamu?" Bagus tak menyangka jika Renald sudah memiliki pacar.

"Oh ya jelas, Renald aja ganteng kayak gini pasti pacarnya cantik dong." Renald sedikit membenarkan kerah bajunya.

"Biasalah pakek jampi-jampi, makannya ceweknya cantik," celetuk Bevan.

Renald melotot. "Wah, sembarangan lo Bang!"

Rea tersenyum dan memakan nasi gorengnya. Renald memang sudah pacaran dengan Nara, Rea ikut senang jika mereka berpacaran. Rea sempat berpikir jika adik iparnya itu akan menjomblo sampai lulus SMA.

"Papa heran Ren, kok kamu bisa dapet cewek cantik. Kamu pakek mantra, jimat, atau susuk?" tanya Bagus.

"Ya pakek perasaan lah, lagian nggak ada yang bisa nolak pesona babang Renald yang ganteng ini," balas Renald.

"Punya pacar cantik aja bangga, gue udah mau punya anak dong." Bevan menggenggam tangan Rea dengan raut wajah sombong.

Renald terdiam sejenak. "Ya udah habis ini Renald sama Nara mau bikin anak juga biar punya anak."

"Heh! Jangan sembarangan!" tegur Rea.

"Tahu, mau Mama sunat kamu?!" Bila memelototi Renald.

Bersambung...

Serpihan LukaWhere stories live. Discover now