•16•

48.3K 2.9K 90
                                    

Dengan langkah cepat Bevan berjalan ke arah kamar Renald, tujuannya hanya satu yaitu mencegah Rea dan Renald agar tidak tidur bersama. Tanpa basa-basi Bevan langsung membuka pintu kamar Renald.

"Heh! Lo berdua!" Bevan menatap Renald yang sedang mengelus kepala Rea agar gadis itu tertidur.

Renald beranjak bangun. "Bang, lo ngapain ke sini?"

Bevan berjalan ke arah Renald dan menarik pelan tangan adiknya. "Keluar, gue mau tidur di sini."

Renald melotot tidak terima. "Nggak mau! Enak aja, ini kamar gue."

Rea yang mendengar suara berisik akhirnya terbangun, gadis itu langsung duduk. "Kenapa sih?"

Bevan menatap Rea yang sepertinya nyaman tidur bersama dengan Renald. "Gimana? Nyaman tidur sama adek gue? Ternyata lo beneran gampangan ya."

Renald turun dari kasur dan berdiri di depan Bevan. "Bang, jaga ya omongan lo!"

Jelas sekali nada suara Renald terdengar marah, cowok itu tentu saja tidak terima Rea di jelek-jelekkan oleh Bevan. Renald akan menghabisi siapapun yang menyakiti Rea, tidak peduli walau yang menyakitinya adalah abangnya sendiri.

Bevan tertawa sinis, sorot matanya terlihat tajam, dan tangannya mengepal menahan amarah. Bevan tidak tahu alasan kenapa hatinya terasa sangat panas saat melihat kedekatan Rea dengan Renald.

"Udah cepet keluar, gue mau tidur sama dia!" Bevan menarik tangan Renald agar cowok itu segera keluar kamar.

Renald menepis tangan Bevan. "Justru lo yang harusnya keluar, ini kamar gue."

"Gue nggak peduli, keluar sekarang juga!" Bevan menyeret Renald.

"Nggak! Renald nggak boleh pergi." Rea turun dari kasur dan mendorong pelan Bevan membuat cowok itu sedikit mundur.

"Lo diem! Nggak usah ikut campur!" Bevan menunjuk wajah Rea.

"Renald, jangan tinggalin aku." Rea memegang tangan Renald.

"Gue nggak akan pergi, gue tetep ada di sini nemenin lo." Renald merangkul Rea.

Lagi-lagi hati Bevan terasa panas. "Cih, nggak usah drama! Renald lo keluar sekarang juga!"

"Nggak mau," tolak Renald.

Bevan semakin mengepalkan tangannya, Renald benar-benar sudah menguji kesabarannya. Suasana mendadak menjadi tegang, Bevan dan Renald sama-sama melayangkan tatapan permusuhan.

"Udah, abang keluar aja. Aku sama Renald mau tidur." Rea menatap Bevan.

"Nggak! Yang suami lo itu gue bukan Renald!" sentak Bevan.

"Nggak, Renald suami aku," balas Rea.

Renald menghela nafas lelah. "Bang, udah ya. Lo keluar sekarang juga, ini udah malem jangan bikin rusuh."

"Lo harusnya sadar! Dia itu istri gue nggak seharusnya lo tidur sama dia." Bevan menatap nyalang Renald.

"Oh ya? Lo harusnya sadar, kalau dia emang istri lo nggak seharusnya lo terus-terusan nyakitin dia." Renald menatap sengit Bevan.

Bevan menarik tangan Renald dan berjalan ke arah pintu, kali ini tenaga Bevan cukup kuat hingga bisa mendorong Renald keluar kamar. Setelah itu Bevan segera mengunci pintu agar Renald tidak bisa masuk.

"Bang buka pintunya!" Renald memukul-mukul pintu menggunakan telapak tangannya.

"Buka pintunya, Renald mau masuk." Rea berusaha membuka kunci pintu.

Bevan mencengkram tangan Rea. "Diem! Tidur sekarang juga."

Rea menggeleng dengan air mata yang perlahan turun. "Nggak, abang kenapa kayak gini sih?"

"Stop! Berhenti manggil gue abang." Bevan benar-benar tidak suka dengan panggilan itu.

Rea perlahan terduduk di lantai dan terisak pelan. "Aku nggak mau tidur sama abang."

"Heh jangan nangis!" Bevan menarik tangan Rea. "Cepet tidur."

"Sakit ... hiks." Rea merasa pergelangannya sangat sakit.

"Kalau lo nurut, gue nggak bakal kasarin lo," ucap Bevan.

Bevan melonggarkan cengkraman tangannya dan menarik pelan tangan Rea agar gadis itu berdiri. Bevan melangkahkan kakinya menuju ke arah kasur, Rea terpaksa mengikuti langkah Bevan.

Bevan naik ke atas kasur dan memerintahkan Rea agar ikut naik ke atas kasur. Rea menghapus air matanya dan perlahan membaringkan tubuhnya, setelah itu Rea menaikkan selimutnya.

"Abang kenapa sih jahat sama aku?" tanya Rea.

"Lo lebih jahat, lo udah hancurin hidup gue," balas Bevan.

"Terserah." Rea tidur membelakangi Bevan.

"Heh, hadep gue!" Bevan menarik bahu Rea membuat Rea berbalik badan.

"Mau abang apa sih?" Rea benar-benar tidak habis pikir.

"Mau gue itu lo menderita, oh iya mana aja yang udah di sentuh sama Renald? Lo pasti seneng banget ya, gampangan sih lo," ucap Bevan.

"Mau aku hamil anak Renald, itu bukan urusan abang. Renald itu suami aku," balas Rea.

"Lo itu istri gue! Bukan Renald!" Bevan tidur menghadap Rea dan memeluknya. "Tidur! Jangan coba-coba kabur dan bukain pintu buat Renald."

Rea mencoba untuk menyingkirkan tangan Bevan, tapi usahanya hanya sia-sia. Bevan menatap Rea yang mulai memejamkan matanya.

'Lo udah bikin gue putus sama Tania, gue akan bikin perhitungan sama lo. Gue sebenernya nggak sudi meluk lo, bisa aja nanti lo kabur,' batin Bevan.

Bersambung...

Serpihan LukaWhere stories live. Discover now